Maut selalu mengancam di Jalur Pantura
A
A
A
Sindonews.com - Jalur pantai utara (Pantura) sepanjang Pasuruan-Probolinggo sejak pertengahan 2013 lalu menjadi 'favorit' bagi pengendara yang suka ngebut di jalanan. Ruas jalan yang sebelumnya hanya terdapat dua lajur dan bergelombang, kerap menjadi sasaran umpatan pengguna jalan.
Sekali terjadi hambatan, kemacetan panjang dua arah akan berlangsung berjam-jam. Kemacetan semakin mengular, karena pada ruas jalan ini tidak terdapat jalur alternatif.
Seiring dengan proyek pelebaran jalan menjadi empat lajur, pengguna jalan kian leluasa melaju kencang di jalur ini. Rambu jalan serta sejumlah pos polisi dianggap hanya sebagai hiasan di sepanjang jalan tersebut.
Adu balap, mendahului dari lajur kiri maupun lajur arah berlawanan adalah hal yang biasa. Ini terjadi karena pada ruas jalan tersebut tidak terdapat median jalan yang memisahkan jalur Pantura.
"Melintas di jalur Pasuruan-Probolinggo, tidak cukup sekadar mahir mengemudi. Tapi juga wajib mewaspadai gerakan mobil dari semua arah, depan, belakang dan samping kiri kanan. Saling serobot lajur seolah sudah biasa. Ngeri," kata Achmadi, seorang pengemudi asal Jember.
Selama kurun waktu tersebut, sudah beberapa kali terjadi kecelakaan adu kepala dua atau lebih kendaraan dari arah berlawanan. Sebuah minibus anggota Marinir TNI AL, yang melaju di lajur kanan menerabas iring-iringan sepeda motor yang menewaskan tiga orang.
Bus rombongan pelajar juga bertabrakan dengan truk. Meski tidak ada korban jiwa, kecelakaan ini menambah daftar panjang ancaman dijalur maut Pantura.
Kecelakaan di ruas Jalan Desa Curah Tulis, Tongas, Kabupaten Probolinggo, yang menewaskan 18 orang, menjadi peristiwa tragis pada akhir tahun 2013. Kelalaian dan kecerobohan pengemudi merupakan faktor dominan penyebab kecelakaan di jalan. Termasuk memfungsikan mobil angkutan barang sebagai kendaraan pengangkut manusia.
'Angkutan massal' yang sudah menjadi tradisi warga kelas bawah dibiarkan terus berlangsung. Pelanggaran aturan ini bahkan menjadi hal yang mahfum. Apalagi jika dilakukan untuk mengangkut massa demonstran, massa parpol atau jemaah pengajian.
Salami (25), seorang korban selamat kecelakaan maut di Tongas, mengungkapkan, warga di desanya sudah terbiasa menumpang kendaraan bak terbuka secara beramai-ramai. Sekali jalan, puluhan orang bisa terangkut sampai di tujuan tanpa harus membayar ongkos.
"Kami sudah biasa menumpang mobil pikap. Mobilnya juga masih baru, jadi tidak terasa jika ngebut. Orang-orang banyak yang menutup wajah, untuk menghindari debu jalanan," kata Salami yang masih menjalani perawatan di RSUD dr Saleh, Kota Probolinggo, Minggu (29/12/2013).
Ia tak pernah menyangka, mobil baru yang ditumpanginya menjadi penjemput maut 18 orang kerabatnya dari Desa Mentor, Jangur dan Sumur Mati Kecamatan Sumber Asih, Kabupaten Probolinggo.
Sekali terjadi hambatan, kemacetan panjang dua arah akan berlangsung berjam-jam. Kemacetan semakin mengular, karena pada ruas jalan ini tidak terdapat jalur alternatif.
Seiring dengan proyek pelebaran jalan menjadi empat lajur, pengguna jalan kian leluasa melaju kencang di jalur ini. Rambu jalan serta sejumlah pos polisi dianggap hanya sebagai hiasan di sepanjang jalan tersebut.
Adu balap, mendahului dari lajur kiri maupun lajur arah berlawanan adalah hal yang biasa. Ini terjadi karena pada ruas jalan tersebut tidak terdapat median jalan yang memisahkan jalur Pantura.
"Melintas di jalur Pasuruan-Probolinggo, tidak cukup sekadar mahir mengemudi. Tapi juga wajib mewaspadai gerakan mobil dari semua arah, depan, belakang dan samping kiri kanan. Saling serobot lajur seolah sudah biasa. Ngeri," kata Achmadi, seorang pengemudi asal Jember.
Selama kurun waktu tersebut, sudah beberapa kali terjadi kecelakaan adu kepala dua atau lebih kendaraan dari arah berlawanan. Sebuah minibus anggota Marinir TNI AL, yang melaju di lajur kanan menerabas iring-iringan sepeda motor yang menewaskan tiga orang.
Bus rombongan pelajar juga bertabrakan dengan truk. Meski tidak ada korban jiwa, kecelakaan ini menambah daftar panjang ancaman dijalur maut Pantura.
Kecelakaan di ruas Jalan Desa Curah Tulis, Tongas, Kabupaten Probolinggo, yang menewaskan 18 orang, menjadi peristiwa tragis pada akhir tahun 2013. Kelalaian dan kecerobohan pengemudi merupakan faktor dominan penyebab kecelakaan di jalan. Termasuk memfungsikan mobil angkutan barang sebagai kendaraan pengangkut manusia.
'Angkutan massal' yang sudah menjadi tradisi warga kelas bawah dibiarkan terus berlangsung. Pelanggaran aturan ini bahkan menjadi hal yang mahfum. Apalagi jika dilakukan untuk mengangkut massa demonstran, massa parpol atau jemaah pengajian.
Salami (25), seorang korban selamat kecelakaan maut di Tongas, mengungkapkan, warga di desanya sudah terbiasa menumpang kendaraan bak terbuka secara beramai-ramai. Sekali jalan, puluhan orang bisa terangkut sampai di tujuan tanpa harus membayar ongkos.
"Kami sudah biasa menumpang mobil pikap. Mobilnya juga masih baru, jadi tidak terasa jika ngebut. Orang-orang banyak yang menutup wajah, untuk menghindari debu jalanan," kata Salami yang masih menjalani perawatan di RSUD dr Saleh, Kota Probolinggo, Minggu (29/12/2013).
Ia tak pernah menyangka, mobil baru yang ditumpanginya menjadi penjemput maut 18 orang kerabatnya dari Desa Mentor, Jangur dan Sumur Mati Kecamatan Sumber Asih, Kabupaten Probolinggo.
(lns)