Dosen UGM Diminta Transparan Soal Harta Kekayaan
A
A
A
YOGYAKARTA - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesak seluruh dosen UGM transparan soal harta kekayaan pribadinya. Sebagai pegawai di perguruan tinggi negeri yang memperoleh gaji dan tunjangan yang bersumber dari keuangan negara, dosen-dosen UGM harus bisa menjelaskan dari mana saja harta kekayaannya.
"Alangkah baiknya pegawai UGM lebih rutin melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara)," kata peneliti Pukat UGM Hifdzil Alim, Selasa (7/10/2014).
Meskipun pelaporan LHKPN telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Tahun 2005, Pukat minta agar dalam waktu dekat ini pegawai UGM dari dosen hingga rektor melaporkan LHKPN. Apalagi, pascamencuatnya kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan UGM yang menyeret empat dosen Fakultas Pertanian menjadi tersangka.
"Jika ada yang memiliki kekayaan tidak wajar atau melebihi profil pekerjaannya, maka yang bersangkutan harus menjelaskan dari mana saja harta kekayaannya berasal."
Dia mengatakan, selain peraturan dari Menpan, kewajiban pelaporan LHKPN juga diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.
"Sebagai lembaga pendidikan tinggi, sudah sewajarnya dosen-dosen mengedepankan transparansi, keterbukaan, dan mendukung program pemerintah terkait pemberantasan korupsi."
Pukat juga mendukung upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY yang meminta agar empat tersangka alih fungsi lahan UGM, Susamto, Triyanto, Toekidjo, dan Ken Suratiyah menyerahkan laporan harta kekayaannya ke penyidik.
Tujuannya jelas, yaitu untuk mengetahui apakah keempat tersangka memiliki kekayaan yang tidak wajar dan terkait dengan kasus yang menjeratnya atau tidak. "Jika tidak sesuai profil, penyidik wajib menelusurinya," pinta Hifdzil.
Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Purwanta Sudarmaji menyatakan keempat tersangka kasus alih fungsi lahan UGM wajib menyerahkan laporan kekayaan kepada penyidik. Nantinya mereka diminta menjelaskan dari mana saja seluruh harta kekayaannya berasal.
"Laporan harta kekayaan masing-masing tersangka juga diperlukan untuk melengkapi pemberkasan," katanya.
"Alangkah baiknya pegawai UGM lebih rutin melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara)," kata peneliti Pukat UGM Hifdzil Alim, Selasa (7/10/2014).
Meskipun pelaporan LHKPN telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Tahun 2005, Pukat minta agar dalam waktu dekat ini pegawai UGM dari dosen hingga rektor melaporkan LHKPN. Apalagi, pascamencuatnya kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan UGM yang menyeret empat dosen Fakultas Pertanian menjadi tersangka.
"Jika ada yang memiliki kekayaan tidak wajar atau melebihi profil pekerjaannya, maka yang bersangkutan harus menjelaskan dari mana saja harta kekayaannya berasal."
Dia mengatakan, selain peraturan dari Menpan, kewajiban pelaporan LHKPN juga diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.
"Sebagai lembaga pendidikan tinggi, sudah sewajarnya dosen-dosen mengedepankan transparansi, keterbukaan, dan mendukung program pemerintah terkait pemberantasan korupsi."
Pukat juga mendukung upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY yang meminta agar empat tersangka alih fungsi lahan UGM, Susamto, Triyanto, Toekidjo, dan Ken Suratiyah menyerahkan laporan harta kekayaannya ke penyidik.
Tujuannya jelas, yaitu untuk mengetahui apakah keempat tersangka memiliki kekayaan yang tidak wajar dan terkait dengan kasus yang menjeratnya atau tidak. "Jika tidak sesuai profil, penyidik wajib menelusurinya," pinta Hifdzil.
Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Purwanta Sudarmaji menyatakan keempat tersangka kasus alih fungsi lahan UGM wajib menyerahkan laporan kekayaan kepada penyidik. Nantinya mereka diminta menjelaskan dari mana saja seluruh harta kekayaannya berasal.
"Laporan harta kekayaan masing-masing tersangka juga diperlukan untuk melengkapi pemberkasan," katanya.
(zik)