Syukur, Warga Kirab Hasil Bumi
A
A
A
TEGAL - Ratusan warga penghayat kepercayaan Padepokan Wulan Tumanggal Perguruan Trijaya di Desa Karang Tengah, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, mengikuti kirab rajakaya memperingati Hari Raya Sura 1948 J kemarin. Kirab yang digelar rutin tiap tahun ini merupakan bentuk ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kirab dimulai sekitar pukul 14.00 WIB diawali dengan tarian Gatot Kaca dan Hanoman di halaman padepokan. Kemudian iring-iringan peserta kirab dilepas berjalan mengelilingi desa. Dalam kirab itu, diarak satu tumpeng dan satu gunungan hasil bumi, seperti wortel, ketela, kacang panjang, padi, dan buah-buahan.
Selain itu, turut dikirab juga dua ekor sapi masing-masing memiliki berat sekitar 400 kilogram. Kirab semakin meriah dengan sejumlah kesenian daerah, seperti barongsai dan wayang orang. Peserta kirab tidak hanya berasal dari warga setempat, tapi juga datang dari sejumlah daerah lain di luar Tegal, seperti Pemalang, Purwodadi, Yogyakarta, dan Semarang.
Pembina Perguruan Trijaya Romo, Panji Laksono Suryaningrat mengatakan, pelaksanaan kirab merupakan bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemudahan maupun kesulitan yang diberikan selama satu tahun.
"Pada dasarnya, kita adalah makhluk Tuhan yang diberikan kesulitan dan kesenangan. Apa pun itu tetap harus disyukuri. Kita ucapkan syukur dalam bentuk yang riil yakni kirab," katanya.
Romo Panji menjelaskan, arak-arakan kirab adalah simbol bentuk syukur nyata karena dilakukan dengan rasa gembira oleh peserta. Sementara gunungan yang mempunyai bentuk mengerucut ke atas adalah simbol hubungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu warga penghayat kepercayaan, Dami Rahmawati, mengaku sengaja datang dari Kradenan, Kabupaten Purwodadi, agar bisa mengikuti kirab dan berebut gunungan hasil bumi.
FARID FIRDAUS
Slawi
SABTU 25 OKTOBER 2014
Kirab dimulai sekitar pukul 14.00 WIB diawali dengan tarian Gatot Kaca dan Hanoman di halaman padepokan. Kemudian iring-iringan peserta kirab dilepas berjalan mengelilingi desa. Dalam kirab itu, diarak satu tumpeng dan satu gunungan hasil bumi, seperti wortel, ketela, kacang panjang, padi, dan buah-buahan.
Selain itu, turut dikirab juga dua ekor sapi masing-masing memiliki berat sekitar 400 kilogram. Kirab semakin meriah dengan sejumlah kesenian daerah, seperti barongsai dan wayang orang. Peserta kirab tidak hanya berasal dari warga setempat, tapi juga datang dari sejumlah daerah lain di luar Tegal, seperti Pemalang, Purwodadi, Yogyakarta, dan Semarang.
Pembina Perguruan Trijaya Romo, Panji Laksono Suryaningrat mengatakan, pelaksanaan kirab merupakan bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemudahan maupun kesulitan yang diberikan selama satu tahun.
"Pada dasarnya, kita adalah makhluk Tuhan yang diberikan kesulitan dan kesenangan. Apa pun itu tetap harus disyukuri. Kita ucapkan syukur dalam bentuk yang riil yakni kirab," katanya.
Romo Panji menjelaskan, arak-arakan kirab adalah simbol bentuk syukur nyata karena dilakukan dengan rasa gembira oleh peserta. Sementara gunungan yang mempunyai bentuk mengerucut ke atas adalah simbol hubungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu warga penghayat kepercayaan, Dami Rahmawati, mengaku sengaja datang dari Kradenan, Kabupaten Purwodadi, agar bisa mengikuti kirab dan berebut gunungan hasil bumi.
FARID FIRDAUS
Slawi
SABTU 25 OKTOBER 2014
(bbg)