Korban banjir Lampung terserang penyakit
A
A
A
Sindonews.com - Koordinator Tim Disaster Emergency and Relief Management Aksi Cepat Tanggap (DERM-ACT) Lampung Sandi mengatakan, kondisi pengungsi korban banjir di Kecamatan Rawa Pitu, Kabupaten Tulang Bawang, sangat memprihatinkan. Mereka terkena berbagai penyakit dampak banjir.
Hasil pantauan ACT, beberapa penyakit yang dikeluhkan oleh para korban yaitu gatal-gatal, reumatik, batuk pilek, ISPA, dan darah tinggi. Penyakit darah tinggi umumnya diderita oleh para orang tua.
"Bagaimana nasib yang diderita para korban banjir yang lumpuh selama tiga sampai empat bulan kedepan," kata Sandi, kepada Sindonews, Selasa (21/1/2013).
Ditambahkan dia, menurut petugas kesehatan setempat, masyarakat korban banjir diperkirakan akan lebih banyak lagi terserang penyakit menjelang surutnya air. Lamanya banjir yaitu sekitar tiga sampai sampat bulan. Hal ini memungkinkan persediaan obat-obatan akan berkurang.
Hingga berita ini diturunkan, kondisi air masih menggenangi ratusan hektare perkebunan kelapa sawit dan singkong, dan ratusan rumah, serta beberapa fasilitas umum lainnya.
“Kondisinya sangat memprihatinkan, ratusan tenda pengungsi berdiri di bibir tanggul, rumah-rumah wargapun terlihat banyak yang terendam. Masjid yang tergenang membuat masyarakat setempat tidak dapat melaksanakan ibadah di sana. Pesantren dan puskesmas kecamatan pun terendam banjir," sambungnya.
Di salah satu tenda, terdapat seorang ibu yang memiliki seorang bayi dan masih berusia 10 hari yang lahir ditenda pengungsian. Kondisinya sangat memprihatinkan. Seorang ibu menyusui dan bayi yang masih berusia hitungan hari, harus menjadi korban banjir.
"Kondisi tersebut diperparah dengan tidak ada penerangan. Listrik hingga saat ini masih mati dan signal yang sulit dijangkau membuat kami sulit mengirimkan data-data korban," terangnya.
Bahkan, untuk keperluan buang air kecil saja, warga harus menumpang ke MCK di Kantor Polres setempat yang jaraknya cukup jauh dari Posko ACT.
Hasil pantauan ACT, beberapa penyakit yang dikeluhkan oleh para korban yaitu gatal-gatal, reumatik, batuk pilek, ISPA, dan darah tinggi. Penyakit darah tinggi umumnya diderita oleh para orang tua.
"Bagaimana nasib yang diderita para korban banjir yang lumpuh selama tiga sampai empat bulan kedepan," kata Sandi, kepada Sindonews, Selasa (21/1/2013).
Ditambahkan dia, menurut petugas kesehatan setempat, masyarakat korban banjir diperkirakan akan lebih banyak lagi terserang penyakit menjelang surutnya air. Lamanya banjir yaitu sekitar tiga sampai sampat bulan. Hal ini memungkinkan persediaan obat-obatan akan berkurang.
Hingga berita ini diturunkan, kondisi air masih menggenangi ratusan hektare perkebunan kelapa sawit dan singkong, dan ratusan rumah, serta beberapa fasilitas umum lainnya.
“Kondisinya sangat memprihatinkan, ratusan tenda pengungsi berdiri di bibir tanggul, rumah-rumah wargapun terlihat banyak yang terendam. Masjid yang tergenang membuat masyarakat setempat tidak dapat melaksanakan ibadah di sana. Pesantren dan puskesmas kecamatan pun terendam banjir," sambungnya.
Di salah satu tenda, terdapat seorang ibu yang memiliki seorang bayi dan masih berusia 10 hari yang lahir ditenda pengungsian. Kondisinya sangat memprihatinkan. Seorang ibu menyusui dan bayi yang masih berusia hitungan hari, harus menjadi korban banjir.
"Kondisi tersebut diperparah dengan tidak ada penerangan. Listrik hingga saat ini masih mati dan signal yang sulit dijangkau membuat kami sulit mengirimkan data-data korban," terangnya.
Bahkan, untuk keperluan buang air kecil saja, warga harus menumpang ke MCK di Kantor Polres setempat yang jaraknya cukup jauh dari Posko ACT.
(san)