Kabupaten Malinau Wajibkan Penduduk Punya 5 Anak
A
A
A
MALINAU - Program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan Pemerintah Indonesia sejak zaman orde baru mengharuskan satu keluarga memiliki dua orang anak. Hal ini kemudian menjadi acuan ideal sebagai keluarga bahagia dan sejahtera.
Hingga kini, program tersebut terus berjalan untuk menekan laju angka pertumbuhan penduduk. Namun ada satu kabupaten yang memiliki pandangan berbeda soal KB, yakni Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara).
Kabupaten yang berbatasan langsung dengan negeri Jiran Malaysia ini, bahkan memiliki beberapa daerah dengan angka kelahiran hingga nol persen.
Bupati Malinau Yansen Tipa Padan mengakui, daerah yang dipimpinnya memiliki wilayah yang sangat luas untuk ukuran sebuah kabupaten. Kabupaten dengan motto Bumi Intimung ini memiliki luas 39.799,90 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sekira 80 ribu jiwa. Artinya, dalam 1 kilometer persegi, hanya dihuni dua orang.
Yansen menceritakan, ada fenomena unik di daerah yang dipimpinnya. Fenomena penduduk yang semakin menua di desa-desa makin membuat pertambahan jumlah penduduk stagnan. Ditambah lagi dengan banyaknya perpindahan penduduk Malinau ke kota lain, seperti ke Kalimantan Timur dan Pulau Jawa.
“Persoalannya, pertumbuhan angka penduduk ini akan stagnan apabila tidak segera direncanakan perubahan. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan seperti apa Malinau dimasa akan datang? Akan semakin berkurang jumlah penduduknya,” kata Yansen, saat berbicang dengan Sindonews, Sabtu (31/5/2014).
Dia menceritakan, di daerahnya masih juga ditemukan dibeberapa daerah dengan angka kelahiran 0 persen. Menurutnya, program KB salah diartikan oleh penduduk pedalaman. Pelaksanaanya yang berorientasi untuk menekan jumlah penduduk yang tak terkendali, namun tanpa melihat keseluruhan daerah Indonesia.
“Jika di Pulau Jawa, hal ini tidak masalah. Tapi di pPedesaan dan perbatasan seperti di Malinau, justru banyak desa yang terkesan hilang, ditinggal oleh para penduduknya,” katanya.
Untuk mengantisipasi hal ini, Pemkab Malinau akan terus mengupayakan jalan terbaik. Pemetaan angka kelahiran harus terus diperbaharui sesering mungkin. Dia menyebut beberapa program untuk memperbanyak angka kelahiran akan segera dijalankan.
Masyarakat Malinau sendiri tak sadar akan fenomena penurunan angka kelahiran ini. Baginya, hal ini bukan hal yang sepele, penurunan angka kelahiran juga bisa menyebabkan penurunan kebudayaan. Jika masyarakat tersebut memiliki budaya, namun tak ada pewarisnya, sama saja tak ada penerus.
“Saya sendiri sudah berpesan kepada BKKBN (Badan Keluarga Berencana Nasional), dan beberapa kawan dari berbagai provinsi untuk mencari solusi terbaik akan hal ini. Coba kita bayangkan, KB-Kes selama ini lebih cenderung kepada KB-nya. Sementara persoalan saat ini ada di Kes-nya,” ujar Yansen.
“Sekarang saya dorong rakyat Malinau untuk segera menikah jika cukup umur, dan mempunyai anak empat sampai dengan lima orang. Berangkat dari sini pemerintah akan bisa mengontrol jumlah kelahiran yang akan meningkat. Jika tak dikontrol pelaksanaanya, maka akan menyebabkan ledakan jumlah penduduk di suatu daerah,” tambahnya.
Untuk mengontrol hal ini, Yansen menyebut peran pemerintah teramat penting. Ini bisa saja menjadi ancaman tersendiri bagi bagi Indonesia jika tak ditangani dengan arif. Contohnya di Cina, ledakan penduduk yang terlalu besar, membuat kebijakan di sana berbanding terbalik dengan di Indonesia.
