Ringankan Sangkaan, Tersangka Lahan UGM Sodorkan Dua Profesor
A
A
A
YOGYAKARTA - Empat tersangka dugaan korupsi alih fungsi lahan Universitas Gadjah Mada (UGM) tampak serius melawan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka tetap ngotot tidak bersalah.
Kemarin, para tersangka menyodorkan dua orang profesor untuk menyangkal tudingan korupsi yang disangkakan terhadap mereka.
"Hari ini tersangka jadi mengajukan saksi meringankan," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Purwanta Sudarmaji, Senin (13/10/2014).
Tiga orang tersebut adalah Profesor Sri Widodo yang merupakan mantan Sekretaris Yayasan Pembina Pertanian periode 1969-1972 dan tahun 1974, Profesor Soemartono selaku mantan dosen Fakultas Pertanian UGM, dan Dipayana, mantan Kasubbag Kemahasiswaan dan Alumni Fakulas Pertanian UGM.
Ketiganya diperiksa sekitar tiga jam mulai pukul 09.00 hingga 12.00 WIB. Mereka dimintai keterangan soal status lahan UGM di Plumbon, Banguntapan, Bantul yang menjadi temuan penyidik.
Purwanta menyatakan penyidik telah memberikan waktu dan hak para tersangka untuk mengajukan saksi meringankan. "Rencananya para tersangka mengajukan enam orang, tiga saksi dan tiga ahli, tapi hari ini hanya tiga saksi yang hadir. Apakah penyidik akan memberikan waktu lagi kepada tersangka untuk mengajukan ahli yang belum hadir di kemudian hari, itu kewenangan penyidik," jelasnya.
Jika pemeriksaan saksi meringankan telah dianggap selesai, penyidik akan segera menyerahkan berkas pemeriksaan kepada jaksa peneliti agar bisa segera disimpulkan apakah berkas bisa dinyatakan lengkap atau belum.
"Pemeriksaan terhadap empat tersangka sudah dirasa cukup. Jika pemeriksaan saksi meringankan ini telah selesai pemberkasannya, berkas pemeriksaan akan kembali dilimpahkan ke jaksa peneliti di Seksi Penuntutan Pidana Khusus."
Dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan UGM ini, Kejati menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Ketua Yayasan Pembina Pertanian yang kini bernama Yayasan Fapertagama, Profesor Soesamto. Dia saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM. Kemudian Triyanto yang saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Fakultas Pertanian Bidang Keuangan, Aset dan SDM. Dua tersangka lainnya Toekidjo dan Ken Suratiyah.
Para tersangka selaku pengurus yayasan disangka terlibat penyerobotan aset milik UGM berupa lahan seluas 4.000 meter persegi di Plumbon. Lahan tersebut pada kurun waktu tahun 2000-2007 dijual oleh yayasan kepada pengembang perumahan. Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian keuangan Rp11,2 miliar (sebelumnya disebut Rp11,5 miliar) berdasar Perhitungan Kerugian Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY.
Angka itu muncul setelah tim penyidik melakukan pengembangan lahan di Plumbon. Penyidik menemukan lahan lain milik UGM di Wonocatur, Banguntapan, Bantul seluas hampir tiga hektare yang dimanfaatkan secara sepihak oleh yayasan dengan cara disewakan kepada pihak ketiga.
Untuk memperkuat sangkaan, penyidik juga telah menyita lahan seluas 9.114 meter persegi di Wukirsari, Cangkringan, Sleman yang diduga dibeli memakai uang hasil penjualan lahan Plumbon, serta uang tunai sekitar Rp2 miliar dari rekening pribadi anggota yayasan.
Terpisah, pengacara para tersangka, Augustinus Hutajulu kepada wartawan mengatakan bahwa pada tahun 1998 lalu pihak UGM telah mengeluarkan pernyataan tentang lahan yang tidak dimiliki oleh universitas dan sudah diserahkan ke yayasan. Yayasan juga telah mempergunakan dan mendaftarkan sebagai aset milik yayasan sejak tahun 1970.
