Runtuhnya wibawa polisi di daerah
A
A
A
Sindonews.com - Tahun 2013, merupakan tahun yang suram bagi kepolisian daerah di Indonesia. Selama kurun waktu itu, kewibawaan polisi dirongrong. Nama besar Polri tercoreng. Pedoman moral dan penuntun nurani Polri yang terangkum dalam Tribrata diinjak-injak oleh oknum anggota polisi itu sendiri.
Berdasarkan catatan redaksi, selama tahun 2013 terdapat beberapa kasus kepolisian yang menonjol. Di antaranya adalah kasus pelecehan seksual oknum anggota polisi terhadap tahanan wanita, dan pelecehan seksual sembilan oknum anggota polisi terhadap seorang gadis SMA. Kedua kasus asusila itu terjadi di Gorontalo dan Poso.
Selain pelecehan seksual, kasus lain yang menonjol selama 2013 adalah bunuh diri oknum anggota polisi. Selama 2013, tercatat beberapa oknum anggota polisi bunuh diri menggunakan senjata yang dimilikinya.
Kasus lain, yang menyita perhatian masyarakat luas adalah pembunuhan terhadap oknum anggota kepolisian. Selama tahun 2013, tercatat beberapa oknum anggota polisi ditemukan tewas dibunuh. Kasus pembunuhan yang paling anyar terjadi pada oknum anggota kepolisian dari Polda Bali yang menimpa Kompol Putu Suarsa (52).
Kemudian, keterlibatan anggota polisi dalam peredaran perdagangan narkotika. Yang menghebohkan dalam kasus ini adalah tertangkapnya Istri Kapolres Halmahera Utara (Halut) AKBP Eka Djuaedi, Selvi (41). Dia ditangkap jajaran Polres Gowa, setelah tertangkap tangan membawa narkoba jenis sabu.
Bersama dia, turut diamankan Ian (48), istri anggota Polres Gowa Aiptu Anwar Sulaiman. Kedua istri polisi ini tertangkap di Jalan Wahidin Sudirohusodo, Kelurahan Karetappa, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa.
Dari tangan keduanya, diamankan 13 paket sabu-sabu siap pakai, satu unit timbangan digital, alat isap narkoba, dan satu plastik pirex sabu sebagai alat bukti. Barang bukti tersebut, ditemukan dalam tas Selvi, sebanyak 12 paket sabu. Sedangkan satu paket dan alat isap lainnya, ditemukan di dalam rumah Aiptu Sulaiman.
Kasus terakhir yang cukup menghebohkan masyarakat adalah bunuh diri oknum anggota kepolisian. Tercatat, sejumlah oknum anggota polisi memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan menembakkan pistolnya ke kepala.
Fenomena tersebut merupakan lembaran hitam kepolisian yang tidak mungkin bisa dihapus dalam catatan sejarah. Bahkan akan terus bertambah jumlahnya jika tidak dilakukan perbaikan secara total dan menyeluruh di tubuh Polri.
Seperti dalam kasus bunuh diri anggota Polri. Kebanyakan oknum anggota Polri yang melakukan tindakan dilarang agama ini adalah, mereka yang rata-rata berpangkat dan bergaji rendah. Dengan tekanan kerja yang tinggi, aparat kepolisian di level bawah dan menengah rentan mengalami stres.
Gaji pokok terendah anggota polisi, yang telah mengalami kenaikan, sesuai PP No.23/2013 dan PP No.24/2013, gaji anggota Polri berpangkat Bhayangkara Dua dengan masa kerja 0 tahun adalah Rp1,393 juta. Sedang di level Brigadir Polisi Dua dengan masa kerja 0 tahun adalah Rp1,782 juta.
Di level menengah, gaji anggota polisi berpangkat Inspektur Polisi Dua sebesar Rp2,318 juta, Inspektur Polisi Satu Rp2,3 juta, dan Ajun Komisaris Polisi Rp2,4 juta. Sedang gaji Komisaris Polisi sebesar Rp2,5 juta, Ajun Komisaris Besar Polisi Rp2,7 juta, dan Komisaris Besar Polisi Rp2,7 juta.