Hingga kini, program tersebut terus berjalan untuk menekan laju angka pertumbuhan penduduk. Namun ada satu kabupaten yang memiliki pandangan berbeda soal KB, yakni Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara).
Kabupaten yang berbatasan langsung dengan negeri Jiran Malaysia ini, bahkan memiliki beberapa daerah dengan angka kelahiran hingga nol persen.
Bupati Malinau Yansen Tipa Padan mengakui, daerah yang dipimpinnya memiliki wilayah yang sangat luas untuk ukuran sebuah kabupaten. Kabupaten dengan motto Bumi Intimung ini memiliki luas 39.799,90 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sekira 80 ribu jiwa. Artinya, dalam 1 kilometer persegi, hanya dihuni dua orang.
Yansen menceritakan, ada fenomena unik di daerah yang dipimpinnya. Fenomena penduduk yang semakin menua di desa-desa makin membuat pertambahan jumlah penduduk stagnan. Ditambah lagi dengan banyaknya perpindahan penduduk Malinau ke kota lain, seperti ke Kalimantan Timur dan Pulau Jawa.
“Persoalannya, pertumbuhan angka penduduk ini akan stagnan apabila tidak segera direncanakan perubahan. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan seperti apa Malinau dimasa akan datang? Akan semakin berkurang jumlah penduduknya,” kata Yansen, saat berbicang dengan Sindonews, Sabtu (31/5/2014).
Dia menceritakan, di daerahnya masih juga ditemukan dibeberapa daerah dengan angka kelahiran 0 persen. Menurutnya, program KB salah diartikan oleh penduduk pedalaman. Pelaksanaanya yang berorientasi untuk menekan jumlah penduduk yang tak terkendali, namun tanpa melihat keseluruhan daerah Indonesia.
“Jika di Pulau Jawa, hal ini tidak masalah. Tapi di pPedesaan dan perbatasan seperti di Malinau, justru banyak desa yang terkesan hilang, ditinggal oleh para penduduknya,” katanya.
Untuk mengantisipasi hal ini, Pemkab Malinau akan terus mengupayakan jalan terbaik. Pemetaan angka kelahiran harus terus diperbaharui sesering mungkin. Dia menyebut beberapa program untuk memperbanyak angka kelahiran akan segera dijalankan.
Masyarakat Malinau sendiri tak sadar akan fenomena penurunan angka kelahiran ini. Baginya, hal ini bukan hal yang sepele, penurunan angka kelahiran juga bisa menyebabkan penurunan kebudayaan. Jika masyarakat tersebut memiliki budaya, namun tak ada pewarisnya, sama saja tak ada penerus.
“Saya sendiri sudah berpesan kepada BKKBN (Badan Keluarga Berencana Nasional), dan beberapa kawan dari berbagai provinsi untuk mencari solusi terbaik akan hal ini. Coba kita bayangkan, KB-Kes selama ini lebih cenderung kepada KB-nya. Sementara persoalan saat ini ada di Kes-nya,” ujar Yansen.
“Sekarang saya dorong rakyat Malinau untuk segera menikah jika cukup umur, dan mempunyai anak empat sampai dengan lima orang. Berangkat dari sini pemerintah akan bisa mengontrol jumlah kelahiran yang akan meningkat. Jika tak dikontrol pelaksanaanya, maka akan menyebabkan ledakan jumlah penduduk di suatu daerah,” tambahnya.
Untuk mengontrol hal ini, Yansen menyebut peran pemerintah teramat penting. Ini bisa saja menjadi ancaman tersendiri bagi bagi Indonesia jika tak ditangani dengan arif. Contohnya di Cina, ledakan penduduk yang terlalu besar, membuat kebijakan di sana berbanding terbalik dengan di Indonesia.
(san)