Disekap, Gadis Lulusan SMP Dinodai Pria Beristri
A
A
A
DENPASAR - Apes menimpa gadis lulusan SMP di Denpasar, Bali sebut saja Bunga yang baru berusia 14 tahun. Gadis belia ini menjadi korban penyekapan dan kekerasan seksual oleh pria beristri yang tak lain tetangganya.
Kasusnya kini ditangani kepolisian dan korban masih dalam pendampingan pihak Pusat Terpadu Pelayanan Perempauan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar.
"Peristiwanya terjadi bulan Mei lalu, hanya saja sampai karena pelaku tidak ditahan sehingga dikhawatirkan korban dan keluarganya mengalami intimidasi," ujar aktivis P2TP2A Siti Sapurah di Denpasar Kamis (5/6/2014).
Dari penuturan korban, kata Sapurah, pelaku A berasal di Desa Sesetan, Denpasar Selatan, yang merupakan tetangga tak jauh dari rumah kos korban.
Kesehariannya, pelaku mengetahui persis korban, termasuk ketika saat korban sendirian atau rumahnya dalam keadaan sepi.
Korban yang dari keluarga tidak mampu tinggal bersama ibunya yang bekerja serabutan. Saat nahas terjadi, pelaku berhasil memperdaya korban sehingga kegadisannya terenggut.
Saat itu, korban dibujuk untuk minum minuman keras dan tanpa diketahuinya, pelaku memasukkan sesuatu ke dalam minuman sehingga korban kehilangan kesadaran.
Dalam kondisi mabuk itulah, Bunga mengalami kekerasan seksual saat disekap dalam sebuah kamar.
"Dalam satu malam itu, korban bahkan dipaksa melayani hasrat seksual pelaku sampai tiga kali," ujar Sapurah.
Usai kejadian, korban yang dibawah ancaman pelaku, diminta agar tidak melaporkan kejadian itu ke polisi.
Sampai akhirnya, ibu korban mendengar cerita tragis anaknya dan melaporkan ke Polresta Denpasar.
Yang dikhawatirkan, korban dan keluarganya mendapat ancaman dan tekanan dari pelaku sehingga hal itu akan mengganggu psikolgisnya.
Apalagi, sampai saat ini, korban masih tinggal di lingkungan dekat rumah pelaku sehingga jika tidak mendapat perhatian serius peristiwa itu bisa terulang lagi.
Terlebih, sampai saat ini, di Kota Denpasar belum ada semacam rumah singgah untuk para korban kejahatan seperti kekerasan seksual terutama anak-anak.
Kasus kekerasan seksual di Denpasar seperti dialami Bunga bukan kali pertama yang ditangani (P2TP2A). Saat ini P2TP2A juga tengah mendampingi tiga korban sodomi anak di bawah umur.
"Seminggu tiga kali tangani kasus kekerasan seksual anak. Belum termasuk anak yang ditangani lembaga lain," timpal dia.
Dari lima kasus kekersan seksual anak yang diproses secara hukum, dua diantaranya dilimpahkan ke Kejaksaan.
Ia berharap, proses hukum terhadap pelaku harus harus berpihak kepada korban dengan memberikan hukuman yang berat kepada pelaku. Dengan demikian, akan memberikan efek jera bagi pelaku lain di Kota Denpasar.
Kasusnya kini ditangani kepolisian dan korban masih dalam pendampingan pihak Pusat Terpadu Pelayanan Perempauan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar.
"Peristiwanya terjadi bulan Mei lalu, hanya saja sampai karena pelaku tidak ditahan sehingga dikhawatirkan korban dan keluarganya mengalami intimidasi," ujar aktivis P2TP2A Siti Sapurah di Denpasar Kamis (5/6/2014).
Dari penuturan korban, kata Sapurah, pelaku A berasal di Desa Sesetan, Denpasar Selatan, yang merupakan tetangga tak jauh dari rumah kos korban.
Kesehariannya, pelaku mengetahui persis korban, termasuk ketika saat korban sendirian atau rumahnya dalam keadaan sepi.
Korban yang dari keluarga tidak mampu tinggal bersama ibunya yang bekerja serabutan. Saat nahas terjadi, pelaku berhasil memperdaya korban sehingga kegadisannya terenggut.
Saat itu, korban dibujuk untuk minum minuman keras dan tanpa diketahuinya, pelaku memasukkan sesuatu ke dalam minuman sehingga korban kehilangan kesadaran.
Dalam kondisi mabuk itulah, Bunga mengalami kekerasan seksual saat disekap dalam sebuah kamar.
"Dalam satu malam itu, korban bahkan dipaksa melayani hasrat seksual pelaku sampai tiga kali," ujar Sapurah.
Usai kejadian, korban yang dibawah ancaman pelaku, diminta agar tidak melaporkan kejadian itu ke polisi.
Sampai akhirnya, ibu korban mendengar cerita tragis anaknya dan melaporkan ke Polresta Denpasar.
Yang dikhawatirkan, korban dan keluarganya mendapat ancaman dan tekanan dari pelaku sehingga hal itu akan mengganggu psikolgisnya.
Apalagi, sampai saat ini, korban masih tinggal di lingkungan dekat rumah pelaku sehingga jika tidak mendapat perhatian serius peristiwa itu bisa terulang lagi.
Terlebih, sampai saat ini, di Kota Denpasar belum ada semacam rumah singgah untuk para korban kejahatan seperti kekerasan seksual terutama anak-anak.
Kasus kekerasan seksual di Denpasar seperti dialami Bunga bukan kali pertama yang ditangani (P2TP2A). Saat ini P2TP2A juga tengah mendampingi tiga korban sodomi anak di bawah umur.
"Seminggu tiga kali tangani kasus kekerasan seksual anak. Belum termasuk anak yang ditangani lembaga lain," timpal dia.
Dari lima kasus kekersan seksual anak yang diproses secara hukum, dua diantaranya dilimpahkan ke Kejaksaan.
Ia berharap, proses hukum terhadap pelaku harus harus berpihak kepada korban dengan memberikan hukuman yang berat kepada pelaku. Dengan demikian, akan memberikan efek jera bagi pelaku lain di Kota Denpasar.
(sms)