Ini Sejarah Nama Jalan dan Tempat di Jakarta (Bagian-1)
A
A
A
Setiap jalan dan daerah di Kota Jakarta, ternyata menyimpan kisah, cerita, dan sejarah yang berkaitan dengan asal usul nama jalan dan daerah tersebut. Ada daerah Glodok, Senayan, Tanah Abang, dan nama-nama wilayah lainnya yang akrab di telinga warga ibu kota.
Glodok yang berlokasi di Jakarta Barat misalnya, berasal dari kata gerojok yang merupakan sebutan dari bunyi air yang jatuh dari pancuran air. Dahulu, di tempat itu ada semacam waduk penampungan air Sungai Ciliwung. Namun, orang Tionghoa dan keturunannya sulit menyebut kata gerojok. Mereka sering menyebutnya glodok hingga kawasan tersebut dikenal dengan sebutan glodok.
Bagaimana dengan Senayan, Jakarta Pusat? Dahulu, daerah Senayan adalah milik seseorang yang bernama Wangsanayan yang berasal dari Bali. Tanah tersebut disebut warga dengan sebutan Wangsanayan yang berarti tanah tempat tinggal atau tanah milik Wangsanayan. Lambat laun, banyak orang menyingkat nama Wangsanayan menjadi senayan.
Lalu, ada daerah Tanah Abang yang juga berada di Jakarta Pusat. Konon, Tanah Abang diberi nama oleh orang-orang Mataram yang membuat pertahanan di daerah tersebut ketika menyerbu Kota Batavia Tahun 1628. Pasukan tentara Mataram tidak hanya datang melalui laut Jawa, melainkan juga melalui darat dari arah Selatan. Ada kemungkinan pasukan tentara Mataram itulah yang memberi nama Tanah Abang, karena tanahnya berwarna merah, atau abang (menurut bahasa Jawa).
Daerah Kwitang, Jakarta Pusat, juga punya asal usulnya. Dahulu, sebagian tanah di wilayah tersebut dikuasai dan dimiliki oleh tuan tanah yang sangat kaya raya sekali bernama Kwik Tang Kiam. Orang Betawi zaman dulu menyebut daerah itu sebagai kampung si Kwitang dan akhirnya lambat laun tempat tersebut dinamai Kwitang.
Lain lagi dengan Menteng. Daerah yang terkenal dengan perumahan mewah di Jakarta Pusat tersebut ternyata dahulu kala merupakan hutan yang banyak pohon buah menteng. Sehingga, orang banyak yang menyebut wilayah tersebut dengan nama Kampung Menteng. Setelah tanah itu dibeli oleh Pemerintah Belanda pada Tahun 1912 sebagai lokasi perumahan pegawai Pemerintah Hindia Belanda, kemudian daerah itu disebut Menteng.
Karet Tengsin juga punya sejarahnya. Nama daerah yang kini termasuk kawasan segitiga emas Kuningan ini berasal dari nama orang China yang kaya raya dan baik hati. Orang itu bernama Tan Teng Sien. Karena baik hati dan selalu memberi bantuan kepada orang-orang sekitar kampung, maka Tan Teng Sien cepat dikenal oleh masyarakat sekitar dan selalu menyebut daerah itu dengan sebutan daerah Teng Sien. Karena pada waktu itu banyak pohon karet, maka daerah itu dikenal dengan nama Karet Tengsin.
Kalau Kebayoran berasal dari kata kebayuran, yang artinya tempat penimbunan kayu bayur. Kayu bayur sangat baik untuk dijadikan kayu bangunan karena kekuatanya, serta tahan terhadap rayap. Akhirnya, kebayuran kerap kali disebut orang dengan sebutan kebayoran yang kemudian jadi nama salah satu kawasan di Jakarta Selatan.
Sementara, Lebak Bulus terkenal dengan stadion dan terminalnya diambil dari kata “lebak” yang artinya lembah dan “bulus” yang berarti kura-kura. Jadi lebak bulus dapat disamakan dengan lembah kura-kura. Kawasan ini memang kontur tanahnya tidak rata, seperti lembah di Sungai Grogol dan Sungai Pesanggrahan. Dua sungai yang mengalir di daerah tersebut memang terdapat banyak sekali kura-kura alias bulus.
Daerah Kebagusan, yang menjadi tempat hunian mantan Presiden Megawati di Jakarta Selatan berasal dari nama seorang gadis jelita, Tubagus Letak Lenang. Konon, kecantikan gadis keturunan kesultanan Banten ini membuat banyak pemuda ingin meminangnya. Agar tidak mengecewakan hati para pemuda, ia akhirnya memilih bunuh diri. Sampai sekarang makam itu masih ada dan dikenal dengan nama Ibu Bagus.
Sedangkan, daerah Ragunan berasal dari Wiraguna, yaitu gelar yang disandang tuan tanah pertama di kawasan tersebut, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperoleh dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, putra Sultan Ageng Tirtayasa. Lambat laun, dikenal dengan sebutan Ragunan.
