Kronologi Pembabatan Hutan Lindung di Garut
A
A
A
GARUT - Pembabatan pohon pinus di kawasan hutan lindung Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dilakukan demi pembangunan jalan dari Desa Girimukti, Kecamatan Cikelet, menuju Kecamatan Pakenjeng. Kepala Urusan Hukum Agraria dan Kehumasan Perum Perhutani Kabupaten Garut Zainal Abidin membeberkan kronologi perusakan hutan untuk pembuatan jalan ini terjadi pada 28 Mei 2014 lalu.
"Informasinya baru kami terima dua hari kemudian, yaitu pada 30 Mei 2014. Setelah dikonfirmasi, pihak Pemerintah Desa Girimukti yang memerintah pembangunan jalan itu mengaku pembabatan hutan sudah dimulai dari 28 Mei 2014," kata Zainal di ruang kerjanya, Kamis (12/6/2014).
Sesaat setelah menerima laporan, pihak Perhutani langsung melakukan pengecekan ke lapangan. Di lokasi hutan kawasan lindung, tambah Zainal, pihaknya menemukan tiga alat berat yang terdiri dari dua unit bachoe dan satu unit loader. "Alat berat ini disewa pihak pemerintah desa, katanya dari Cipaganti," ujarnya.
Saat mengecek, Perhutani melaporkan kejadian tersebut secara lisan kepada Polsek Cikelet. Tidak hanya itu, Perhutani pun mengimbau agar Pemerintah Desa Girimukti menghentikan aktivitasnya di kawasan hutan lindung karena dapat melanggar aturan.
"Saat tanggal 30 Mei 2014 itu kami sudah sampaikan dan memperingatkan pemerintah desa beserta masyarakat Desa Girimukti. Kami pun kembali ke kantor di Garut. Namun tak lama setelah itu, Kepala Desa Girimukti atas nama Dudi Hartono, malah memerintahkan agar pembabatan hutan untuk pembuatan jalan dilanjutkan. Tiga alat berat yang disewa, dipaksa untuk masuk ke hutan lindung. Kami pun terpaksa membuat laporan tertulis ke Polsek Cikelet pada 4 Juni 2014 atau beberapa hari kemudian karena peringatan yang sudah disampaikan tidak digubris," ungkapnya.
Pada 5 Juni, Kepala Desa Girimukti meminta bantuan kepada Camat Cikelet untuk dapat menyelesaikan pelaporan pihak Perhutani kepada aparat kepolisian. Pada hari itu juga, Kepala Desa Girimukti bersama Camat Cikelet dan Kapolsek Cikelet mendatangi kantor Perum Perhutani Garut di Jalan Raya Samarang.
"Di hari itu, kami berikan penjelasan tentang pelanggaran aturan yang terjadi jika membabat pohon di kawasan hutan lindung. Kepala desa mengutarakan niatannya bahwa membabat pohon itu adalah demi kepentingan masyarakat. Masyarakat memerlukan akses jalan karena lokasi desa mereka terpencil. Kami pun sampaikan, bahwa untuk tujuan itu, sudah semestinya pemerintah desa menempuh mekanisme yang berlaku."
Misalnya, lanjut Zainal, menjalankan Peraturan P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan No P.14/VII-PKH/2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang dilimpahkan dari Menhut ke Gubernur. Akhirnya kepala desa memahami dan mengakui kesalahannya," paparnya.
Pada 6 Juni 2014, Kepala Desa Girimukti mengeluarkan perintah kepada masyarakat dan bawahannya agar aktivitas pembuatan jalan di kawasan hutan lindung Perum Perhutani Garut dihentikan. Baru pada 10 Juni 2014, pihak Kepolisian Sektor Cikelet bersama Perum Perhutani Garut memasang portal di jalan yang tengah dibangun sebagai tanda aktivitas pembangunan dihentikan sementara.
"Sekarang prosesnya sudah ditangani aparat kepolisian. Pelaporan dan pelimpahan wewenang kepada polisi ini bukan berarti kami cuci tangan, melainkan kami memenuhi tugas dan kewajiban kami kepada negara dalam menjaga hutan lindung. Jika kami tidak mengingatkan dan melaporkan ke polisi, kami sudah menyalahi wewenang dan tugas kami," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, hutan lindung milik Perum Perhutani seluas 1,8 hektare (ha) di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dirusak untuk keperluan pembangunan jalan sepanjang 6 km. Hutan lindung yang mengalami kerusakan tersebut memanjang, yaitu dari petak 122 Resort Pemangku Hutan (RPH) Panyindangan, Desa Girimukti, Kecamatan Cikelet, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BKPH) Cisompet, hingga petak 126 RPH Halimun, Desa Neglarasi dan Desa Sukamulya, Kecamatan Pakenjeng, BKPH Sumadra.
