Kontroversi korupsi uang transport penghulu
A
A
A
Sindonews.com - Terseretnya Kepala KUA Kota Kediri dalam kasus gratifikasi biaya nikah, dinilai karena adanya perbedaan penafsiran dengan aparat penegak hukum.
Humas Kementrian Agama (Kemenag) Jawa Timur Fatkhul Arif mengatakan, ada beda penafsiran tentang Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 yang mengatur soal biaya administrasi pencatatan nikah dan cerai.
"Biaya nikah sebesar Rp30 ribu. Sementara menikahkan orang di luar kantor harus ada kesepakatan. Nah, kesepakatan ini yang bagaimana masih debateable. Sehingga, ketika warga memberikan transport kepada penghulu dianggap gratifikasi oleh penegak hukum," kata Fatkhul, kepada wartawan, Senin (3/12/2013).
Uang sebesar Rp30 ribu itu, masuk ke dalam kas negara bukan masuk ke kantong pribadi. Kalau menikahkan orang di luar KUA memicu terjadinya gratifikasi, maka tidak perlu dilakukan. Biarlah, nanti masyarakat yang ingin menikah datang ke KUA.
"Kepala KUA Kota Kediri yang terseret dugaan gratifikasi ini hanya menerima uang transport sebesar Rp50 ribu. Celakanya, uang tersebut dianggap sebagai korupsi. Padahal, para penghulu mendatangai undangan masyarakat untuk menikahkan di luar kantor hanyalah membantu untuk memberikan kemudahan," terangnya.
Dia melanjutkan, pihaknya sangat juga menyayangkan dengan sikap penegak hukum yang demikian. Tidak melihat segi manfaatya di masyarakat. Sebenarnya, tugas seorang penghulu hanya menyaksikan dan mencatat pernikahan saja.
"Yang terjadi di masyrakat seorang penghulu harus memberikan khutbah nikah, mewakili wali," katanya.
Fenomana yang terjadi, usai melakukan itu, masyarakat kemudian memberikan uang saku sebagai ganti transport. Uang transport itu tidak berdasarkan paksaaan atau penyeragaman dari KUA.
"Bisa dijerat gratifikasi ketika diseragamkan, bahwa tarifnya sekian. Kasian penghulu-penghulu ini, meraka kan melakukan tugas mulai dalam pernikahan, tapi malah dijerat dengan korupsi," cetusnya.
Kasus ini, katanya, merupakan preseden buruk bagi seorang penghulu. Fatkhul juga mengaku, pihaknya akan melihat perkembangan. Bahkan, Kemenag Jatim juga akan mengeluarkan surat resmi terkait pelarangan nikah di luar kantor KUA.
"Kalau sudah demikian, menurut saya, biayanya akan lebih besar. pasangan mempelai harus menyediakan Khutbah nikah sendiri, sewa mobil dan lain-lain. Dan penghulu hanya menyaksikan dan mencatat," tandasnya.
Humas Kementrian Agama (Kemenag) Jawa Timur Fatkhul Arif mengatakan, ada beda penafsiran tentang Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 yang mengatur soal biaya administrasi pencatatan nikah dan cerai.
"Biaya nikah sebesar Rp30 ribu. Sementara menikahkan orang di luar kantor harus ada kesepakatan. Nah, kesepakatan ini yang bagaimana masih debateable. Sehingga, ketika warga memberikan transport kepada penghulu dianggap gratifikasi oleh penegak hukum," kata Fatkhul, kepada wartawan, Senin (3/12/2013).
Uang sebesar Rp30 ribu itu, masuk ke dalam kas negara bukan masuk ke kantong pribadi. Kalau menikahkan orang di luar KUA memicu terjadinya gratifikasi, maka tidak perlu dilakukan. Biarlah, nanti masyarakat yang ingin menikah datang ke KUA.
"Kepala KUA Kota Kediri yang terseret dugaan gratifikasi ini hanya menerima uang transport sebesar Rp50 ribu. Celakanya, uang tersebut dianggap sebagai korupsi. Padahal, para penghulu mendatangai undangan masyarakat untuk menikahkan di luar kantor hanyalah membantu untuk memberikan kemudahan," terangnya.
Dia melanjutkan, pihaknya sangat juga menyayangkan dengan sikap penegak hukum yang demikian. Tidak melihat segi manfaatya di masyarakat. Sebenarnya, tugas seorang penghulu hanya menyaksikan dan mencatat pernikahan saja.
"Yang terjadi di masyrakat seorang penghulu harus memberikan khutbah nikah, mewakili wali," katanya.
Fenomana yang terjadi, usai melakukan itu, masyarakat kemudian memberikan uang saku sebagai ganti transport. Uang transport itu tidak berdasarkan paksaaan atau penyeragaman dari KUA.
"Bisa dijerat gratifikasi ketika diseragamkan, bahwa tarifnya sekian. Kasian penghulu-penghulu ini, meraka kan melakukan tugas mulai dalam pernikahan, tapi malah dijerat dengan korupsi," cetusnya.
Kasus ini, katanya, merupakan preseden buruk bagi seorang penghulu. Fatkhul juga mengaku, pihaknya akan melihat perkembangan. Bahkan, Kemenag Jatim juga akan mengeluarkan surat resmi terkait pelarangan nikah di luar kantor KUA.
"Kalau sudah demikian, menurut saya, biayanya akan lebih besar. pasangan mempelai harus menyediakan Khutbah nikah sendiri, sewa mobil dan lain-lain. Dan penghulu hanya menyaksikan dan mencatat," tandasnya.
(san)