Dosen UGM kembangkan teknologi proses fermentasi kecap
A
A
A
Sindonews.com - Dosen di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM Prof Dr Ir Sardjono MS berhasil mengembangkan inovasi teknologi proses fermentasi kecap.
Penelitian tersebut memiliki fokus pada perbaikan proses dan peningkatan efisiensi proses fermentasi kecap dengan bahan baku lokal, yakni kedelai hitam.
"Salah satu faktor penghambat pabrik kecap dalam meningkatkan produksi adalah fermentasi moromi atau fermentasi dalam larutan garam. Penyebabnya ialah tahapan fermentasi memakan waktu lama, berkisar antara lima sampai dengan enam bulan. Untuk itu, kami carikan solusi agar proses bisa berjalan lebih cepat," tutur Sardjono, kemarin.
Dari inovasi yang dikembangkan Sardjono, akhirnya proses fermentasi dapat diperpendek menjadi 3,5 bulan dengan kualitas yang sama dengan fermentasi sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Sardjono dimulai dengan isolasi mikroflora dari proses fermentasi kecap. Ia pun melakukan seleksi beberapa strain mikroba yang memiliki potensi besar untuk fermentasi.
"Selanjutnya, saya mencoba melakukan formulasi starter dan merancang proses produksi starter, termasuk unit produksinya. Yang konvensional untuk proses fermentasi ini kan menggunakan tampah dan dibiarkan berada di tempat terbuka saja," tuturnya.
Dalam pengembangan penelitian, Sardjono melakukan perbaikan proses fermentasi oleh jamur atau fermentasi koji. Fermentasi koji merupakan tahapan proses yang sangat penting untuk menentukan kualitas hasil fermentasi.
Jika biasanya proses fermentasi koji berjalan tanpa dikendalikan, pada proses yang dilakukannya, Sardjono merancang agar proses fermentasi koji dapat dikendalikan dengan baik.
"Proses fermentasi ini kita coba sederhanakan melalui fermentasi terkendali menggunakan bioreaktor. Caranya dengan pengendalian RH ruang fermentasi, suhu, aerasi (oksigen), pengeluaran CO2, cara pengadukan bahan dan sistem pengendalian otomatis," jelas pria kelahiran Yogyakarta, 13 Juli 1950 ini.
Sardjono pun mengungkapkan, penelitian yang dilakukannya tersebut merupakan pengembangan dari penelitian kinetika fermentasi yang sudah ada sebelumnya.
Dalam penelitiannya, ia menggunakan sebuah alat bioreaktor untuk fermentasi terkendali. Alat yang digunakannya sudah merupakan hasil evaluasi dan revisi dari rancangan pertama bioreaktor, termasuk revisi kapasitas sebuah bioreaktor sekali fermentasi ekuivalen menjadi empat ton kedelai.
"Dulunya mungkin hanya sekitar 4-5 ton kecap pertahun yang dihasilkan, tapi sekarang bisa mencapai 70.000 ton kecap pertahun. Jadi, memang selain hemat waktu, sekaligus hasilnya berlipat ganda," tambahnya.
Penelitian yang dilakukannya dengan bantuan rekan sesama dosen di FTP yakni Prof Dr Ir Mary Astuti tersebut merupakan penelitian multiyears yang hasilnya langsung dapat digunakan oleh industri.
Penelitian tersebut memiliki fokus pada perbaikan proses dan peningkatan efisiensi proses fermentasi kecap dengan bahan baku lokal, yakni kedelai hitam.
"Salah satu faktor penghambat pabrik kecap dalam meningkatkan produksi adalah fermentasi moromi atau fermentasi dalam larutan garam. Penyebabnya ialah tahapan fermentasi memakan waktu lama, berkisar antara lima sampai dengan enam bulan. Untuk itu, kami carikan solusi agar proses bisa berjalan lebih cepat," tutur Sardjono, kemarin.
Dari inovasi yang dikembangkan Sardjono, akhirnya proses fermentasi dapat diperpendek menjadi 3,5 bulan dengan kualitas yang sama dengan fermentasi sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Sardjono dimulai dengan isolasi mikroflora dari proses fermentasi kecap. Ia pun melakukan seleksi beberapa strain mikroba yang memiliki potensi besar untuk fermentasi.
"Selanjutnya, saya mencoba melakukan formulasi starter dan merancang proses produksi starter, termasuk unit produksinya. Yang konvensional untuk proses fermentasi ini kan menggunakan tampah dan dibiarkan berada di tempat terbuka saja," tuturnya.
Dalam pengembangan penelitian, Sardjono melakukan perbaikan proses fermentasi oleh jamur atau fermentasi koji. Fermentasi koji merupakan tahapan proses yang sangat penting untuk menentukan kualitas hasil fermentasi.
Jika biasanya proses fermentasi koji berjalan tanpa dikendalikan, pada proses yang dilakukannya, Sardjono merancang agar proses fermentasi koji dapat dikendalikan dengan baik.
"Proses fermentasi ini kita coba sederhanakan melalui fermentasi terkendali menggunakan bioreaktor. Caranya dengan pengendalian RH ruang fermentasi, suhu, aerasi (oksigen), pengeluaran CO2, cara pengadukan bahan dan sistem pengendalian otomatis," jelas pria kelahiran Yogyakarta, 13 Juli 1950 ini.
Sardjono pun mengungkapkan, penelitian yang dilakukannya tersebut merupakan pengembangan dari penelitian kinetika fermentasi yang sudah ada sebelumnya.
Dalam penelitiannya, ia menggunakan sebuah alat bioreaktor untuk fermentasi terkendali. Alat yang digunakannya sudah merupakan hasil evaluasi dan revisi dari rancangan pertama bioreaktor, termasuk revisi kapasitas sebuah bioreaktor sekali fermentasi ekuivalen menjadi empat ton kedelai.
"Dulunya mungkin hanya sekitar 4-5 ton kecap pertahun yang dihasilkan, tapi sekarang bisa mencapai 70.000 ton kecap pertahun. Jadi, memang selain hemat waktu, sekaligus hasilnya berlipat ganda," tambahnya.
Penelitian yang dilakukannya dengan bantuan rekan sesama dosen di FTP yakni Prof Dr Ir Mary Astuti tersebut merupakan penelitian multiyears yang hasilnya langsung dapat digunakan oleh industri.
(lns)