Kejati Klarifikasi Harta Kekayaan Tiga Tersangka UGM
A
A
A
YOGYAKARTA - Tiga tersangka dugaan korupsi alih fungsi lahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Soesamto, Ken Suratiyah dan Toekidjo kembali diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY. Pemeriksaan kali ini untuk klarifikasi soal laporan harta kekayaan yang telah mereka serahkan kepada penyidik pekan lalu.
"Hari ini tiga tersangka diperiksa penyidik, S, KS dan Tk. Mereka diminta untuk menjelaskan laporan kekayaan yang sudah diserahkan ke penyidik," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Purwanta Sudarmaji, Jumat (17/10/2014).
Untuk satu tersangka lainnya, Triyanto, telah lebih dulu diklarifikasi soal harta kekayaan pribadinya.
Menurut Purwanta, kepentingan penyidik memeriksa laporan kekayaan bukan untuk menelusuri ada atau tidaknya kekayaan yang mencurigakan.
Tapi lebih kepada upaya antisipasi apabila para tersangka di persidangan nanti dinyatakan terbukti bersalah dan diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara.
"Jika yang bersangkutan tidak memiliki uang untuk membayar kerugian negara, maka harta kekayaan yang dimilikinya bisa dirampas oleh negara," jelasnya.
Selain memeriksa ketiga tersangka, penyidik Kejati juga memeriksa dua orang ahli yang diajukan oleh tersangka.
Mereka adalah Profesor Edward Omar Sharif Hiariej selaku ahli pidana dan Profesor Nindyo Pramono selaku ahli soal yayasan.
Terhitung para tersangka UGM ini telah mengajukan tiga orang saksi meringankan dan dua orang ahli.
Sebelumnya pada Senin 13 Oktober lalu para tersangka menyodorkan tiga saksi meringankan, yaitu Profesor Sri Widodo yang merupakan mantan Sekretaris Yayasan Pembina Pertanian periode 1969 - 1972 dan tahun 1974, Profesor Soemartono selaku mantan dosen Fakultas Pertanian UGM dan Dipayana, mantan Kasubbag Kemahasiswaan dan Alumni Fakulas Pertanian UGM.
Kemudian pada hari Kamis 16 Oktober mengajukan pakar hukum agraria dari Fakultas Hukum UGM Profesor Nur Hasan Ismail.
Pengacara tersangka, Augustinus Hutajulu menyatakan berdasar pendapat ahli pidana Profesor Edward, proses penyidikan kasus lahan UGM ini tidak sah atau batal demi hukum.
Karena sejak sprindik (surat perintah penyidikan) diterbitkan pada bulan Maret 2014, sampai saat ini para tersangka belum mengetahui secara jelas apa yang sebenarnya disangkakan penyidik.
Bahkan, Hutajulu mengklaim para tersangka mengetahui hanya dari media dan bukan langsung dari penjelasan tim penyidik.
"Itu diatur jelas dalam Pasal 51 huruf a KUHAP, tersangka berhak mendapat penjelasan dari penyidik. Sejauh ini klien kami tidak tahu apa sebenarnya yang disangkakan oleh penyidik," katanya.
Dalam kasus alih fungsi lahan UGM ini, Kejati menetapkan empat dosen Fakultas Pertanian UGM sebagai tersangka.
Mereka adalah Profesor Soesamto yang dalam kasus ini adalah Ketua Yayasan Pembina Pertanian (kini bernama Yayasan Fapertagama) kurun waktu 2000 - 2007.
Soesamto saat ini tercatat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM. Serta Triyanto, yang saat ini menjabat Wakil Dekan 3 Bidang Keuangan, Aset dan SDM Fakultas Pertanian UGM. Dan Toekidjo serta Ken Suratiyah. Ketiganya adalah pengurus yayasan.
"Hari ini tiga tersangka diperiksa penyidik, S, KS dan Tk. Mereka diminta untuk menjelaskan laporan kekayaan yang sudah diserahkan ke penyidik," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Purwanta Sudarmaji, Jumat (17/10/2014).
Untuk satu tersangka lainnya, Triyanto, telah lebih dulu diklarifikasi soal harta kekayaan pribadinya.
Menurut Purwanta, kepentingan penyidik memeriksa laporan kekayaan bukan untuk menelusuri ada atau tidaknya kekayaan yang mencurigakan.
Tapi lebih kepada upaya antisipasi apabila para tersangka di persidangan nanti dinyatakan terbukti bersalah dan diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara.
"Jika yang bersangkutan tidak memiliki uang untuk membayar kerugian negara, maka harta kekayaan yang dimilikinya bisa dirampas oleh negara," jelasnya.
Selain memeriksa ketiga tersangka, penyidik Kejati juga memeriksa dua orang ahli yang diajukan oleh tersangka.
Mereka adalah Profesor Edward Omar Sharif Hiariej selaku ahli pidana dan Profesor Nindyo Pramono selaku ahli soal yayasan.
Terhitung para tersangka UGM ini telah mengajukan tiga orang saksi meringankan dan dua orang ahli.
Sebelumnya pada Senin 13 Oktober lalu para tersangka menyodorkan tiga saksi meringankan, yaitu Profesor Sri Widodo yang merupakan mantan Sekretaris Yayasan Pembina Pertanian periode 1969 - 1972 dan tahun 1974, Profesor Soemartono selaku mantan dosen Fakultas Pertanian UGM dan Dipayana, mantan Kasubbag Kemahasiswaan dan Alumni Fakulas Pertanian UGM.
Kemudian pada hari Kamis 16 Oktober mengajukan pakar hukum agraria dari Fakultas Hukum UGM Profesor Nur Hasan Ismail.
Pengacara tersangka, Augustinus Hutajulu menyatakan berdasar pendapat ahli pidana Profesor Edward, proses penyidikan kasus lahan UGM ini tidak sah atau batal demi hukum.
Karena sejak sprindik (surat perintah penyidikan) diterbitkan pada bulan Maret 2014, sampai saat ini para tersangka belum mengetahui secara jelas apa yang sebenarnya disangkakan penyidik.
Bahkan, Hutajulu mengklaim para tersangka mengetahui hanya dari media dan bukan langsung dari penjelasan tim penyidik.
"Itu diatur jelas dalam Pasal 51 huruf a KUHAP, tersangka berhak mendapat penjelasan dari penyidik. Sejauh ini klien kami tidak tahu apa sebenarnya yang disangkakan oleh penyidik," katanya.
Dalam kasus alih fungsi lahan UGM ini, Kejati menetapkan empat dosen Fakultas Pertanian UGM sebagai tersangka.
Mereka adalah Profesor Soesamto yang dalam kasus ini adalah Ketua Yayasan Pembina Pertanian (kini bernama Yayasan Fapertagama) kurun waktu 2000 - 2007.
Soesamto saat ini tercatat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM. Serta Triyanto, yang saat ini menjabat Wakil Dekan 3 Bidang Keuangan, Aset dan SDM Fakultas Pertanian UGM. Dan Toekidjo serta Ken Suratiyah. Ketiganya adalah pengurus yayasan.
(sms)