Di level atas, gaji polisi berpangkat Brigadir Jenderal sebesar Rp2,788 juta, Inspektur Jenderal Rp2,875 juta, Komisaris Jenderal Rp4,303 juta, dan Jenderal Polisi Rp4,438 juta.
Melihat besaran gaji polisi tersebut, menjadi satu bentuk pembenaran banyak oknum anggota polisi yang terlibat dalam kasus kejahatan, seperti pedagangan obat-obatan terlarang, dan melindungi pengusaha-pengusaha nakal. Kendati begitu, hal ini tetap tidak bisa dinilai sebagai sesuatu yang wajar.
Aparat kepolisian tetap harus menjunjung tinggi, nilai-nilai kemanusiaan, dan menjadi contoh masyarakat. Seperti tercantum dalam sumpah dan janji anggota Polri. Hal ini tertuang dalam pembukaan kode etik profesi anggota Polri.
Disebutkan dalam pembukaan, tugas polisi bukan hanya memelihara keamanan, dan menjaga ketertiban masyarakat. Tetapi menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Semua itu bakal tercipta, hanya oleh kualitas pengetahuan, dan keterampilan teknis kepolisian yang tinggi.
Namun, tanpa perilaku terpuji setiap anggota Polri, semua tugas dan fungsi Polri dalam menjaga ketertiban dan memelihara keamanan masyarakat bakal sia-sia.
Dampak fatal perilaku tidak terpuji itu adalah hancurnya wibawa Polri di mata masyarakat. Hal ini menjelma dalam beberapa kasus pembunuhan, dan dijadikannya anggota Polri sebagai sasaran kemarahan warga. Hilangnya sosok teladan dalam diri anggota Polri, menjadi beban berat bagi penegakkan hukum di masa depan.
Ke depan, citra polisi harus lebih baik. Tentu, perbaikan citra ini mesti dibarengi dengan perbaikan kesejahteraan dan pengetatan . Seiring dengan perbaikan itu, penghayatan terhadap sumpah dan kode etik profesi kepolisian juga harus digalakkan. Hingga sumpah jabatan yang telah diucapkan menjelma dalam sikap dan perbuatan.
Berdasarkan catatan redaksi, selama tahun 2013 terdapat beberapa kasus kepolisian yang menonjol. Di antaranya adalah kasus pelecehan seksual oknum anggota polisi terhadap tahanan wanita, dan pelecehan seksual sembilan oknum anggota polisi terhadap seorang gadis SMA. Kedua kasus asusila itu terjadi di Gorontalo dan Poso.
Selain pelecehan seksual, kasus lain yang menonjol selama 2013 adalah bunuh diri oknum anggota polisi. Selama 2013, tercatat beberapa oknum anggota polisi bunuh diri menggunakan senjata yang dimilikinya.
Kasus lain, yang menyita perhatian masyarakat luas adalah pembunuhan terhadap oknum anggota kepolisian. Selama tahun 2013, tercatat beberapa oknum anggota polisi ditemukan tewas dibunuh. Kasus pembunuhan yang paling anyar terjadi pada oknum anggota kepolisian dari Polda Bali yang menimpa Kompol Putu Suarsa (52).
Kemudian, keterlibatan anggota polisi dalam peredaran perdagangan narkotika. Yang menghebohkan dalam kasus ini adalah tertangkapnya Istri Kapolres Halmahera Utara (Halut) AKBP Eka Djuaedi, Selvi (41). Dia ditangkap jajaran Polres Gowa, setelah tertangkap tangan membawa narkoba jenis sabu.
Bersama dia, turut diamankan Ian (48), istri anggota Polres Gowa Aiptu Anwar Sulaiman. Kedua istri polisi ini tertangkap di Jalan Wahidin Sudirohusodo, Kelurahan Karetappa, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa.
