Melawan lupa lewat Omah Munir

Senin, 09 Desember 2013 - 05:23 WIB
Melawan lupa lewat Omah Munir
Melawan lupa lewat Omah Munir
A A A
Sindonews.com - Ada nuansa baru di kediaman almarhum Munir, yang dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Jalan Bukit Berbunga 02, Kota Batu, Jawa Timur.

Sebuah tulisan “Museum Omah Munir” terpampang di dinding pagar. Beberapa banner juga menghiasi sela-sela pagar rumah bercat putih ini.

Sosok Munir, yang mempunyai nama lengkap Munir Said Thalib Al Khatiri, adalah salah satu korban HAM yang kasusnya hingga kini belum terkuak.

Lelaki keturunan Arab kelahiran 8 Desember 1965 meninggal dunia di dalam pesawat saat menuju Amesterdam Belanda pada 7 September 2004 karena dibunuh dengan racun.

Berbagai upaya dilakukan para pejuang HAM untuk menuntaskan kasus ini, namun selama sembilan tahun kasus ini belum juga mengungkap siapa aktor intelektual pembunuhan Munir.

Memasuki rumah yang pernah ditinggali almarhum Munir, kita seolah dibawa menuju masa lampau. Deretan foto-foto Munir, sepatu, rompi anti peluru, jaket kulit, serta pose Munir mengepalkan tangan kiri di atas motornya menyambut pengunjung.

Beberapa pesan moral Munir juga terpampang di dinding. Berita-berita tentang orang hilang juga menghiasi salah satu ruangan.

“Seluruh umat manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak," demikian salah satu kalimat yang pernah dilontarkan Munir yang menghiasi dinding sala satu ruangan.

Tepat di hari lahir Munir, Museum yang diberi nama “Omah Munir” ini diresmikan. Sejumlah tokoh pejuang HAM, budayawan, Butet, Komnas Ham, Kontras, LPSK, dan beberapa lembaga serta tokoh nasional dan regional turut hadir dalam launching Museum Omah Munir.

Istri almarhum Munir, Suciwati menyatakan, museum Munir ini diharapkan menjadi traning center pendidikan HAM. Training nanti akan bekerja sama dengan para ahlinya di bidang HAM, seperti Kontras, para guru, serta tokoh-tokoh nasional yagn selama ini konsen di bidang HAM.

“Kita ingin semua orang melihat hak asasi ini bagian dari hidup, menempel di bumi, tidak berada di langit,” kata Suciwati, Minggu (8/12/2013).

Pendirian museum ini juga sebagai salah satu tempat bersuara dan terus melawan lupa kalau ada kasus HAM yang hingga kini belum terselesaikan. Ia berharap ke depan tidak ada kasus pelanggaran HAM lagi, dan kasus yang pernah terjadi harus dituntaskan.

“Negara ini masih punya utang, selama kasus-kasus pelanggaran HAM belum pernah selesai,” ujarnya.

Selain itu, museum ini juga menjadi tempat orang-orang untuk berekspresi, bersuara, terkait kasus-kasus HAM. Di salah satu ruang nanti juga akan ada 30 hak dasar, seperti, hak bersuara, hak mengenyam pendidikan, dan lain-lain.

Usai pembukaan museum omah munir, dilanjutkan acara sarasehan budaya bersama Butet dan para seniman di Malang Raya. Hari ini akan ada sarasehan dengan berbagai aktivis se Malang Raya, NGO, Mahasiswa yang digelar sehari menjelang Hari HAM Internasional 10 Desember 2013.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5392 seconds (0.1#10.140)