Tantang maut di hari pertama Ujian Nasional
A
A
A
PAGI itu, Agung Widianto (16) tampak terburu-buru. Sekuat tenaga dia mengayuh sepeda ontel, menyusuri jalan setapak yang ada di samping rumahnya, Dukuh Gatak, Desa Ngesrep, Kacamatan Ngamplak, Boyolali.
Karena kecepatan sepedanya, tampak seragam sekolahnya mulai kotor terkena cipratan air. Namun dia tidak peduli. Terlebih saat itu, jam tangannya menunjukkan waktu ujian sekolah semakin dekat.
Setibanya di saluran irigasi, di ujung Desa Ngesrep, wajah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) YP Colomadu ini tidak semakin tegang. Seketika pikirannya menjadi gamang.
Hal itu disebabkan jalan di depannya selebar 30 sentimeter, terbuat dari papan, sepanjang 30 meter, dengan ketinggian hampir sekira 50 meter, berada di atas saluran air irigasi. Belum lagi lebarnya sungai yang ada di bawahnya, seakan manariknya untuk turun.
Di tengah kegamangannya tersebut, dia kembali ingat dengan ujian sekolahnya. Dengan membaca bismillah, Agung akhirnya mengambil risiko melewati jalur maut dengan sepeda ontelnya.
Tepat di tengah jalan tersebut, Agung terpeleset dan nyaris terjatuh ke sungai. Mujur baginya, dia selamat dari maut dan berhasil melewati jembatan. Seketika, ketegangan di wajahnya sirna.
"Alhamdulilah, akhirnya selamat sampai di sini, dan kemungkinan ini tidak telat masuk ujian nasional hari pertama," ucapnya, kepada wartawan, Senin (14/4/2014).
Kepada wartawan, Agung sempat menceritakan keterpaksaannya menantang maut dengan melintasi saluran irigasi. Menurutnya, hal itu disebabkan tidak adanya akses yang lebih dekat menuju sekolah.
Kalaupun ada akses yang memadai, namun jaraknya lebih jauh. Dia harus memutar jalan, melewati Jalan Adi Soemarmo dengan risiko telat masuk ujian lebih tinggi.
Namun begitu, Agung tidak sendiri. Ada siswa lainnya yang mengambil risiko melewati jalur maut itu. Dia adalah Rahmadi, siswa SMA di kawasan Kartasura.
Senada dengan Agung, dia juga mengaku melewati jalan tersebut, karena tidak mau terlambat datang di hari pertama ujian nasional. Dengan melewati jalan itu, dia bisa sampai lebih pagi ke sekolah.
"Sebenarnya takut mas, tapi agar tidak telat, saya juga terpaksa lewat sini, kalau lewat jalan lain kan lebih jauh, nanti malah terburu-buru," terang Rahmadi, siswa SMA di .
Karena kecepatan sepedanya, tampak seragam sekolahnya mulai kotor terkena cipratan air. Namun dia tidak peduli. Terlebih saat itu, jam tangannya menunjukkan waktu ujian sekolah semakin dekat.
Setibanya di saluran irigasi, di ujung Desa Ngesrep, wajah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) YP Colomadu ini tidak semakin tegang. Seketika pikirannya menjadi gamang.
Hal itu disebabkan jalan di depannya selebar 30 sentimeter, terbuat dari papan, sepanjang 30 meter, dengan ketinggian hampir sekira 50 meter, berada di atas saluran air irigasi. Belum lagi lebarnya sungai yang ada di bawahnya, seakan manariknya untuk turun.
Di tengah kegamangannya tersebut, dia kembali ingat dengan ujian sekolahnya. Dengan membaca bismillah, Agung akhirnya mengambil risiko melewati jalur maut dengan sepeda ontelnya.
Tepat di tengah jalan tersebut, Agung terpeleset dan nyaris terjatuh ke sungai. Mujur baginya, dia selamat dari maut dan berhasil melewati jembatan. Seketika, ketegangan di wajahnya sirna.
"Alhamdulilah, akhirnya selamat sampai di sini, dan kemungkinan ini tidak telat masuk ujian nasional hari pertama," ucapnya, kepada wartawan, Senin (14/4/2014).
Kepada wartawan, Agung sempat menceritakan keterpaksaannya menantang maut dengan melintasi saluran irigasi. Menurutnya, hal itu disebabkan tidak adanya akses yang lebih dekat menuju sekolah.
Kalaupun ada akses yang memadai, namun jaraknya lebih jauh. Dia harus memutar jalan, melewati Jalan Adi Soemarmo dengan risiko telat masuk ujian lebih tinggi.
Namun begitu, Agung tidak sendiri. Ada siswa lainnya yang mengambil risiko melewati jalur maut itu. Dia adalah Rahmadi, siswa SMA di kawasan Kartasura.
Senada dengan Agung, dia juga mengaku melewati jalan tersebut, karena tidak mau terlambat datang di hari pertama ujian nasional. Dengan melewati jalan itu, dia bisa sampai lebih pagi ke sekolah.
"Sebenarnya takut mas, tapi agar tidak telat, saya juga terpaksa lewat sini, kalau lewat jalan lain kan lebih jauh, nanti malah terburu-buru," terang Rahmadi, siswa SMA di .
(san)