Pemalsu air zam-zam akui ambil air dari belakang rumah
A
A
A
Sindonews.com - Sidang kasus pemalsuan air zam-zam dengan terdakwa Thalib bin Seb bin Thalib kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan saksi ahli.
Saat memberikan keterangan, terdakwa Thalib mengakui kalau air zam-zam yang dipasarkannya tersebut diambil dari sumur artesis di belakang rumahnya.
Hal tersebut dilakukannya karena adanya kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang tak memperbolehkan penjualan air zam-zam keluar Arab Saudi.
Akibatnya WNI keturunan arab ini kesulitan mendapatkan bahan baku. Akhirnya, dia berinisiatif untuk membuat air zam-zam sendiri di rumahnya.
Thalib menceritakan awal mulanya dia menggeluti usaha air zam-zam itu sejak tahun 2009. Saat itu, air zam-zam yang dia jual adalah asli dari Arab Saudi.
“Soalnya permintaan terus berdatangan, tapi barang tidak ada akhirnya saya membuat sumur artetis di belakang rumah sedalam 112 meter dan menjual air tersebut kepada pelanggan,” katanya di depan majelis hakim PN Semarang yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto, Senin (14/4/2014).
Thalib juga membantah jika dirinya melakukan penipuan memalsukan air zam-zam. Sebab menurutnya, air di mana saja rasanya sama.
“Saya tidak merasa menipu umat Islam yang membeli air zam-zam dari saya. Karena pada dasarnya air di seluruh dunia rasanya sama,” kata Thalib.
Thalib mengaku jika dirinya sudah hafal betul dengan rasa air zam-zam asli Arab Saudi. Sebab, dirinya sudah bekerja sebagai cleaning service (CS) di dekat sumur air zam-zam selama 36 tahun.
“Saya tahu betul rasanya air zam-zam karena saya sudah bekerja lama di sana. Air asli zam-zam dari Arab Saudi dengan air zam-zam produksi saya rasanya sama saja, karena berasal dari mata air yang bersumber dari bebatuan yang rasanya payau. Selain itu, kandungan mineralnya juga sama persis,” imbuhnya.
Sementara itu, saksi ahli dari Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang, Ngargono yang dihadirkan dalam persidangan mengatakan, apa yang dilakukan Thalib merupakan penipuan publik. Sebab, antara label yang tertera dalam kemasan dan isi yang ada tidak sama.
“Itu jelas melanggar pasal Pasal 8 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen terutama yang pernah membeli air zam-zam dari produksi terdakwa jelas merasa dirugikan karena barang yang dibeli tidak sama alias palsu,” ujarnya.
Selain dari LP2K Semarang, jaksa juga menghadirkan saksi ahli dari beberapa lembaga lain. Di antaranya dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Kasus ini bermula saat Ditreskrimsus Polda Jateng menggrebek pabrik pengolahan air zam zam palsu, di Polaman RT 1/1 Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Rabu 15 Januari 2014 lalu.
Air zam-zam tersebut merupakan air palsu yang dikemas dalam botol dan diberikan label seperti air zam-zam asli dari Arab Saudi.
Pabrik yang dimiliki Thalib tersebut diketahui sudah beroperasi pada tahun 2011 dan beromzet miliaran rupiah.
Untuk mengelabuhi petugas, pabrik pengolahan tersebut berkedok sebagai tempat penggemukan sapi.
Peredaran produknya diketahui mencapai daerah Solo, Semarang, Yogja, Surabaya dan Jakarta.
Dalam persidangan, Thalib didakwa melanggar dakwaan alternatif. Yakni, pertama Pasal 24 ayat 2 UU 5/1984 tentang Perindustrian, atau kedua Pasal 62 ayat 1 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen atau ketiga Pasal 18 UU 18/2012 tentang Pangan.
Saat memberikan keterangan, terdakwa Thalib mengakui kalau air zam-zam yang dipasarkannya tersebut diambil dari sumur artesis di belakang rumahnya.
Hal tersebut dilakukannya karena adanya kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang tak memperbolehkan penjualan air zam-zam keluar Arab Saudi.
Akibatnya WNI keturunan arab ini kesulitan mendapatkan bahan baku. Akhirnya, dia berinisiatif untuk membuat air zam-zam sendiri di rumahnya.
Thalib menceritakan awal mulanya dia menggeluti usaha air zam-zam itu sejak tahun 2009. Saat itu, air zam-zam yang dia jual adalah asli dari Arab Saudi.
“Soalnya permintaan terus berdatangan, tapi barang tidak ada akhirnya saya membuat sumur artetis di belakang rumah sedalam 112 meter dan menjual air tersebut kepada pelanggan,” katanya di depan majelis hakim PN Semarang yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto, Senin (14/4/2014).
Thalib juga membantah jika dirinya melakukan penipuan memalsukan air zam-zam. Sebab menurutnya, air di mana saja rasanya sama.
“Saya tidak merasa menipu umat Islam yang membeli air zam-zam dari saya. Karena pada dasarnya air di seluruh dunia rasanya sama,” kata Thalib.
Thalib mengaku jika dirinya sudah hafal betul dengan rasa air zam-zam asli Arab Saudi. Sebab, dirinya sudah bekerja sebagai cleaning service (CS) di dekat sumur air zam-zam selama 36 tahun.
“Saya tahu betul rasanya air zam-zam karena saya sudah bekerja lama di sana. Air asli zam-zam dari Arab Saudi dengan air zam-zam produksi saya rasanya sama saja, karena berasal dari mata air yang bersumber dari bebatuan yang rasanya payau. Selain itu, kandungan mineralnya juga sama persis,” imbuhnya.
Sementara itu, saksi ahli dari Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang, Ngargono yang dihadirkan dalam persidangan mengatakan, apa yang dilakukan Thalib merupakan penipuan publik. Sebab, antara label yang tertera dalam kemasan dan isi yang ada tidak sama.
“Itu jelas melanggar pasal Pasal 8 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen terutama yang pernah membeli air zam-zam dari produksi terdakwa jelas merasa dirugikan karena barang yang dibeli tidak sama alias palsu,” ujarnya.
Selain dari LP2K Semarang, jaksa juga menghadirkan saksi ahli dari beberapa lembaga lain. Di antaranya dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Kasus ini bermula saat Ditreskrimsus Polda Jateng menggrebek pabrik pengolahan air zam zam palsu, di Polaman RT 1/1 Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Rabu 15 Januari 2014 lalu.
Air zam-zam tersebut merupakan air palsu yang dikemas dalam botol dan diberikan label seperti air zam-zam asli dari Arab Saudi.
Pabrik yang dimiliki Thalib tersebut diketahui sudah beroperasi pada tahun 2011 dan beromzet miliaran rupiah.
Untuk mengelabuhi petugas, pabrik pengolahan tersebut berkedok sebagai tempat penggemukan sapi.
Peredaran produknya diketahui mencapai daerah Solo, Semarang, Yogja, Surabaya dan Jakarta.
Dalam persidangan, Thalib didakwa melanggar dakwaan alternatif. Yakni, pertama Pasal 24 ayat 2 UU 5/1984 tentang Perindustrian, atau kedua Pasal 62 ayat 1 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen atau ketiga Pasal 18 UU 18/2012 tentang Pangan.
(sms)