Dari tangan keduanya, diamankan 13 paket sabu-sabu siap pakai, satu unit timbangan digital, alat isap narkoba, dan satu plastik pirex sabu sebagai alat bukti. Barang bukti tersebut, ditemukan dalam tas Selvi, sebanyak 12 paket sabu. Sedangkan satu paket dan alat isap lainnya, ditemukan di dalam rumah Aiptu Sulaiman.
Kasus terakhir yang cukup menghebohkan masyarakat adalah bunuh diri oknum anggota kepolisian. Tercatat, sejumlah oknum anggota polisi memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan menembakkan pistolnya ke kepala.
Fenomena tersebut merupakan lembaran hitam kepolisian yang tidak mungkin bisa dihapus dalam catatan sejarah. Bahkan akan terus bertambah jumlahnya jika tidak dilakukan perbaikan secara total dan menyeluruh di tubuh Polri.
Seperti dalam kasus bunuh diri anggota Polri. Kebanyakan oknum anggota Polri yang melakukan tindakan dilarang agama ini adalah, mereka yang rata-rata berpangkat dan bergaji rendah. Dengan tekanan kerja yang tinggi, aparat kepolisian di level bawah dan menengah rentan mengalami stres.
Gaji pokok terendah anggota polisi, yang telah mengalami kenaikan, sesuai PP No.23/2013 dan PP No.24/2013, gaji anggota Polri berpangkat Bhayangkara Dua dengan masa kerja 0 tahun adalah Rp1,393 juta. Sedang di level Brigadir Polisi Dua dengan masa kerja 0 tahun adalah Rp1,782 juta.
Di level menengah, gaji anggota polisi berpangkat Inspektur Polisi Dua sebesar Rp2,318 juta, Inspektur Polisi Satu Rp2,3 juta, dan Ajun Komisaris Polisi Rp2,4 juta. Sedang gaji Komisaris Polisi sebesar Rp2,5 juta, Ajun Komisaris Besar Polisi Rp2,7 juta, dan Komisaris Besar Polisi Rp2,7 juta.
Di level atas, gaji polisi berpangkat Brigadir Jenderal sebesar Rp2,788 juta, Inspektur Jenderal Rp2,875 juta, Komisaris Jenderal Rp4,303 juta, dan Jenderal Polisi Rp4,438 juta.
Melihat besaran gaji polisi tersebut, menjadi satu bentuk pembenaran banyak oknum anggota polisi yang terlibat dalam kasus kejahatan, seperti pedagangan obat-obatan terlarang, dan melindungi pengusaha-pengusaha nakal. Kendati begitu, hal ini tetap tidak bisa dinilai sebagai sesuatu yang wajar.
Aparat kepolisian tetap harus menjunjung tinggi, nilai-nilai kemanusiaan, dan menjadi contoh masyarakat. Seperti tercantum dalam sumpah dan janji anggota Polri. Hal ini tertuang dalam pembukaan kode etik profesi anggota Polri.
Disebutkan dalam pembukaan, tugas polisi bukan hanya memelihara keamanan, dan menjaga ketertiban masyarakat. Tetapi menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Semua itu bakal tercipta, hanya oleh kualitas pengetahuan, dan keterampilan teknis kepolisian yang tinggi.
Namun, tanpa perilaku terpuji setiap anggota Polri, semua tugas dan fungsi Polri dalam menjaga ketertiban dan memelihara keamanan masyarakat bakal sia-sia.
Dampak fatal perilaku tidak terpuji itu adalah hancurnya wibawa Polri di mata masyarakat. Hal ini menjelma dalam beberapa kasus pembunuhan, dan dijadikannya anggota Polri sebagai sasaran kemarahan warga. Hilangnya sosok teladan dalam diri anggota Polri, menjadi beban berat bagi penegakkan hukum di masa depan.
Ke depan, citra polisi harus lebih baik. Tentu, perbaikan citra ini mesti dibarengi dengan perbaikan kesejahteraan dan pengetatan . Seiring dengan perbaikan itu, penghayatan terhadap sumpah dan kode etik profesi kepolisian juga harus digalakkan. Hingga sumpah jabatan yang telah diucapkan menjelma dalam sikap dan perbuatan.
(san)