Tinggi, Angka Perceraian PNS di Purwakarta
A
A
A
PURWAKARTA - Angka perceraian pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Purwakarta relatif tinggi. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Purwakarta mencatat, dalam dua tahun terakhir atau pada tahun 2013-2014, lebih dari 60 PNS terlibat kasus perceraian.
Rinciannya, tahun ini tercatat ada 30 PNS yang sudah mendapat izin cerai. Jumlah tersebut didominasi oleh PNS dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), dalam hal ini, kalangan guru atau tenaga pendidik. Jumlahnya mencapai 15 orang, sementara sisanya dari dinas lain.
"Adapun di tahun 2013 tercatat 31 PNS yang sudah mendapat izin perceraian. Setiap tahun perceraian PNS di atas 30 kasus. Dengan kata lain, dalam dua tahun ini sedikitnya 60 PNS yang bercerai," ungkap Sekretaris BKD Purwakarta Maman Suryaman saat ditemui KORAN SINDO di kantornya, Selasa (21/10/2014).
Ada beberapa faktor penyebab angka perceraian yang relatif tinggi ini. Tercukupinya kebutuhan ekonomi dan sama-sama berpendidikan bukan jaminan rumah tangga harmonis.
"Perceraian di kalangan PNS bagi yang tingkat ekonominya di atas kecukupan biasanya disebabkan oleh adanya pihak ketiga (selingkuh), atau kekerasan dalam rumah tangga, sehingga menimbulkan ketidakharmonisan rumah tangganya," jelasnya.
Soal gugat cerai oleh istri, tambah dia, kemungkinan banyak PNS wanita yang memiliki suami bukan dari kalangan satu profesi atau suaminya tidak bekerja, sehingga membuat rumah tangga PNS tidak harmonis.
"Tidak sedikit PNS yang suaminya bekerja serabutan, atau juga tidak memiliki pekerjaan tetap. Ada juga PNS yang ditinggalkan oleh pasangannya karena kerja di luar negri. Intinya, penyebabnya macam-macam," tutur Maman.
Proses perceraian seorang PNS, kata Maman, memang cukup rumit. Mereka harus mendapat izin rekomendasi dari pejabat pembina kepegawaian, dalam hal ini bupati. Kemudian PNS yang bersangkutan bisa menjalani sidang di pengadilan agama.
Pertama, PNS harus mendapatkan izin dari atasannya. Kalau PNS guru, mereka harus dapat izin dari kepala sekolah, kemudian berlanjut izin dari kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) bersangkutan. Selanjutnya, diserahkan ke inspektorat, lalu ke BKD untuk dibahas oleh dewan kehormatan. "Terakhir, dilanjutkan ke Bupati Purwakarta. Jika diizinkan, PNS bisa melakukan sidang perceraian di pengadilan," tutur Maman.
Ditemui terpisah, Kepala Disdikpora Kabupaten Purwakarta Andrie Khaerul mengakui PNS dari lembaganya mendominasi kasus perceraian. Namun dirinya menanggapi wajar karena pegawai Disdikpora memang paling banyak dibanding pegawai dari dinas lain.
"Wajar jika PNS dari Disdikpora mendominasi. Perbandingannya, dari sedikitnya 9.600 PNS yang ada di Purwakarta di seluruh OPD, 6.300 PNS adalah pegawai Disdikpora, termasuk mereka para guru," jelas dia.
Andrie mengakui, upaya menekan kasus perceraian PNS di lingkungan dinasnya terus dilakukan. "Setiap tahun bisa sampai 20-30 kasus yang mengajukan penceraian. Untuk itu pendekatan institusional terus dilakukan. Hasilnya kami dapat menekan lebih 50 persen perceraian PNS. Sebetulnya tidak ada masalah," tutup Andrie.
Rinciannya, tahun ini tercatat ada 30 PNS yang sudah mendapat izin cerai. Jumlah tersebut didominasi oleh PNS dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), dalam hal ini, kalangan guru atau tenaga pendidik. Jumlahnya mencapai 15 orang, sementara sisanya dari dinas lain.
"Adapun di tahun 2013 tercatat 31 PNS yang sudah mendapat izin perceraian. Setiap tahun perceraian PNS di atas 30 kasus. Dengan kata lain, dalam dua tahun ini sedikitnya 60 PNS yang bercerai," ungkap Sekretaris BKD Purwakarta Maman Suryaman saat ditemui KORAN SINDO di kantornya, Selasa (21/10/2014).
Ada beberapa faktor penyebab angka perceraian yang relatif tinggi ini. Tercukupinya kebutuhan ekonomi dan sama-sama berpendidikan bukan jaminan rumah tangga harmonis.
"Perceraian di kalangan PNS bagi yang tingkat ekonominya di atas kecukupan biasanya disebabkan oleh adanya pihak ketiga (selingkuh), atau kekerasan dalam rumah tangga, sehingga menimbulkan ketidakharmonisan rumah tangganya," jelasnya.
Soal gugat cerai oleh istri, tambah dia, kemungkinan banyak PNS wanita yang memiliki suami bukan dari kalangan satu profesi atau suaminya tidak bekerja, sehingga membuat rumah tangga PNS tidak harmonis.
"Tidak sedikit PNS yang suaminya bekerja serabutan, atau juga tidak memiliki pekerjaan tetap. Ada juga PNS yang ditinggalkan oleh pasangannya karena kerja di luar negri. Intinya, penyebabnya macam-macam," tutur Maman.
Proses perceraian seorang PNS, kata Maman, memang cukup rumit. Mereka harus mendapat izin rekomendasi dari pejabat pembina kepegawaian, dalam hal ini bupati. Kemudian PNS yang bersangkutan bisa menjalani sidang di pengadilan agama.
Pertama, PNS harus mendapatkan izin dari atasannya. Kalau PNS guru, mereka harus dapat izin dari kepala sekolah, kemudian berlanjut izin dari kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) bersangkutan. Selanjutnya, diserahkan ke inspektorat, lalu ke BKD untuk dibahas oleh dewan kehormatan. "Terakhir, dilanjutkan ke Bupati Purwakarta. Jika diizinkan, PNS bisa melakukan sidang perceraian di pengadilan," tutur Maman.
Ditemui terpisah, Kepala Disdikpora Kabupaten Purwakarta Andrie Khaerul mengakui PNS dari lembaganya mendominasi kasus perceraian. Namun dirinya menanggapi wajar karena pegawai Disdikpora memang paling banyak dibanding pegawai dari dinas lain.
"Wajar jika PNS dari Disdikpora mendominasi. Perbandingannya, dari sedikitnya 9.600 PNS yang ada di Purwakarta di seluruh OPD, 6.300 PNS adalah pegawai Disdikpora, termasuk mereka para guru," jelas dia.
Andrie mengakui, upaya menekan kasus perceraian PNS di lingkungan dinasnya terus dilakukan. "Setiap tahun bisa sampai 20-30 kasus yang mengajukan penceraian. Untuk itu pendekatan institusional terus dilakukan. Hasilnya kami dapat menekan lebih 50 persen perceraian PNS. Sebetulnya tidak ada masalah," tutup Andrie.
(zik)