45.037 warga Sleman hidup di garis kemiskinan
A
A
A
Sindonews.com - Keluarga miskin di Kabupaten Sleman selama tiga tahun terakhir diklaim terus mengalami penurunan. Meski begitu, jumlah mereka masih cukup tinggi, masih di atas 10 persen.
Berdasarkan data terakhir pemerintah kabupaten, pada tahun 2013, dari 31.2089 kepala keluarga (KK), 45.037 atau 13,89 persen kepala keluarga di antaranya tercatat sebagai keluarga miskin.
Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan tahun 2012. Sebab pada tahun 2012, jumlah keluarga miskin ada 49.471 atau 15,85 persen KK. Atas kondisi tersebut pemkab Sleman terus mencari solusi penanganannya. Pemkab sendiri menargetkan tiap tahun angka keluarga miskin minimal turun 1 persen.
Ketua Tim Penanggulanan Kemiskinan (TPK) kabupatan sekaligus wakil bupati Sleman Yuni Satya Rahayu mengatakan, penanganan kemiskinan masih menjadi permsalahan dalam pembangunan. Terutama yang menyangkut soal data. Untuk itu, TPK mulai tahun 2012, tidak hanya berada di tingkat kabupaten, namun juga turun hingga tingkat dusun.
“Selain dari hasil evaluasi TPK, bila hanya di tingkat kabupaten tidak efektif. Adanya TPK hingga tingkat dusun ini juga untuk sinkronisasi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS),” kata Yuni, saat memberikan TPK Award 2013 tingkat Sleman, Sabtu (18/1/2014).
Yuni menjelaskan, masalah data tersebut selama ini memang menjadi kendala. Sebab data pemkab dan BPS sering beda jumlahnya. Sehingga dengan adanya pendataan dari TPK yang berjenjang itu. Selain bisa menjadi acuan BPS dalam melakukan pendataan, juga untuk program dan bantuan kepada warga tepat sasaran.
Apalagi, kata dia, setiap satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) juga memiliki data sendiri. “Pada tahun 2014 ini, BPS akan melakukan sensus untuk kepentingan JKN. Sebab untuk data JKN sekarang masih mengunakan data tahun 2011 lalu. Sehingga agar tidak ada perbedaan yang menyolok, pendataan Pemkab Sleman bisa dipakai untuk kepentingan itu,” paparnya.
Selain itu, untuk memudahkan dalam menampung persoalan warga, Sleman juga menerapkan secara online melalui program internetisasi di desa-desa. Sehingga, warga tidak perlu datang ke kabupaten, namun cukup melaporkannya ke desa setempat. Dari desa, melalui fasilitas online, langsung disampaikan ke SKPD yang bersangkutan untuk menanggapinya.
“Hanya saja untuk sekarang belum semua desa terjangkau program ini, hingga sekarang dari 86 desa, baru ada 47 yang sudah terlayani, sisanya 49 desa masih dalam proses pengadaan,” jelasnya.
Berdasarkan data terakhir pemerintah kabupaten, pada tahun 2013, dari 31.2089 kepala keluarga (KK), 45.037 atau 13,89 persen kepala keluarga di antaranya tercatat sebagai keluarga miskin.
Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan tahun 2012. Sebab pada tahun 2012, jumlah keluarga miskin ada 49.471 atau 15,85 persen KK. Atas kondisi tersebut pemkab Sleman terus mencari solusi penanganannya. Pemkab sendiri menargetkan tiap tahun angka keluarga miskin minimal turun 1 persen.
Ketua Tim Penanggulanan Kemiskinan (TPK) kabupatan sekaligus wakil bupati Sleman Yuni Satya Rahayu mengatakan, penanganan kemiskinan masih menjadi permsalahan dalam pembangunan. Terutama yang menyangkut soal data. Untuk itu, TPK mulai tahun 2012, tidak hanya berada di tingkat kabupaten, namun juga turun hingga tingkat dusun.
“Selain dari hasil evaluasi TPK, bila hanya di tingkat kabupaten tidak efektif. Adanya TPK hingga tingkat dusun ini juga untuk sinkronisasi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS),” kata Yuni, saat memberikan TPK Award 2013 tingkat Sleman, Sabtu (18/1/2014).
Yuni menjelaskan, masalah data tersebut selama ini memang menjadi kendala. Sebab data pemkab dan BPS sering beda jumlahnya. Sehingga dengan adanya pendataan dari TPK yang berjenjang itu. Selain bisa menjadi acuan BPS dalam melakukan pendataan, juga untuk program dan bantuan kepada warga tepat sasaran.
Apalagi, kata dia, setiap satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) juga memiliki data sendiri. “Pada tahun 2014 ini, BPS akan melakukan sensus untuk kepentingan JKN. Sebab untuk data JKN sekarang masih mengunakan data tahun 2011 lalu. Sehingga agar tidak ada perbedaan yang menyolok, pendataan Pemkab Sleman bisa dipakai untuk kepentingan itu,” paparnya.
Selain itu, untuk memudahkan dalam menampung persoalan warga, Sleman juga menerapkan secara online melalui program internetisasi di desa-desa. Sehingga, warga tidak perlu datang ke kabupaten, namun cukup melaporkannya ke desa setempat. Dari desa, melalui fasilitas online, langsung disampaikan ke SKPD yang bersangkutan untuk menanggapinya.
“Hanya saja untuk sekarang belum semua desa terjangkau program ini, hingga sekarang dari 86 desa, baru ada 47 yang sudah terlayani, sisanya 49 desa masih dalam proses pengadaan,” jelasnya.
(san)