Cawang juga punya asal usulnya. Dahulu, ketika belanda berkuasa, ada seorang letnan Melayu yang mengabdi pada kompeni, bernama Ende Awang. Ende Awang bersama anak buahnya bermukim di kawasan yang tak jauh dari Jatinegara. Lama kelamaan sebutan Ende Awang berubah menjadi Cawang. (Referensi: Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta, Dinas Pariwisata dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta, 2004)
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Glodok yang berlokasi di Jakarta Barat misalnya, berasal dari kata gerojok yang merupakan sebutan dari bunyi air yang jatuh dari pancuran air. Dahulu, di tempat itu ada semacam waduk penampungan air Sungai Ciliwung. Namun, orang Tionghoa dan keturunannya sulit menyebut kata gerojok. Mereka sering menyebutnya glodok hingga kawasan tersebut dikenal dengan sebutan glodok.
Bagaimana dengan Senayan, Jakarta Pusat? Dahulu, daerah Senayan adalah milik seseorang yang bernama Wangsanayan yang berasal dari Bali. Tanah tersebut disebut warga dengan sebutan Wangsanayan yang berarti tanah tempat tinggal atau tanah milik Wangsanayan. Lambat laun, banyak orang menyingkat nama Wangsanayan menjadi senayan.
Lalu, ada daerah Tanah Abang yang juga berada di Jakarta Pusat. Konon, Tanah Abang diberi nama oleh orang-orang Mataram yang membuat pertahanan di daerah tersebut ketika menyerbu Kota Batavia Tahun 1628. Pasukan tentara Mataram tidak hanya datang melalui laut Jawa, melainkan juga melalui darat dari arah Selatan. Ada kemungkinan pasukan tentara Mataram itulah yang memberi nama Tanah Abang, karena tanahnya berwarna merah, atau abang (menurut bahasa Jawa).
Daerah Kwitang, Jakarta Pusat, juga punya asal usulnya. Dahulu, sebagian tanah di wilayah tersebut dikuasai dan dimiliki oleh tuan tanah yang sangat kaya raya sekali bernama Kwik Tang Kiam. Orang Betawi zaman dulu menyebut daerah itu sebagai kampung si Kwitang dan akhirnya lambat laun tempat tersebut dinamai Kwitang.
Lain lagi dengan Menteng. Daerah yang terkenal dengan perumahan mewah di Jakarta Pusat tersebut ternyata dahulu kala merupakan hutan yang banyak pohon buah menteng. Sehingga, orang banyak yang menyebut wilayah tersebut dengan nama Kampung Menteng. Setelah tanah itu dibeli oleh Pemerintah Belanda pada Tahun 1912 sebagai lokasi perumahan pegawai Pemerintah Hindia Belanda, kemudian daerah itu disebut Menteng.
Karet Tengsin juga punya sejarahnya. Nama daerah yang kini termasuk kawasan segitiga emas Kuningan ini berasal dari nama orang China yang kaya raya dan baik hati. Orang itu bernama Tan Teng Sien. Karena baik hati dan selalu memberi bantuan kepada orang-orang sekitar kampung, maka Tan Teng Sien cepat dikenal oleh masyarakat sekitar dan selalu menyebut daerah itu dengan sebutan daerah Teng Sien. Karena pada waktu itu banyak pohon karet, maka daerah itu dikenal dengan nama Karet Tengsin.
Kalau Kebayoran berasal dari kata kebayuran, yang artinya tempat penimbunan kayu bayur. Kayu bayur sangat baik untuk dijadikan kayu bangunan karena kekuatanya, serta tahan terhadap rayap. Akhirnya, kebayuran kerap kali disebut orang dengan sebutan kebayoran yang kemudian jadi nama salah satu kawasan di Jakarta Selatan.
Sementara, Lebak Bulus terkenal dengan stadion dan terminalnya diambil dari kata “lebak” yang artinya lembah dan “bulus” yang berarti kura-kura. Jadi lebak bulus dapat disamakan dengan lembah kura-kura. Kawasan ini memang kontur tanahnya tidak rata, seperti lembah di Sungai Grogol dan Sungai Pesanggrahan. Dua sungai yang mengalir di daerah tersebut memang terdapat banyak sekali kura-kura alias bulus.
Daerah Kebagusan, yang menjadi tempat hunian mantan Presiden Megawati di Jakarta Selatan berasal dari nama seorang gadis jelita, Tubagus Letak Lenang. Konon, kecantikan gadis keturunan kesultanan Banten ini membuat banyak pemuda ingin meminangnya. Agar tidak mengecewakan hati para pemuda, ia akhirnya memilih bunuh diri. Sampai sekarang makam itu masih ada dan dikenal dengan nama Ibu Bagus.
Sedangkan, daerah Ragunan berasal dari Wiraguna, yaitu gelar yang disandang tuan tanah pertama di kawasan tersebut, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperoleh dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, putra Sultan Ageng Tirtayasa. Lambat laun, dikenal dengan sebutan Ragunan.
Cawang juga punya asal usulnya. Dahulu, ketika belanda berkuasa, ada seorang letnan Melayu yang mengabdi pada kompeni, bernama Ende Awang. Ende Awang bersama anak buahnya bermukim di kawasan yang tak jauh dari Jatinegara. Lama kelamaan sebutan Ende Awang berubah menjadi Cawang. (Referensi: Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta, Dinas Pariwisata dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta, 2004)
Sumber: diolah dari berbagai sumber
(ilo)