Pasangan Lansia Terharu Terima Buku Nikah
A
A
A
PASURUAN - Wajah-wajah ceria terpancar dari raut muka para pasangan pengantin yang baru mengucap ijab kabul. Bukan karena mendapatkan mahar (mas kawin) dari sang pujaan hati, melainkan sebuah buku nikah yang selama belasan bahkan puluhan tahun yang tak pernah dimilikinya.
Para pengantin yang kembali mengucap akad nikah di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pasuruan ini, merupakan peserta nikah massal dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI. Pasangan suami istri (pasutri) ini adalah keluarga tidak mampu di wilayah Kota Pasuruan. Beberapa di antaranya bahkan sudah berusia lanjut (lansia).
Pasutri Supartono (62 ) dan Tila (61), begitu bahagia saat menerima dua buah buku nikah sebagai pertanda peresmian pernikahannya. Sang istri nampak melelehkan air matanya karena merasa terharu. Warga Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Mandaranrejo, Kecamatan Panggungrejo ini bahkan tak canggung untuk menunjukkan surat nikahnya.
"Saya teringat orangtua yang dulu mendampingi pernikahan," ujar nenek Tila, seraya menundukkan kepalanya.
Sebanyak 21 pasutri yang sebagian besar berusia di atas 50 tahun tersebut, selama ini belum memiliki akta pernikahan sebagai bukti sah bahwa mereka telah membentuk ikatan keluarga. Keterbatasan ekonomi dan rendahnya kesadaran akan pentingnya akta pernikahan ini yang menjadi penyebab para pasutri memilih menikah secara siri.
Kepala Kemenag Kota Pasuruan Makmur Salim mengungkapkan, pernikahan siri hingga saat ini masih dilakukan masyarakat. Mereka menganggap bahwa pernikahan siri sudah merupakan bentuk pernikahan yang sah secara agama. Namun mereka belum memahami akan pentingnya kepemilikan akta nikah.
"Nikah masal ini sebagai upaya untuk mengurangi pernikahan siri yang masih terjadi di masyarakat. Melalui pernikahan massal, para pasutri mendapatkan buku akta nikah yang menjadi bukti diakuinya secara agama dan negara," kata Makmur Salim.
Pernikahan masal yang diperuntukkan bagi keluarga tidak mampu ini, lanjut Makmur Salim, tidak dikenakan biaya sepersen pun. Sebaliknya, para pasutri ini juga mendapatkan uang mahar sebesar Rp100.000 yang diberikan dari Kantor Kemenag.
"Nikah massal ini juga sebagai sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2014 yang mengatur tentang biaya nikah gratis yang dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) pada hari dan jam kerja. Tapi jika memanggil penghulu dikenakan biaya Rp600.000 yang dibayarkan melalui bank yang ditunjuk," kata Makmur Salim.
Para pengantin yang kembali mengucap akad nikah di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pasuruan ini, merupakan peserta nikah massal dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI. Pasangan suami istri (pasutri) ini adalah keluarga tidak mampu di wilayah Kota Pasuruan. Beberapa di antaranya bahkan sudah berusia lanjut (lansia).
Pasutri Supartono (62 ) dan Tila (61), begitu bahagia saat menerima dua buah buku nikah sebagai pertanda peresmian pernikahannya. Sang istri nampak melelehkan air matanya karena merasa terharu. Warga Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Mandaranrejo, Kecamatan Panggungrejo ini bahkan tak canggung untuk menunjukkan surat nikahnya.
"Saya teringat orangtua yang dulu mendampingi pernikahan," ujar nenek Tila, seraya menundukkan kepalanya.
Sebanyak 21 pasutri yang sebagian besar berusia di atas 50 tahun tersebut, selama ini belum memiliki akta pernikahan sebagai bukti sah bahwa mereka telah membentuk ikatan keluarga. Keterbatasan ekonomi dan rendahnya kesadaran akan pentingnya akta pernikahan ini yang menjadi penyebab para pasutri memilih menikah secara siri.
Kepala Kemenag Kota Pasuruan Makmur Salim mengungkapkan, pernikahan siri hingga saat ini masih dilakukan masyarakat. Mereka menganggap bahwa pernikahan siri sudah merupakan bentuk pernikahan yang sah secara agama. Namun mereka belum memahami akan pentingnya kepemilikan akta nikah.
"Nikah masal ini sebagai upaya untuk mengurangi pernikahan siri yang masih terjadi di masyarakat. Melalui pernikahan massal, para pasutri mendapatkan buku akta nikah yang menjadi bukti diakuinya secara agama dan negara," kata Makmur Salim.
Pernikahan masal yang diperuntukkan bagi keluarga tidak mampu ini, lanjut Makmur Salim, tidak dikenakan biaya sepersen pun. Sebaliknya, para pasutri ini juga mendapatkan uang mahar sebesar Rp100.000 yang diberikan dari Kantor Kemenag.
"Nikah massal ini juga sebagai sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2014 yang mengatur tentang biaya nikah gratis yang dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) pada hari dan jam kerja. Tapi jika memanggil penghulu dikenakan biaya Rp600.000 yang dibayarkan melalui bank yang ditunjuk," kata Makmur Salim.
(zik)