Merokok, puluhan pengunjung RS Sanglah ditahan 3 bulan
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 32 orang pengunjung dan pedagang di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, Bali, dihukum tiga bulan kurungan, dengan masa percobaan dua bulan, karena terbukti merokok di kawasan tanpa rokok (KTR).
Dalam sidak tim gabungan yang dimotori Satuan Polisi Pamong Praja, bekerjasama dengan RSUP Sanglah, dan Jaringan Pengendali Tembakau, razia dipusatkan di tiga titik, salah satunya di rumah sakit terbesar di Bali itu.
Sidak digelar dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum, Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hasilnya, puluhan orang tertangkap tangan sedang merokok, dua orang penjual rokok di kantin rumah sakit ikut terjaring.
Majelis Hakim tunggal dari Pengadilan Negeri Denpasar memberi peringatan kepada pelanggar Perda KTR, jika selama kurun dua bulan itu masih melanggar seperti merokok, maka hukuman kurungan tiga bulan akan benar-benar dijalankan.
"Ada 32 orang yang tertangkap dan langsung sidang di tempat, sisanya yang terjaring di RSUD Badung dan Wangaya akan di sidang di pengadilan," kata Titik Suhariyati dari Jaringan Pengendalian Tembakau di RSUP Sanglah, Senin (16/12/2013).
Titik menjelaskan, hakim sengaja tidak menjatuhkan sanksi denda Rp50 ribu, karena para pelanggar tentu akan memilih sanksi itu. Untuk itu, sebagai efek jera hakim langsung menjatuhkan sanksi hukuman kurungan tiga bulan, dengan masa percobaan dua bulan.
Tim sidak menyasar ke Rumah Sakit Wangaya, Denpasar, RSUP Sanglah, dan RSUD Kapal Badung. Kawasan rumah sakit dan kawasan pendidikan memang menjadi target dan sasaran dari penegakan Perda KTR yang efektif berlaku sejak dua tahun lalu itu.
Masih banyaknya warga yang merokok sembarangan di kawasan rumah sakit, kemungkinan karena mengira bahwa larangan merokok baru sebatas imbauan, bukan aturan yang ada sanksi hukumnya.
Diakuinya, cukup sulit untuk mengubah kebiasaan merokok masyarakat. Karena itu, selain sosialisasi KTR dan sidak, diikuti sanksi, akan terus dilakukan sebagai upaya menimbulkan efek jera kepada mereka.
Di pihak lain, dukungan terhadap aturan itu semakin meluas, seperti di kabupatan/kota di Bali yang rutin menggelar sidak.
"Ya, minimal sebulan sekali jika terwujud akan bisa mempercepat terwujudnya program Bali yang clean and green, untuk melindungi masyarakat dari bahaya paparan asap rokok," imbuh Titik yang juga Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali.
Gusti, salah seorang perokok yang terkena sidang tindak pidana ringan (tipiring) mengaku belum mengetahui larangan merokok di rumah sakit. Dia mengaku mengetahui, larangan rokok hanya di tempat tertentu, tidak di seluruh kawasan rumah sakit.
Dalam sidak tim gabungan yang dimotori Satuan Polisi Pamong Praja, bekerjasama dengan RSUP Sanglah, dan Jaringan Pengendali Tembakau, razia dipusatkan di tiga titik, salah satunya di rumah sakit terbesar di Bali itu.
Sidak digelar dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum, Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hasilnya, puluhan orang tertangkap tangan sedang merokok, dua orang penjual rokok di kantin rumah sakit ikut terjaring.
Majelis Hakim tunggal dari Pengadilan Negeri Denpasar memberi peringatan kepada pelanggar Perda KTR, jika selama kurun dua bulan itu masih melanggar seperti merokok, maka hukuman kurungan tiga bulan akan benar-benar dijalankan.
"Ada 32 orang yang tertangkap dan langsung sidang di tempat, sisanya yang terjaring di RSUD Badung dan Wangaya akan di sidang di pengadilan," kata Titik Suhariyati dari Jaringan Pengendalian Tembakau di RSUP Sanglah, Senin (16/12/2013).
Titik menjelaskan, hakim sengaja tidak menjatuhkan sanksi denda Rp50 ribu, karena para pelanggar tentu akan memilih sanksi itu. Untuk itu, sebagai efek jera hakim langsung menjatuhkan sanksi hukuman kurungan tiga bulan, dengan masa percobaan dua bulan.
Tim sidak menyasar ke Rumah Sakit Wangaya, Denpasar, RSUP Sanglah, dan RSUD Kapal Badung. Kawasan rumah sakit dan kawasan pendidikan memang menjadi target dan sasaran dari penegakan Perda KTR yang efektif berlaku sejak dua tahun lalu itu.
Masih banyaknya warga yang merokok sembarangan di kawasan rumah sakit, kemungkinan karena mengira bahwa larangan merokok baru sebatas imbauan, bukan aturan yang ada sanksi hukumnya.
Diakuinya, cukup sulit untuk mengubah kebiasaan merokok masyarakat. Karena itu, selain sosialisasi KTR dan sidak, diikuti sanksi, akan terus dilakukan sebagai upaya menimbulkan efek jera kepada mereka.
Di pihak lain, dukungan terhadap aturan itu semakin meluas, seperti di kabupatan/kota di Bali yang rutin menggelar sidak.
"Ya, minimal sebulan sekali jika terwujud akan bisa mempercepat terwujudnya program Bali yang clean and green, untuk melindungi masyarakat dari bahaya paparan asap rokok," imbuh Titik yang juga Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali.
Gusti, salah seorang perokok yang terkena sidang tindak pidana ringan (tipiring) mengaku belum mengetahui larangan merokok di rumah sakit. Dia mengaku mengetahui, larangan rokok hanya di tempat tertentu, tidak di seluruh kawasan rumah sakit.
(san)