Alih Fungsi Lahan UGM Rugikan Negara Belasan Miliar

Rabu, 01 Oktober 2014 - 12:08 WIB
Alih Fungsi Lahan UGM...
Alih Fungsi Lahan UGM Rugikan Negara Belasan Miliar
A A A
YOGYAKARTA - Kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah merugikan keuangan negara Rp11,5 miliar. Angka tersebut berdasar hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY.

"Jika ditotal, selama lahan milik UGM dikuasai oleh yayasan (Fapertagama), negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp11,5 miliar. Itu berdasar hasil audit BPKP," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Purwanta Sudarmaji, Rabu (1/10/2014).

Munculnya kerugian negara tersebut karena Yayasan Fapertagama dinilai telah menyerobot lahan milik UGM dan memanfaatkannya secara sepihak untuk kepentingan internal. Lahan tersebut adalah lahan seluas 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul yang telah dijual kepada pengembang perumahan pada kurun waktu tahun 2003 hingga 2007, serta lahan seluas 29.875 meter persegi di Wonocatur, Banguntapan, Bantul yang disewakan kepada pihak ketiga.

Untuk temuan lahan di Wonocatur ini adalah pengembangan atas proses penyidikan lahan di Plumbon. Lahan seluas hampir tiga hektare itu statusnya kini telah disita oleh Kejati DIY.

Sekadar informasi, lahan di Wonocatur adalah laboratorium lapangan mahasiswa Fakultas Pertanian. Pada papan nama yang dipasang di depan areal lahan juga tertulis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Fakultas Pertanian UGM, Jurusan Budi Daya Pertanian, Laboratorium Lapangan. Lahan tersebut dibeli UGM tahun 1963 oleh Profesor Probodiningrat selaku koordinator Panitia Pembangunan Gedung.

Namun, pada tahun 1999, pihak Yayasan Fapertagama yang saat itu masih bernama Yayasan Pembina Pertanian mengklaim kepemilikan lahan yaitu dengan membuat sertifikat lahan atas nama yayasan yang terbit pada tahun 2002. Modus serupa juga digunakan yayasan untuk mengklaim lahan di Plumbon.

Uang hasil penjualan lahan Plumbon dan penyewaan lahan Wonocatur diduga kuat mengalir kepada yayasan yang beranggotakan dosen-dosen Fakultas Pertanian UGM. Berdasar temuan tim penyidik, uang hasil penjualan lahan di Plumbon sebesar Rp 2,08 miliar. Sedangkan lahan di Wonocatur, ada uang sewa lahan seluas 1,6 hektare dari pihak ketiga sebesar Rp 160 juta per tahun. Ditambah bagi hasil sebesar 70 persen atas pembibitan tanaman jati oleh penyewa lahan.

"Uang sewa di Wonocatur mengalir ke yayasan, itu sudah berlangsung sejak tahun 2011 lalu. Kerugian negara diperoleh karena yayasan mengelola dengan menjual dan menyewakannya. Dan uangnya masuk ke internal yayasan, bukan ke UGM," jelas Purwanta.

Kasus alih fungsi lahan UGM ini menyeret empat orang tersangka yaitu Susamto, Triyanto, Toekidjo, dan Ken Suratiyah. Keempatnya saat ini berstatus sebagai dosen Fakultas Pertanian UGM.

Terpisah, pengacara Yayasan Fapertagama Heru Lestarianto membantah pihak yayasan disebut menyewakan lahan di Wonocatur kepada pihak ketiga. Dia mengklaim lahan hanya dimanfaatkan sebagai laboratorium lapangan Fakultas Pertanian UGM.

"Lahan itu asetnya universitas, tapi memang atas nama yayasan. Sekarang dipakai untuk kegiatan lapangan mahasiswa," jelasnya.

Namun saat ditanya mengapa lahan milik UGM tapi sertifikatnya diatasnamakan Yayasan Fapertagama, dia enggan menjelaskannya lebih detail.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1566 seconds (0.1#10.140)