Tiga Mucikari Papan Atas Ditangkap
A
A
A
SURABAYA - Subdit IV Renata Direskrimum Polda Jatim kembali berhasil membongkar perdagangan orang atau trafficking papan atas. Kali ini, tiga orang yang bertindak sebagai mucikari berhasil ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiga mucikari tersebut adalah Gery (29), warga Kupang, NTT; Halim (20), asal Jakarta; dan Indroe (21), warga Surabaya. Ketiganya merupakan jaringan terpisah dan mempunyai anak buah sendiri-sendiri. Gery punya tiga anak buah yang siap diperkerjakan untuk melayani pelanggan. Kemudian Halim punya 12 anak buah, dan Indroe punya lima anak buah. Semua wanita yang siap mereka pekerjakan itu rata-rata berusia antara 25-30 tahun.
Kasubid PID Bid Humas Polda Jatim AKBP Azizah Hani mengatakan, tarif sekali booking untuk anak buah tiga orang tersangka ini antara Rp4 juta sampai Rp5 juta. Modus yang mereka lakukan nyaris sama dengan trafficking yang sebelumnya, mereka menggunakan sarana jaringan seluler dan BlackBerry.
Sedangkan untuk Gery juga menggunakan seorang perantara berinisial L. Sampai saat ini, L masih dalam pengejaran polisi. Para pelanggan mereka kebanyakan adalah pengusaha, kaum borjuis, dan juga pejabat dari Surabaya atau kota lainnya. Biasanya mereka melakukan pertemuan dengan pelanggannya di sebuah hotel.
"Untuk sekali booking, para mucikari ini mendapatkan bagian 30 persen, sedangkan anak buahnya yang melayani tamu mendapatkan bagian 70 persen," kata Hany, Jumat (18/7/2014).
Terbongkarnya kasus ini berawal dari informasi masyarakat adanya trafficking yang langsung ditindaklanjuti dengan penyelidikan. Bahkan, untuk membongkar trafficking ini, anggota Polda Jatim membutuhkan waktu dua minggu. Hingga akhirnya mendapatkan informasi salah satu di antara mereka yaitu Gery sedang ada transaksi di salah satu hotel bintang lima di Surabaya.
Anggota segera melakukan upaya penggerebekan ke hotel tersebut. Benar saja, pada pukul 20.00 WIB Rabu (16/7/2014), anggota mendapati Gery sedang di lobi hotel, menunggu anak buahnya yang sedang melayani pelanggan. Polisi segera menuju ke kamar hotel tempat anak buah Gery sedang melayani pelanggan. Dari penggerebekan ini, polisi berhasil menyita beberapa barang bukti mulai dari yang hasil transaksi, ponsel, dan beberapa kondom.
Selain menangkap Gery, polisi juga berhasil mengembangkan kasusnya ini dan mendapatkan nama Indroe serta Halim. Polisi segera melakukan upaya penangkapan terhadap kedua mucikari tersebut. Polisi berhasil menangkap keduanya di tempat berbeda saat mengantarkan anak buahnya menemui pelanggan.
"Anak buah Indroe ini kebanyakan dari daerah Jawa Barat. Mereka sengaja didatangkan ke Surabaya untuk melayani para pelanggan," tandas Hany.
Dari penggerebekan ini, polisi mengamankan uang tunai sebesar Rp15 juta dari Indroe, dan Rp16 juta dari tangan Halim. "Saat ini kami masih melakukan pengembangan, dengan mencari L yang masih DPO serta jaringan dari ketiga tersangka," ujarnya.
Sementara itu Gery mengaku bahwa dia baru satu bulan terakhir ini menekuni bisnis esek-esek kelas atas itu. Apa, saat ini dia bersama dua tersangka lainnya harus mendekam dalam penjara dengan jeratan Pasal 296 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 tahun 4 bulan. Dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana penjara 1 tahun.
Ketiga mucikari tersebut adalah Gery (29), warga Kupang, NTT; Halim (20), asal Jakarta; dan Indroe (21), warga Surabaya. Ketiganya merupakan jaringan terpisah dan mempunyai anak buah sendiri-sendiri. Gery punya tiga anak buah yang siap diperkerjakan untuk melayani pelanggan. Kemudian Halim punya 12 anak buah, dan Indroe punya lima anak buah. Semua wanita yang siap mereka pekerjakan itu rata-rata berusia antara 25-30 tahun.
Kasubid PID Bid Humas Polda Jatim AKBP Azizah Hani mengatakan, tarif sekali booking untuk anak buah tiga orang tersangka ini antara Rp4 juta sampai Rp5 juta. Modus yang mereka lakukan nyaris sama dengan trafficking yang sebelumnya, mereka menggunakan sarana jaringan seluler dan BlackBerry.
Sedangkan untuk Gery juga menggunakan seorang perantara berinisial L. Sampai saat ini, L masih dalam pengejaran polisi. Para pelanggan mereka kebanyakan adalah pengusaha, kaum borjuis, dan juga pejabat dari Surabaya atau kota lainnya. Biasanya mereka melakukan pertemuan dengan pelanggannya di sebuah hotel.
"Untuk sekali booking, para mucikari ini mendapatkan bagian 30 persen, sedangkan anak buahnya yang melayani tamu mendapatkan bagian 70 persen," kata Hany, Jumat (18/7/2014).
Terbongkarnya kasus ini berawal dari informasi masyarakat adanya trafficking yang langsung ditindaklanjuti dengan penyelidikan. Bahkan, untuk membongkar trafficking ini, anggota Polda Jatim membutuhkan waktu dua minggu. Hingga akhirnya mendapatkan informasi salah satu di antara mereka yaitu Gery sedang ada transaksi di salah satu hotel bintang lima di Surabaya.
Anggota segera melakukan upaya penggerebekan ke hotel tersebut. Benar saja, pada pukul 20.00 WIB Rabu (16/7/2014), anggota mendapati Gery sedang di lobi hotel, menunggu anak buahnya yang sedang melayani pelanggan. Polisi segera menuju ke kamar hotel tempat anak buah Gery sedang melayani pelanggan. Dari penggerebekan ini, polisi berhasil menyita beberapa barang bukti mulai dari yang hasil transaksi, ponsel, dan beberapa kondom.
Selain menangkap Gery, polisi juga berhasil mengembangkan kasusnya ini dan mendapatkan nama Indroe serta Halim. Polisi segera melakukan upaya penangkapan terhadap kedua mucikari tersebut. Polisi berhasil menangkap keduanya di tempat berbeda saat mengantarkan anak buahnya menemui pelanggan.
"Anak buah Indroe ini kebanyakan dari daerah Jawa Barat. Mereka sengaja didatangkan ke Surabaya untuk melayani para pelanggan," tandas Hany.
Dari penggerebekan ini, polisi mengamankan uang tunai sebesar Rp15 juta dari Indroe, dan Rp16 juta dari tangan Halim. "Saat ini kami masih melakukan pengembangan, dengan mencari L yang masih DPO serta jaringan dari ketiga tersangka," ujarnya.
Sementara itu Gery mengaku bahwa dia baru satu bulan terakhir ini menekuni bisnis esek-esek kelas atas itu. Apa, saat ini dia bersama dua tersangka lainnya harus mendekam dalam penjara dengan jeratan Pasal 296 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 tahun 4 bulan. Dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana penjara 1 tahun.
(zik)