"Itu diperkuat dengan pengakuan dari universitas pada 26 Juli 2014 yang menyatakan lahan itu bukan milik UGM. Kemudian diperkuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 21 Agustus 2014, yang juga menyatakan lahan itu bukan aset kekayaan kementerian," jelasnya.
Kemarin, para tersangka menyodorkan dua orang profesor untuk menyangkal tudingan korupsi yang disangkakan terhadap mereka.
"Hari ini tersangka jadi mengajukan saksi meringankan," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Purwanta Sudarmaji, Senin (13/10/2014).
Tiga orang tersebut adalah Profesor Sri Widodo yang merupakan mantan Sekretaris Yayasan Pembina Pertanian periode 1969-1972 dan tahun 1974, Profesor Soemartono selaku mantan dosen Fakultas Pertanian UGM, dan Dipayana, mantan Kasubbag Kemahasiswaan dan Alumni Fakulas Pertanian UGM.
Ketiganya diperiksa sekitar tiga jam mulai pukul 09.00 hingga 12.00 WIB. Mereka dimintai keterangan soal status lahan UGM di Plumbon, Banguntapan, Bantul yang menjadi temuan penyidik.
Purwanta menyatakan penyidik telah memberikan waktu dan hak para tersangka untuk mengajukan saksi meringankan. "Rencananya para tersangka mengajukan enam orang, tiga saksi dan tiga ahli, tapi hari ini hanya tiga saksi yang hadir. Apakah penyidik akan memberikan waktu lagi kepada tersangka untuk mengajukan ahli yang belum hadir di kemudian hari, itu kewenangan penyidik," jelasnya.
Jika pemeriksaan saksi meringankan telah dianggap selesai, penyidik akan segera menyerahkan berkas pemeriksaan kepada jaksa peneliti agar bisa segera disimpulkan apakah berkas bisa dinyatakan lengkap atau belum.
"Pemeriksaan terhadap empat tersangka sudah dirasa cukup. Jika pemeriksaan saksi meringankan ini telah selesai pemberkasannya, berkas pemeriksaan akan kembali dilimpahkan ke jaksa peneliti di Seksi Penuntutan Pidana Khusus."
Dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan UGM ini, Kejati menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Ketua Yayasan Pembina Pertanian yang kini bernama Yayasan Fapertagama, Profesor Soesamto. Dia saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM. Kemudian Triyanto yang saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Fakultas Pertanian Bidang Keuangan, Aset dan SDM. Dua tersangka lainnya Toekidjo dan Ken Suratiyah.
Para tersangka selaku pengurus yayasan disangka terlibat penyerobotan aset milik UGM berupa lahan seluas 4.000 meter persegi di Plumbon. Lahan tersebut pada kurun waktu tahun 2000-2007 dijual oleh yayasan kepada pengembang perumahan. Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian keuangan Rp11,2 miliar (sebelumnya disebut Rp11,5 miliar) berdasar Perhitungan Kerugian Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY.
Angka itu muncul setelah tim penyidik melakukan pengembangan lahan di Plumbon. Penyidik menemukan lahan lain milik UGM di Wonocatur, Banguntapan, Bantul seluas hampir tiga hektare yang dimanfaatkan secara sepihak oleh yayasan dengan cara disewakan kepada pihak ketiga.
Untuk memperkuat sangkaan, penyidik juga telah menyita lahan seluas 9.114 meter persegi di Wukirsari, Cangkringan, Sleman yang diduga dibeli memakai uang hasil penjualan lahan Plumbon, serta uang tunai sekitar Rp2 miliar dari rekening pribadi anggota yayasan.
Terpisah, pengacara para tersangka, Augustinus Hutajulu kepada wartawan mengatakan bahwa pada tahun 1998 lalu pihak UGM telah mengeluarkan pernyataan tentang lahan yang tidak dimiliki oleh universitas dan sudah diserahkan ke yayasan. Yayasan juga telah mempergunakan dan mendaftarkan sebagai aset milik yayasan sejak tahun 1970.
"Itu diperkuat dengan pengakuan dari universitas pada 26 Juli 2014 yang menyatakan lahan itu bukan milik UGM. Kemudian diperkuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 21 Agustus 2014, yang juga menyatakan lahan itu bukan aset kekayaan kementerian," jelasnya.
(zik)