Warga Dolly ingin 'bernafas' 10 tahun lagi
A
A
A
Sindonews.com - Ngototnya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk menutup lokalisasi Dolly tidak mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitar lokalisasi.
Penututupan yang direncanakan pada awal tahun 2014 terkesan terburu-buru sehingga akan berdampak pada persoalan sosial. Bahkan, berpotensi menciptakan konflik horizontal.
Ketua Forum Masyarakat Komunikasi Lokalisasi (FMKL) Surabaya, Safik Mundzakir, mengatakan, pentutupan yang direncanakan awal tahun 2014 oleh Pemkot Surabaya terlalu terburu-buru. Menurutnya, seharusnya dilakukan lima atau 10 tahun yang akan datang.
"Harusnya lima atau sepuluh tahun lagi. Dalam jangka waktu itu, Pemkot harus menyiapakan langkah-langkah termasuk perekonomian warga sekitar agar tidak terbengkalai seperti lokalisasi yang telah ditutup sebelumnya," kata Safik, Kamis (12/12/13).
Pria yang tinggal di sekitar lokalisasi Dolly ini menjelaskan, sejumlah lokalisasi yang telah ditutup seperti Bangun Sari dan Klakah Rejo ternyata masih menyisakan masalah. Di tempat itu, kata Safik, warga yang sebelumnya menggantungkan hidup mencari nafkah banyak yang jatuh miskin.
Sementara janji Pemkot yang katanya juga memikirkan dampak pasca penutupan lokalisasi tidak terealisasi. Buktinya, perekonomian warga sekitar hancur dan tingkat kemiskinan meningkat. Belum lagi dengan kondisi pelacuran terselubung.
"Miris ketika persoalan ini dibiarkan. Saya dapat informasi pelacuran tidak di lokalisasi tapi di lapangan, di kolong-kolong jembatan. Kalau sudah gini siapa yang disalahkan. Ya tentunya tanggung jawab pemerintah. Dengan begitu pelacuran semakin tidak terkontrol," jelasnya.
Diakui atau tidak, lanjutnya, keberadaan lokalisasi ini juga menyangga perekonomian wilayah. Sementara, Pemkot Surabaya tidak bisa memenuhi kepentingan terkait lapangan kerja. Secara pribadi, Safik mengaku tidak sepakat jika penutupan lokalisasi tidak diiringi kesiapan penyediaan lapangan kerja bagi masyrakat sekitar.
Penututupan yang direncanakan pada awal tahun 2014 terkesan terburu-buru sehingga akan berdampak pada persoalan sosial. Bahkan, berpotensi menciptakan konflik horizontal.
Ketua Forum Masyarakat Komunikasi Lokalisasi (FMKL) Surabaya, Safik Mundzakir, mengatakan, pentutupan yang direncanakan awal tahun 2014 oleh Pemkot Surabaya terlalu terburu-buru. Menurutnya, seharusnya dilakukan lima atau 10 tahun yang akan datang.
"Harusnya lima atau sepuluh tahun lagi. Dalam jangka waktu itu, Pemkot harus menyiapakan langkah-langkah termasuk perekonomian warga sekitar agar tidak terbengkalai seperti lokalisasi yang telah ditutup sebelumnya," kata Safik, Kamis (12/12/13).
Pria yang tinggal di sekitar lokalisasi Dolly ini menjelaskan, sejumlah lokalisasi yang telah ditutup seperti Bangun Sari dan Klakah Rejo ternyata masih menyisakan masalah. Di tempat itu, kata Safik, warga yang sebelumnya menggantungkan hidup mencari nafkah banyak yang jatuh miskin.
Sementara janji Pemkot yang katanya juga memikirkan dampak pasca penutupan lokalisasi tidak terealisasi. Buktinya, perekonomian warga sekitar hancur dan tingkat kemiskinan meningkat. Belum lagi dengan kondisi pelacuran terselubung.
"Miris ketika persoalan ini dibiarkan. Saya dapat informasi pelacuran tidak di lokalisasi tapi di lapangan, di kolong-kolong jembatan. Kalau sudah gini siapa yang disalahkan. Ya tentunya tanggung jawab pemerintah. Dengan begitu pelacuran semakin tidak terkontrol," jelasnya.
Diakui atau tidak, lanjutnya, keberadaan lokalisasi ini juga menyangga perekonomian wilayah. Sementara, Pemkot Surabaya tidak bisa memenuhi kepentingan terkait lapangan kerja. Secara pribadi, Safik mengaku tidak sepakat jika penutupan lokalisasi tidak diiringi kesiapan penyediaan lapangan kerja bagi masyrakat sekitar.
(rsa)