Pameran foto Pak Boed ditutup penampilan dalang cilik
A
A
A
Sindonews.com - Aryo Pranowo, seorang dalang cilik mampu memberikan suguhan menarik dalam pergelaran wayang kulit di Hotel Pondok Tingal, Borobudur, Sabtu (24/11/2013) malam. Sejumlah penonton acapkali menghujani tepuk tangan saat dalang asal Solo itu menghadirkan gerakan kreatif wayang kulit yang ada di tangannya.
Malam itu, Aryo Pranowo mengusung lakon Salya Begal, sebuah cerita yang secara spesial ditampilkan dalam penutupan pameran poto H Budiardjo, Mantan Menteri Penerangan RI era 1968-1973. Sebab, Salya Begal terdapat di akhir buku kumpulan tulisan Pak Boed dengan judul halaman Liding Dongeng (moral cerita). Selain penutupan, pergelaran wayang itu juga sebagai peringatan hari ulang tahun Boediardjo atau biasa dipanggil Pak Boed ini.
Lakon "Salya Begal", yang merupakan satu di antara empat cerita wayang ciptaan Pak Boed. Lakon itu, dipentaskan pertama kali ketika Pak Boed merayakan HUT ke-75 di Balai Budaya Jakarta dengan dalang Ki Manteb Sudarsono.
Sementara, Pagelaran "Salya Begal" secara khusus ditujukan untuk mengenang Pak Boed. Selain itu juga merupakan bagian dari tradisi pentas wayang kulit, setiap bulan sekali di Pondok Tingal. Pondok Tingal yang dibangun Pak Boed, selain sebagai hotel, restoran, dan ruang pertemuan, antara lain juga tempat berbagai aktivitas khususnya menyangkut seni, budaya, dan kemasyarakatan.
Hingga saat ini, di kompleks tersebut antara lain telah dibuka Museum Wayang yang mengoleksi berbagai model wayang nusantara dan dari beberapa dari negara lain, buku-buku wayang, rekaman pementasan wayang, dan naskah wayang.
Dosen Program Studi Seni Pedalangan, Jurusan Seni Murni, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta Junaidi menjelaskan, lakon Salya Begal yang dimaksud dalam lakon wayang itu adalah Prabu Salya, seorang tokoh wayang dari Kerajaan Mandaraka.
Dalam cerita itu, Prabu Salya ini, dibegal oleh Kurawa terkait dengan cerita besar dunia pewayangan, Bharatayuda. Bharatayuda adalah kisah tentang perang antara keluarga Pandawa dengan Kurawa.
“Pada awalnya, Salya ingin membela Pandawa, namun karena ditipu oleh Kurawa, ia kemudian membela kurawa,” ujarnya, di sela-sela pementasan.
Disampaikannya, pesan moral yang ingin disampaikan Pak Boed melalui lakon karyanya itu, supaya orang jangan putus asa dan jangan nglokro bila keinginan tidak tercapai. “Kalau orang punya keinginan, harus sesuaikan dengan kehendak Tuhan dan bukan maunya kita," ujar Junaedi.
Junaidi yang pada 2010 meraih gelar doktor dari UGM dengan penelitian tentang dalang anak, juga mengapresiasi dan menyambut baik pementasan Salya Begal dengan menghadirkan Aryo Pranowo. Menurutnya, dengan masih adanya dalang anak di Indonesia, membuat kebudayaan semakin lestari.
“Tentu saja, perlu adanya inovasi dari cerita wayang. Harus disesuaikan juga dengan karakter anak. Dalang anak adalah penampilan luar biasa, karena generasi muda bisa melestarikan wayang,“ ujarnya.
Satmoko, ayah Aryo Pranowo, mengaku senang anaknya bisa memainkan lakon ciptaan mantan Menteri Penerangan RI tersebut. Ia mengaku terus mendukung anaknya yang merupakan siswa SMP Batik, Solo, untuk tetap berkecimpung di dunia seni dan pedalangan.
