Becak Bertenaga Surya dari Yogyakarta
A
A
A
YOGYAKARTA - Inovasi teknologi untuk memudahkan kerja manusia terus berkembang. Tak terkecuali moda transportasi tadisional, seperti becak. Inovasi terus dikembangkan agar becak semakin nyaman dan memudahkan.
Seperti becak bertenaga surya yang dihasilkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PIRI 1 Yogyakarta. Becak yang dilabeli antilelet, anti-BBM, dan antipolusi memang berbeda. Yang paling mencolok tentu saja dari sumber tenaganya yang berasal dari tenaga surya.
Tenaga dihasilkan melalui solar cell yang dipasang di bagian atas atap becak. Tenaga yang dihasilkan disalurkan untuk mengisi empat buah baterai dengan kapasitas 26 AH. Dalam kondisi normal, tanpa di-charge di malam hari, becak tenaga surya bisa digunakan untuk mempuh jarak sejauh 40 kilometer.
Namun jika di-charge, jarak tempuh bisa tambah jauh mencapai 60 kilometer. “Kalau bentor tidak anti-BBM karena masih pakai BBM dan tidak antipolusi. Tapi becak tenaga surya ini, selain antilelet, juga anti-BBM dan antipolusi,” ucap Drs R Sunarto, Ketua tim Pengembangan Teknologi SMP PIRI 1, Jumat (26/9/2014).
Di saat musim kemarau, pengguna becak listrik tenaga surya bisa tersenyum lebar karena suplai tenaga listrik tidak akan habis. Tapi jangan khawatir karena suplai listrik dipastikan tak akan berkurang kendati cuaca tak mendukung. Selain berasal dari tenaga surya, pengembang menyiapkan sumber lain sebagai alternatif.
Baterai bisa diisi dengan di-charge menggunakan saluran listrik di rumah. Dengan begitu, becak masih tetap bisa digunakan kapan pun. Dan untuk member kemudahan penggunanya, pengembang menambahkan beberapa fitur pendukung. Seperti dua unit lampu utama yang dipasang di sisi kanan dan kiri.
Tak cukup sampai di situ, becak masih dilengkapi lampu sein dan lampu rem. Seperti kendaraan bermotor, becak ini dilengkapi takometer sebagai indikator kecepatan, plus indikator daya yang masih tersimpan. Indikator daya ini untuk memberi petunjuk kapan penggunanya perlu membantu menggunakan pedal.
"Si pembuat" juga menambahkan fitur lain pada becak yang diberi nama Becak Listrik Yogyakarta ini. Yakni fungsi maju mundur seperti kendaraan roda empat ditambah sistem pengereman yang sengaja dibuat dobel.
“Becal listrik pertama yang kita buat hanya bisa maju, sekarang kita kembangkan bisa mundur juga,” terangnya.
Untuk menghasilkan becak itu, R Sunarto dan timnya yang terdiri dari 12 orang dari siswa SMK dan dua mahasiswa magang dari UNY membutuhkan dana hingga Rp18,5 juta. Biaya produksi terbilang lumayan mahal karena beberapa komponen seperti aki dan motor listrik yang harganya cukup tinggi.
Kendati begitu, ia mengaku puas dengan hasil yang didapatkan. Apalagi, hasil karya timnya itu sudah dipesan Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) sebanyak 10 unit, meskipun awalnya memesan 20 unit becak untuk dihibahkan ke Pemda DIY.
Hebatnya, 10 unit becak itu dikerjakan hanya dalam waktu satu bulan saja. Itu pun dikerjakan tidak dengan mudah. Karena tim baru bisa bekerja setelah jam pelajaran selesai. “Sekarang sudah selesai dan siap diserahkan ke Kemenristek,” terangnya bangga.
Riyanto, 18, salah satu siswa SMK PIRI 1 mengaku bangga sekolahnya bisa menghasilkan karya inovatif. “Saya senang karena karya ini bisa ikut mengharumkan nama sekolah,” ucapnya.
Seperti becak bertenaga surya yang dihasilkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PIRI 1 Yogyakarta. Becak yang dilabeli antilelet, anti-BBM, dan antipolusi memang berbeda. Yang paling mencolok tentu saja dari sumber tenaganya yang berasal dari tenaga surya.
Tenaga dihasilkan melalui solar cell yang dipasang di bagian atas atap becak. Tenaga yang dihasilkan disalurkan untuk mengisi empat buah baterai dengan kapasitas 26 AH. Dalam kondisi normal, tanpa di-charge di malam hari, becak tenaga surya bisa digunakan untuk mempuh jarak sejauh 40 kilometer.
Namun jika di-charge, jarak tempuh bisa tambah jauh mencapai 60 kilometer. “Kalau bentor tidak anti-BBM karena masih pakai BBM dan tidak antipolusi. Tapi becak tenaga surya ini, selain antilelet, juga anti-BBM dan antipolusi,” ucap Drs R Sunarto, Ketua tim Pengembangan Teknologi SMP PIRI 1, Jumat (26/9/2014).
Di saat musim kemarau, pengguna becak listrik tenaga surya bisa tersenyum lebar karena suplai tenaga listrik tidak akan habis. Tapi jangan khawatir karena suplai listrik dipastikan tak akan berkurang kendati cuaca tak mendukung. Selain berasal dari tenaga surya, pengembang menyiapkan sumber lain sebagai alternatif.
Baterai bisa diisi dengan di-charge menggunakan saluran listrik di rumah. Dengan begitu, becak masih tetap bisa digunakan kapan pun. Dan untuk member kemudahan penggunanya, pengembang menambahkan beberapa fitur pendukung. Seperti dua unit lampu utama yang dipasang di sisi kanan dan kiri.
Tak cukup sampai di situ, becak masih dilengkapi lampu sein dan lampu rem. Seperti kendaraan bermotor, becak ini dilengkapi takometer sebagai indikator kecepatan, plus indikator daya yang masih tersimpan. Indikator daya ini untuk memberi petunjuk kapan penggunanya perlu membantu menggunakan pedal.
"Si pembuat" juga menambahkan fitur lain pada becak yang diberi nama Becak Listrik Yogyakarta ini. Yakni fungsi maju mundur seperti kendaraan roda empat ditambah sistem pengereman yang sengaja dibuat dobel.
“Becal listrik pertama yang kita buat hanya bisa maju, sekarang kita kembangkan bisa mundur juga,” terangnya.
Untuk menghasilkan becak itu, R Sunarto dan timnya yang terdiri dari 12 orang dari siswa SMK dan dua mahasiswa magang dari UNY membutuhkan dana hingga Rp18,5 juta. Biaya produksi terbilang lumayan mahal karena beberapa komponen seperti aki dan motor listrik yang harganya cukup tinggi.
Kendati begitu, ia mengaku puas dengan hasil yang didapatkan. Apalagi, hasil karya timnya itu sudah dipesan Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) sebanyak 10 unit, meskipun awalnya memesan 20 unit becak untuk dihibahkan ke Pemda DIY.
Hebatnya, 10 unit becak itu dikerjakan hanya dalam waktu satu bulan saja. Itu pun dikerjakan tidak dengan mudah. Karena tim baru bisa bekerja setelah jam pelajaran selesai. “Sekarang sudah selesai dan siap diserahkan ke Kemenristek,” terangnya bangga.
Riyanto, 18, salah satu siswa SMK PIRI 1 mengaku bangga sekolahnya bisa menghasilkan karya inovatif. “Saya senang karena karya ini bisa ikut mengharumkan nama sekolah,” ucapnya.
(lis)