Kekerasan perempuan di Semarang tinggi

Senin, 25 November 2013 - 20:17 WIB
Kekerasan perempuan di Semarang tinggi
Kekerasan perempuan di Semarang tinggi
A A A
Sindonews.com – Kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah terus mengalami peningkatan. Di banding tahun lalu, jumlah kekerasan terhadap perempuan di Jateng tahun 2013 meningkat sekitar 13 persen.

Hal tersebut diketahui dari hasil laporan tahunan Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHM) Semarang di Universitas Katolik Soegidjapranata Semarang.

“Tahun ini jumlah kasus kekerasan di Jateng meningkat menjadi 460 kasus atau meningkat 13 persen. Tahun lalu jumlah yang masuk ke data kami hanya 408 kasus saja,” ujar Fatkhurozi, Direktur LRC-KJHM kota Semarang, Senin (25/11/2013).

Fathurozi menambahkan, dari kasus kekerasan terhadap perempuan itu, kasus kekerasan seksual menduduki peringkat tertinggi dengan jumlah 201 kasus. Selain itu, sebanyak 113 kasus perkosaan, 61 kasus Kekerasan dalam Pacaran, 34 kasus kekerasan dan kriminalisasi kepada perempuan “prostitute” atau korban eksploitasi seksual, 22 kasus kekerasan kepada pekerja migrant perempuan, 22 kasus perdagangan perempuan dan 7 kasus pelecehan seksual.

“Akibat kekerasan tersebut, sebanyak 29 perempuan korban kekerasan yang meninggal dunia karena sadisnya kekerasan yang dialami korban. Dari 29 perempuan korban yang meninggal itu, 18 di antaranya meninggal karena dibunuh oleh pasangannya seperti suami atau pacar,” imbuhnya.

Dari berbagai kabupaten/kota di Jateng tersebut imbuh Fathurozi, Kota Semarang menduduki peringkat tertinggi kasus kekerasan terhadap perempuan. Tercatat sebanyak 215 kasus kekerasan ditemukan di Kota Lumpia itu.

“Selanjutnya diikuti Kabupaten Demak dengan 16 kasus diikuti Kota Salatiga dengan 15 kasus,” pungkasnya.

Menanggapi tingginya kasus terharap perempuan di Kota Semarang, Kresseptiana Hendrar Prihadi selaku Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan perlunya dilakukan sosialisasi untuk mencegah kasus itu.

“Kami sendiri telah terus melakukan sosialisasi dengan mengirimkan kader PKK sampai ke tingkat RT. Tujuannya untuk memberikan pemahaman serta meminimalisir terjadinya kekerasan itu. Karena kami akui masih banyak perempuan di Kota Semarang yang belum paham mengenai hal itu, terutama dalam penempatan hak dan kewajibannya sebagai seorang perempuan,” ujarnya.

Lebih lanjut Kreseptiana menambahkan, laporan dari LRC-KJHM tersebut akan lebih memacu pihaknya untuk lebih giat melakukan sosialisasi. Harapannya, tahun depan angka kekerasan terhadap perempuan di Kota Semarang itu dapat menurun.

“Selain memberikan sosialisasi, kami juga akan terus berusaha memberdayakan perempuan Kota Semarang agar lebih berdaya guna dan mandiri. Hal itu penting agar mereka mampu menjaga dirinya dari berbagai hal termasuk kekerasan,” pungkasnya.

Sementara itu, Stefanie Kraemer (29), aktivis perempuan dari Jerman mengaku prihatin dengan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Jateng. Menurutnya, hal itu sudah tidak sepantasnya terjadi di era modern seperti ini.

“Seharusnya itu tidak terjadi pada perempuan di abad 21 ini, karena sudah banyak akses yang dapat dilakukan perempuan untuk menanggulangi kekerasan itu. Kekerasan terhadap perempuan itu hanya terjadi pada zaman dahulu, saat perempuan masih dianggap kaum ke dua,” tegasnya.

Stefianie berharap pihak pemerintah mengambil sikap untuk menangani kasus ini. Harapannya, kekerasan terhadap perempuan tidak kembali terulang di tahun yang akan datang.

“Perempuan juga harus meningkatkan kepercayaan diri dan pengetahuan agar tidak dilecehkan. Hal itu sangat penting untuk menjaga harkat dan martabat perempuan. Jika memang masih terjadi, perempuan harus berani melaporkannya kepada pihak yang berwajib,” pungkasnya.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5592 seconds (0.1#10.140)