“Saya terus mendampinginya sampai pertunjukan ke lintas provinsi. Saya berharap dia bisa sukses di bidang pendidikan dan kesenian,” tandasnya.
Malam itu, Aryo Pranowo mengusung lakon Salya Begal, sebuah cerita yang secara spesial ditampilkan dalam penutupan pameran poto H Budiardjo, Mantan Menteri Penerangan RI era 1968-1973. Sebab, Salya Begal terdapat di akhir buku kumpulan tulisan Pak Boed dengan judul halaman Liding Dongeng (moral cerita). Selain penutupan, pergelaran wayang itu juga sebagai peringatan hari ulang tahun Boediardjo atau biasa dipanggil Pak Boed ini.
Lakon "Salya Begal", yang merupakan satu di antara empat cerita wayang ciptaan Pak Boed. Lakon itu, dipentaskan pertama kali ketika Pak Boed merayakan HUT ke-75 di Balai Budaya Jakarta dengan dalang Ki Manteb Sudarsono.
Sementara, Pagelaran "Salya Begal" secara khusus ditujukan untuk mengenang Pak Boed. Selain itu juga merupakan bagian dari tradisi pentas wayang kulit, setiap bulan sekali di Pondok Tingal. Pondok Tingal yang dibangun Pak Boed, selain sebagai hotel, restoran, dan ruang pertemuan, antara lain juga tempat berbagai aktivitas khususnya menyangkut seni, budaya, dan kemasyarakatan.
Hingga saat ini, di kompleks tersebut antara lain telah dibuka Museum Wayang yang mengoleksi berbagai model wayang nusantara dan dari beberapa dari negara lain, buku-buku wayang, rekaman pementasan wayang, dan naskah wayang.
Dosen Program Studi Seni Pedalangan, Jurusan Seni Murni, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta Junaidi menjelaskan, lakon Salya Begal yang dimaksud dalam lakon wayang itu adalah Prabu Salya, seorang tokoh wayang dari Kerajaan Mandaraka.
Dalam cerita itu, Prabu Salya ini, dibegal oleh Kurawa terkait dengan cerita besar dunia pewayangan, Bharatayuda. Bharatayuda adalah kisah tentang perang antara keluarga Pandawa dengan Kurawa.
“Pada awalnya, Salya ingin membela Pandawa, namun karena ditipu oleh Kurawa, ia kemudian membela kurawa,” ujarnya, di sela-sela pementasan.
Disampaikannya, pesan moral yang ingin disampaikan Pak Boed melalui lakon karyanya itu, supaya orang jangan putus asa dan jangan nglokro bila keinginan tidak tercapai. “Kalau orang punya keinginan, harus sesuaikan dengan kehendak Tuhan dan bukan maunya kita," ujar Junaedi.
Junaidi yang pada 2010 meraih gelar doktor dari UGM dengan penelitian tentang dalang anak, juga mengapresiasi dan menyambut baik pementasan Salya Begal dengan menghadirkan Aryo Pranowo. Menurutnya, dengan masih adanya dalang anak di Indonesia, membuat kebudayaan semakin lestari.
“Tentu saja, perlu adanya inovasi dari cerita wayang. Harus disesuaikan juga dengan karakter anak. Dalang anak adalah penampilan luar biasa, karena generasi muda bisa melestarikan wayang,“ ujarnya.
Satmoko, ayah Aryo Pranowo, mengaku senang anaknya bisa memainkan lakon ciptaan mantan Menteri Penerangan RI tersebut. Ia mengaku terus mendukung anaknya yang merupakan siswa SMP Batik, Solo, untuk tetap berkecimpung di dunia seni dan pedalangan.
“Saya terus mendampinginya sampai pertunjukan ke lintas provinsi. Saya berharap dia bisa sukses di bidang pendidikan dan kesenian,” tandasnya.
(lal)