Wujud Syukur, Warga Gedawang Gelar Sedekah Bumi
A
A
A
SEMARANG - Ribuan warga Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang berbondong-bondong menuju kantor Kelurahan Gedawang, Sabtu (13/9).
Dengan antusias, mereka mengikuti prosesi ritual sedekah bumi atau yang lebih dikenal dengan tradisi Apitan yang dilaksanakan rutin tiap tahun di bulan Zulkaidah dalam hitungan kalender Jawa.
Sesuai dengan namanya, warga yang datang ke acara tersebut membawa berbagai macam hasil bumi. Hasil pertanian berupa sayur mayur, buah dan hasil bumi lainnya itu disusun menyerupai gunungan dan diarak warga keliling kampung.
Setelah proses arak-arakan selesai, warga yang ikut serta dalam arak-arakan langsung menyerbu gunungan-gunungan itu. Tanpa dikomando, mereka saling berebut untuk mendapatkan buah, sayur dan benda lainnya dari gunungan dengan alasan ngalap berkah.
“Memang tradisinya seperti itu, setelah diarak langsung diperebutkan. Kami ingin mendapat berkah dari proses ini,” kata Samito,35, salah satu warga yang ikut berebut gunungan itu.
Menurut keterangan ketua panitia Apitan, Pradoto mengatakan, kegiatan tersebut merupakan wujud rasa syukur warga Gedawang kepada Tuhan atas rejeki yang diberikan selama satu tahun terakhir.
Wujudnya dengan cara mengarak hasil bumi itu keliling kampung dan dibagikan kepada warga lainnya.
“Kegiatan ini sebawai wujud syukur kami atas rejeki berupa hasil bumi melimpah yang diberikan Tuhan. Ini sudah rutin diselenggarakan setiap satu tahun sekali,” kata dia.
Selain wujud syukur, tradisi Apitan atau sedekah bumi itu lanjut Pradoto dilakukan sebagai upaya melestarikan budaya leluhur.
Dengan diadakannya kegiatan tersebut, diharapkan masyarakat tidak melupakan nilai-nilai tradisi yang diwariskan nenek moyang.
“Itulah inti sebenarnya dari kegiatan ini, yakni melestarikan budaya dan memupuk semangat kebersamaan, kesetiakawanan social antar warga," paparnya.
Sehingga, tujuan utama yakni membangun Gedawang menjadi lebih maju lagi dapat tercapai.
Sementara itu, Lurah Gedawang Dwiyanto menambahkan, selain arak-arakan gunungan tersebut, kegiatan Apitan juga akan dimeriahkan oleh kegiatan lainnya.
Berbagai kegiatan seperti lomba seni tradisional se Kota Semarang dan pementasan wayang kulit semalam suntuk juga akan diselenggarakan.
“Setiap tahun kegiatan ini memang selalu tersaji dan selalu meriah. Karena itu selain kegiatan ini (sedekah bumi), juga akan ada pementasan wayang kulit semalam suntuk dengan dalang Ki Anom Dwijokangko dari Surakarta.
Selain itu, ada juga sinden Hiromi Kano dari Jepang yang akan turut memeriahkan acara nantinya,” imbuhnya.
Dwiyanto berharap, tradisi tersebut nantinya terus berkembang dan semakin baik lagi. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan tradisi Apitan atau sedekah bumi itu akan menjadi salah satu tradisi budaya yang terkenal di mancanegara.
“Semoga lebih baik agar mampu mengangkat pariwisata di Kota Semarang,” pungkasnya.
Dengan antusias, mereka mengikuti prosesi ritual sedekah bumi atau yang lebih dikenal dengan tradisi Apitan yang dilaksanakan rutin tiap tahun di bulan Zulkaidah dalam hitungan kalender Jawa.
Sesuai dengan namanya, warga yang datang ke acara tersebut membawa berbagai macam hasil bumi. Hasil pertanian berupa sayur mayur, buah dan hasil bumi lainnya itu disusun menyerupai gunungan dan diarak warga keliling kampung.
Setelah proses arak-arakan selesai, warga yang ikut serta dalam arak-arakan langsung menyerbu gunungan-gunungan itu. Tanpa dikomando, mereka saling berebut untuk mendapatkan buah, sayur dan benda lainnya dari gunungan dengan alasan ngalap berkah.
“Memang tradisinya seperti itu, setelah diarak langsung diperebutkan. Kami ingin mendapat berkah dari proses ini,” kata Samito,35, salah satu warga yang ikut berebut gunungan itu.
Menurut keterangan ketua panitia Apitan, Pradoto mengatakan, kegiatan tersebut merupakan wujud rasa syukur warga Gedawang kepada Tuhan atas rejeki yang diberikan selama satu tahun terakhir.
Wujudnya dengan cara mengarak hasil bumi itu keliling kampung dan dibagikan kepada warga lainnya.
“Kegiatan ini sebawai wujud syukur kami atas rejeki berupa hasil bumi melimpah yang diberikan Tuhan. Ini sudah rutin diselenggarakan setiap satu tahun sekali,” kata dia.
Selain wujud syukur, tradisi Apitan atau sedekah bumi itu lanjut Pradoto dilakukan sebagai upaya melestarikan budaya leluhur.
Dengan diadakannya kegiatan tersebut, diharapkan masyarakat tidak melupakan nilai-nilai tradisi yang diwariskan nenek moyang.
“Itulah inti sebenarnya dari kegiatan ini, yakni melestarikan budaya dan memupuk semangat kebersamaan, kesetiakawanan social antar warga," paparnya.
Sehingga, tujuan utama yakni membangun Gedawang menjadi lebih maju lagi dapat tercapai.
Sementara itu, Lurah Gedawang Dwiyanto menambahkan, selain arak-arakan gunungan tersebut, kegiatan Apitan juga akan dimeriahkan oleh kegiatan lainnya.
Berbagai kegiatan seperti lomba seni tradisional se Kota Semarang dan pementasan wayang kulit semalam suntuk juga akan diselenggarakan.
“Setiap tahun kegiatan ini memang selalu tersaji dan selalu meriah. Karena itu selain kegiatan ini (sedekah bumi), juga akan ada pementasan wayang kulit semalam suntuk dengan dalang Ki Anom Dwijokangko dari Surakarta.
Selain itu, ada juga sinden Hiromi Kano dari Jepang yang akan turut memeriahkan acara nantinya,” imbuhnya.
Dwiyanto berharap, tradisi tersebut nantinya terus berkembang dan semakin baik lagi. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan tradisi Apitan atau sedekah bumi itu akan menjadi salah satu tradisi budaya yang terkenal di mancanegara.
“Semoga lebih baik agar mampu mengangkat pariwisata di Kota Semarang,” pungkasnya.
(ilo)