Kisah Bocah 3,5 Tahun yang Dipisahkan Ayah Kandungnya
A
A
A
NAMANYA Steven Zarka, usia 3,5 tahun. Sejak dilahirkan hingga sebesar ini, dia hidup bersama sang ayah kandung Imam Santoso (35). Sedangkan ibunya, belum diketahui di mana, dan siapa.
Sehari-hari, Steven diajak sang ayah menyusuri jalanan Kota Jombang. Di seputaran Taman Kebun Rojo, mereka biasanya berada. Di sana, pada siang hari, Steven diajak sang ayah mengamen.
Malam harinya, di depan warung-warung tenda, Steven dipaksa sang ayah untuk mengemis. Uangnya, mereka pergunakan untuk makan, dan menyambung hidup di jalanan.
Ketika letih, Steven dan ayahnya tidur di depan ruko yang telah tutup, beralaskan korban, kardus, dan berselimutkan kantong plastik. Kadang, ketika cuaca terang, mereka pulas di bawah pohon.
Aktivitas itu, dilakukan setiap hari oleh Steven dan ayahnya. Lama hidup di jalanan, telah membuat Steven mandiri. Pekerjaan menjadi pengamen dan pengemis, telah membentuk kepribadiannya. Namun begitu, Steven tetap seorang anak-anak.
Jalanan adalah tempat bermain, sekaligus tempat belajar baginya. Alam dan kerasnya kehidupan, merupakan guru baginya. Hingga akhirnya, dia dan ayahnya terjaring razia gelandangan dan pengemis, pada Selasa 2 September 2014 siang.
Steven dan ayahnya pun dibawa ke kantor polisi. Mereka dianggap sebagai pesakitan, dipandang sebelah mata, dan dilihat seperti sampah masyarakat. Namun begitu, Steven tidak cengeng. Anak itu tetap tegar.
Hal yang mungkin membuatnya sedih adalah, saat dia dipisahkan oleh ayah kandungnya. Perpisahan antara Steven dan ayahnya itu sempat berlangsung dramatis. Sang ayah sempat menolak dan melawan petugas.
Namun, dia tidak berdaya ketika petugas mengancam. Kata petugas, jika dia tetap mengajak Steven hidup di jalanan, menjadi gelandangan dan pengemis, maka dia akan dikenakan hukuman berat, karena dituduh mengeksploitasi anak.
Dia pun akhirnya menyerah dan merelakan Steven dikurung dalam rumah "tahanan" anak yang bernama panti asuhan Al-hasan di Desa Watugaluh, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.
Lama hidup di jalanan, tidak membuat Steven kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya. Pihak panti asuhan mengklaim, Steven sangat ceria dan merasa senang, karena memiliki banyak teman baru di tempat penampungan itu.
Bahkan, sejak semalam dipisahkan dari ayahnya, Steven tidak terlihat sedih. Dia terkesan bisa menyimpan rasa sedihnya di dalam hati, dan tetap tersenyum, serta berbaur kepada teman-temannya barunya.
Sementara Steven mulai hidup "enak", sang ayah kembali hidup dijalanan, menjadi gelandangan dan pengemis. Petugas Satpol PP dan polisi yang memeriksanya, telah memisahkan ayah dan anak ini.
Sehari-hari, Steven diajak sang ayah menyusuri jalanan Kota Jombang. Di seputaran Taman Kebun Rojo, mereka biasanya berada. Di sana, pada siang hari, Steven diajak sang ayah mengamen.
Malam harinya, di depan warung-warung tenda, Steven dipaksa sang ayah untuk mengemis. Uangnya, mereka pergunakan untuk makan, dan menyambung hidup di jalanan.
Ketika letih, Steven dan ayahnya tidur di depan ruko yang telah tutup, beralaskan korban, kardus, dan berselimutkan kantong plastik. Kadang, ketika cuaca terang, mereka pulas di bawah pohon.
Aktivitas itu, dilakukan setiap hari oleh Steven dan ayahnya. Lama hidup di jalanan, telah membuat Steven mandiri. Pekerjaan menjadi pengamen dan pengemis, telah membentuk kepribadiannya. Namun begitu, Steven tetap seorang anak-anak.
Jalanan adalah tempat bermain, sekaligus tempat belajar baginya. Alam dan kerasnya kehidupan, merupakan guru baginya. Hingga akhirnya, dia dan ayahnya terjaring razia gelandangan dan pengemis, pada Selasa 2 September 2014 siang.
Steven dan ayahnya pun dibawa ke kantor polisi. Mereka dianggap sebagai pesakitan, dipandang sebelah mata, dan dilihat seperti sampah masyarakat. Namun begitu, Steven tidak cengeng. Anak itu tetap tegar.
Hal yang mungkin membuatnya sedih adalah, saat dia dipisahkan oleh ayah kandungnya. Perpisahan antara Steven dan ayahnya itu sempat berlangsung dramatis. Sang ayah sempat menolak dan melawan petugas.
Namun, dia tidak berdaya ketika petugas mengancam. Kata petugas, jika dia tetap mengajak Steven hidup di jalanan, menjadi gelandangan dan pengemis, maka dia akan dikenakan hukuman berat, karena dituduh mengeksploitasi anak.
Dia pun akhirnya menyerah dan merelakan Steven dikurung dalam rumah "tahanan" anak yang bernama panti asuhan Al-hasan di Desa Watugaluh, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.
Lama hidup di jalanan, tidak membuat Steven kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya. Pihak panti asuhan mengklaim, Steven sangat ceria dan merasa senang, karena memiliki banyak teman baru di tempat penampungan itu.
Bahkan, sejak semalam dipisahkan dari ayahnya, Steven tidak terlihat sedih. Dia terkesan bisa menyimpan rasa sedihnya di dalam hati, dan tetap tersenyum, serta berbaur kepada teman-temannya barunya.
Sementara Steven mulai hidup "enak", sang ayah kembali hidup dijalanan, menjadi gelandangan dan pengemis. Petugas Satpol PP dan polisi yang memeriksanya, telah memisahkan ayah dan anak ini.
(san)