13 Tersangka Korupsi Asuransi Fiktif Ajukan SP3
A
A
A
SEMARANG - Sebanyak 13 orang dari 17 tersangka, mantan anggota DPRD Kota Semarang yang diduga terlibat kasus dugaan korupsi asuransi fiktif Rp1,7 miliar minta Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3).
Permintaan itu disampaikan para tersangka melalui tim penasihat hukumnya yang diketuai Musafak, dengan menyurati Kapolrestabes Semarang. Surat yang dikirim Senin 16 Juni 2014 itu, ditembuskan ke Kejaksaan Tinggi Jateng dan Kapolda Jateng.
"Intinya para tersangka meminta agar Kapolrestabes menerbitkan SP3 atas kasus yang menjerat para legislator tersebut," kata Musafak, kepada wartawan, Selasa (17/6/2014).
Dia menjelaskan, berdasarkan analisa dari aspek yuridis, kasus ini tidak layak dinaikkan. Sebab terhadap kasus yang sama meski terdakwa berbeda, tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kali.
Musafak menjadikan putusan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap enam terdakwa lain dalam kasus yang sama, sebagai alasan yuridis untuk mengajukan permohonan SP3 kepada Kapolrestabes Semarang.
Untuk diketahui, keputusan MA No.2078 K/pidsus/2009 telah membebaskan terdakwa Father Ranchman, Santoso Hutomo, Agustina Wilijeng P, Thohir Sandirjo, Shonhaji Zaenuri, dan Hindarto Handoyo.
Para terdakwa yang dibebaskan ini merupakan mantan anggota DPRD Kota Semarang periode 1999-2004. Mereka diseret ke Pengadilan Tipikor, karena diduga menerimah dana asuransi fiktif.
Kini Polrestabes telah menetapkan lagi 17 orang mantan anggota Dewan sebagai tersangka. "Jika dalam kasus yang sama meski terdakwanya berbeda, maka seharusnya dihentikan," terangnya.
Menurutnya, pemberian asuransi oleh PT Pasaraya Life Insurance tidak melawan hukum, sebab sudah dituangkan dan disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) No.10 tahun 2002. Dalam perda tersebut terdapat mata anggaran untuk asuransi bagi anggota dewan yang akan memasuki masa purnabakti.
"Logikanya jika ini perintah perda, maka bukan perbuatan melawan hukum atau pidana. Apalagi perda ini pun tidak pernah dibatalkan Gubernur," jelasnya.
Pertimbangan perda itulah yang diduga dipakai MA dalam memutus bebas para terdakwa terdahulu. Dengan dasar hukum ini, tim penasihat hukum menilai para tersangka hanya menjadi korban penipuan dan penggelapan para pimpinan dewan.
Progam asuransi ini dikelola dan dikoordinir pimpinan dewan dengan pihak PT Pasaraya Life Insurance. Mereka seolah-olah memasukan dana asuransi. Padahal kenyataannya tidak.
Terkait permintaan SP3 ini, Prof Nyoman Serikat menyatakan, untuk kasus yang sama yang melibatkan orang banyak, meski sudah putusan untuk terdakwa lain, maka sepanjang belum pernah diajukan untuk terdakwa lain, boleh saja tidak ada ne bis in idem.
Sebelumnya, Polrestabes Semarang menetapkan 17 orang mantan anggota dewan sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam kasus asuransi fiktif Rp1,7 miliar. Namun kini tinggal 16 orang yang bakal dibawa ke meja hijau, lantaran satu orang tersangka atas nama Edy Santoso dari PDIP meninggal dunia.
Para tersangka yang bermohon SP3 pada Polrestabes Semarang antara lain Rudy Soehardjo, Achmad Munif, Otok Riyanto, Sri Munasir, Sugiono AP, Adikhuntoro, Bambang Suprayogie, Siyam Sutopo, Hr. Heru Widyatmoko H Zaenuddin Bukhori, Siti Markamah, Leonard Andhik Suryono, dan Idris Imron.
Permintaan itu disampaikan para tersangka melalui tim penasihat hukumnya yang diketuai Musafak, dengan menyurati Kapolrestabes Semarang. Surat yang dikirim Senin 16 Juni 2014 itu, ditembuskan ke Kejaksaan Tinggi Jateng dan Kapolda Jateng.
"Intinya para tersangka meminta agar Kapolrestabes menerbitkan SP3 atas kasus yang menjerat para legislator tersebut," kata Musafak, kepada wartawan, Selasa (17/6/2014).
Dia menjelaskan, berdasarkan analisa dari aspek yuridis, kasus ini tidak layak dinaikkan. Sebab terhadap kasus yang sama meski terdakwa berbeda, tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kali.
Musafak menjadikan putusan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap enam terdakwa lain dalam kasus yang sama, sebagai alasan yuridis untuk mengajukan permohonan SP3 kepada Kapolrestabes Semarang.
Untuk diketahui, keputusan MA No.2078 K/pidsus/2009 telah membebaskan terdakwa Father Ranchman, Santoso Hutomo, Agustina Wilijeng P, Thohir Sandirjo, Shonhaji Zaenuri, dan Hindarto Handoyo.
Para terdakwa yang dibebaskan ini merupakan mantan anggota DPRD Kota Semarang periode 1999-2004. Mereka diseret ke Pengadilan Tipikor, karena diduga menerimah dana asuransi fiktif.
Kini Polrestabes telah menetapkan lagi 17 orang mantan anggota Dewan sebagai tersangka. "Jika dalam kasus yang sama meski terdakwanya berbeda, maka seharusnya dihentikan," terangnya.
Menurutnya, pemberian asuransi oleh PT Pasaraya Life Insurance tidak melawan hukum, sebab sudah dituangkan dan disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) No.10 tahun 2002. Dalam perda tersebut terdapat mata anggaran untuk asuransi bagi anggota dewan yang akan memasuki masa purnabakti.
"Logikanya jika ini perintah perda, maka bukan perbuatan melawan hukum atau pidana. Apalagi perda ini pun tidak pernah dibatalkan Gubernur," jelasnya.
Pertimbangan perda itulah yang diduga dipakai MA dalam memutus bebas para terdakwa terdahulu. Dengan dasar hukum ini, tim penasihat hukum menilai para tersangka hanya menjadi korban penipuan dan penggelapan para pimpinan dewan.
Progam asuransi ini dikelola dan dikoordinir pimpinan dewan dengan pihak PT Pasaraya Life Insurance. Mereka seolah-olah memasukan dana asuransi. Padahal kenyataannya tidak.
Terkait permintaan SP3 ini, Prof Nyoman Serikat menyatakan, untuk kasus yang sama yang melibatkan orang banyak, meski sudah putusan untuk terdakwa lain, maka sepanjang belum pernah diajukan untuk terdakwa lain, boleh saja tidak ada ne bis in idem.
Sebelumnya, Polrestabes Semarang menetapkan 17 orang mantan anggota dewan sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam kasus asuransi fiktif Rp1,7 miliar. Namun kini tinggal 16 orang yang bakal dibawa ke meja hijau, lantaran satu orang tersangka atas nama Edy Santoso dari PDIP meninggal dunia.
Para tersangka yang bermohon SP3 pada Polrestabes Semarang antara lain Rudy Soehardjo, Achmad Munif, Otok Riyanto, Sri Munasir, Sugiono AP, Adikhuntoro, Bambang Suprayogie, Siyam Sutopo, Hr. Heru Widyatmoko H Zaenuddin Bukhori, Siti Markamah, Leonard Andhik Suryono, dan Idris Imron.
(san)