"Informasinya baru kami terima dua hari kemudian, yaitu pada 30 Mei 2014. Setelah dikonfirmasi, pihak Pemerintah Desa Girimukti yang memerintah pembangunan jalan itu mengaku pembabatan hutan sudah dimulai dari 28 Mei 2014," kata Zainal di ruang kerjanya, Kamis (12/6/2014).
Sesaat setelah menerima laporan, pihak Perhutani langsung melakukan pengecekan ke lapangan. Di lokasi hutan kawasan lindung, tambah Zainal, pihaknya menemukan tiga alat berat yang terdiri dari dua unit bachoe dan satu unit loader. "Alat berat ini disewa pihak pemerintah desa, katanya dari Cipaganti," ujarnya.
Saat mengecek, Perhutani melaporkan kejadian tersebut secara lisan kepada Polsek Cikelet. Tidak hanya itu, Perhutani pun mengimbau agar Pemerintah Desa Girimukti menghentikan aktivitasnya di kawasan hutan lindung karena dapat melanggar aturan.
"Saat tanggal 30 Mei 2014 itu kami sudah sampaikan dan memperingatkan pemerintah desa beserta masyarakat Desa Girimukti. Kami pun kembali ke kantor di Garut. Namun tak lama setelah itu, Kepala Desa Girimukti atas nama Dudi Hartono, malah memerintahkan agar pembabatan hutan untuk pembuatan jalan dilanjutkan. Tiga alat berat yang disewa, dipaksa untuk masuk ke hutan lindung. Kami pun terpaksa membuat laporan tertulis ke Polsek Cikelet pada 4 Juni 2014 atau beberapa hari kemudian karena peringatan yang sudah disampaikan tidak digubris," ungkapnya.
Pada 5 Juni, Kepala Desa Girimukti meminta bantuan kepada Camat Cikelet untuk dapat menyelesaikan pelaporan pihak Perhutani kepada aparat kepolisian. Pada hari itu juga, Kepala Desa Girimukti bersama Camat Cikelet dan Kapolsek Cikelet mendatangi kantor Perum Perhutani Garut di Jalan Raya Samarang.
"Di hari itu, kami berikan penjelasan tentang pelanggaran aturan yang terjadi jika membabat pohon di kawasan hutan lindung. Kepala desa mengutarakan niatannya bahwa membabat pohon itu adalah demi kepentingan masyarakat. Masyarakat memerlukan akses jalan karena lokasi desa mereka terpencil. Kami pun sampaikan, bahwa untuk tujuan itu, sudah semestinya pemerintah desa menempuh mekanisme yang berlaku."
Misalnya, lanjut Zainal, menjalankan Peraturan P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan No P.14/VII-PKH/2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang dilimpahkan dari Menhut ke Gubernur. Akhirnya kepala desa memahami dan mengakui kesalahannya," paparnya.
Pada 6 Juni 2014, Kepala Desa Girimukti mengeluarkan perintah kepada masyarakat dan bawahannya agar aktivitas pembuatan jalan di kawasan hutan lindung Perum Perhutani Garut dihentikan. Baru pada 10 Juni 2014, pihak Kepolisian Sektor Cikelet bersama Perum Perhutani Garut memasang portal di jalan yang tengah dibangun sebagai tanda aktivitas pembangunan dihentikan sementara.
"Sekarang prosesnya sudah ditangani aparat kepolisian. Pelaporan dan pelimpahan wewenang kepada polisi ini bukan berarti kami cuci tangan, melainkan kami memenuhi tugas dan kewajiban kami kepada negara dalam menjaga hutan lindung. Jika kami tidak mengingatkan dan melaporkan ke polisi, kami sudah menyalahi wewenang dan tugas kami," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, hutan lindung milik Perum Perhutani seluas 1,8 hektare (ha) di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dirusak untuk keperluan pembangunan jalan sepanjang 6 km. Hutan lindung yang mengalami kerusakan tersebut memanjang, yaitu dari petak 122 Resort Pemangku Hutan (RPH) Panyindangan, Desa Girimukti, Kecamatan Cikelet, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BKPH) Cisompet, hingga petak 126 RPH Halimun, Desa Neglarasi dan Desa Sukamulya, Kecamatan Pakenjeng, BKPH Sumadra.
(zik)