Mengapa Siswa SD di Bukittinggi Melakukan Kekerasan

Selasa, 14 Oktober 2014 - 03:10 WIB
Mengapa Siswa SD di Bukittinggi Melakukan Kekerasan
Mengapa Siswa SD di Bukittinggi Melakukan Kekerasan
A A A
JAKARTA - Kasus kekerasan siswa salah satu SD di Bukittinggi, Sumatera Barat, yang ramai diberitakan belakangan, disesalkan banyak kalangan. Mengapa kekerasan itu bisa terjadi?

Menurut Koordinator Nasional NEW (Network for Education Watch) Indonesia atau Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdul Waidl, adegan kekerasan siswa SD yang dipertontonkan melalui YouTube tersebut sangat memprihatinkan.

"Pertanyaannya, mengapa mereka melakukan hal tersebut? Bila mereka tidak suka terhadap kelakuan atau perkataan si korban, mengapa anak-anak yang kira-kira masih berusia sekitar 10 tahun tega membalas dengan kekerasan dan melakukannya secara bersama-sama? Apa yang terjadi dengan pendidikan kita, dan terutama dengan anak-anak kita? Mental apa yang sedang diidap anak-anak kita?" papar Abdul dalam rilisnya, Senin (13/10/2014).

Menurut Abdul, anak-anak seperti sifatnya yang asli, adalah pencontoh yang baik atas apa yang terjadi di keluarga dan lingkungan sekitarnya, termasuk lingkungan pendidikan. Di dalam dunia pendidikan, anak-anak juga kerap menerima kekerasan, seperti halnya kekerasan karena beban mata pelajaran yang harus dikerjakan di dalam kelas dan dilanjutkan di rumah.

"Mereka sedikit memiliki waktu bermain sebagai anak-anak. Mereka jenuh dan stres. Ditambah dengan tontonan kekerasan yang berubah menjadi tuntunan, maka memukul dan menendang kepada teman menjadi bagian dari pelampiasan atau menjadi bagian dari sedikit hiburan."

Hal lain, keadaan demikian juga sekaligus mencerminkan rendahnya pendidikan karakter dan budi pekerti kepada anak-anak. Anak-anak hanya dipaksa menelan praktik pengajaran yang melelahkan, dipaksa menguasai pelajaran secara kognitif. Termasuk dalam pelajaran agama, mereka hanya diharuskan menguasai ajaran-ajaran formal agama. Anak-anak tidak diberi suguhan materi akhlak dan karakter yang melibatkan rasa dan hati.

Karena itu, JPPI mengimbau presiden dan pimpinan lembaga tinggi negara agar memberi contoh dan tuntunan yang baik dan menghentikan praktik politik barbarian.

Kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, JPPI mengimbau agar memperhatikan ranah batin para siswa, bukan semata tekanan-tekanan lahiriyah yang mengagungkan standar-standar hasil ujian yang semu.

"Kepada seluruh kepala sekolah dan guru agar mendidik anak dengan baik. Kepala sekolah dan guru agar tidak lalai melakukan pengawasan terhadap anak-anak."
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5606 seconds (0.1#10.140)