Pengamat, kritisi vonis Mario
A
A
A
Sindonews.com - Vonis ringan terhadap Mario Zuhri (21) mendapat perhatian kalangan akademisi. Mahasiwa Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 45 Semarang ini divonis majelis hakim 1,6 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.
Mario yang tercatat sebagai mahasiswa semester VI ini diputus bersalah atas kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Jateng, senilai Rp 100 juta.
Ali Masyhar, dari Universitas Negeri ( Unes) Semarang, menyatakan vonis tersebut tidak memberikan efek jera, terhadap pelaku korupsi, termasuk Mario.
Menurut dia, hukuman yang layak untuk koruptor, harus memenuhi dua aspek. Pertama, harus memberikan efek jera bagi pelaku itu sendiri, atau yang dalam hukum pidana disebut special prevention, dan yang kedua menjadi pelajaran bagi orang lain yang memiliki potensi untuk korupsi agar mengurungkan niatnya, atau yang disebut general prevention.
"Saya tidak setuju dia dihukum ringan. Masih mahasiswa saja sudah begitu, apalagi dikemudian hari memegang jabatan," ujarnya kemarin.
Pengamat hukum pidana ini merasa prihatin dengan perilaku korupsi yang kini bagai virus, dan menyerang semua lini, termasuk mahasiswa.
Dijelaskan, mahasiswa itu kekuatan besar yang bisa mengubah bangsa. "Jika mahasiswa juga ikutan korupsi, kita sudah tidak punya harapan lagi,"tandasnya.
Terpisah, Nyoman Serikat mengaku hukuman terhadap Mario dinilai terlalu ringan. Namun pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini bisa memahami, mengingat kewajiban membayar denda serta uang pengganti dinilai sudah memadai.
"Saya pikir ini sudah memadai mengingat dana yang diselewengkan diminta untuk dikembalikan," ucap dia.
Baik Ali, maupun Nyoman merasakan keprihatinan yang sama. Menurut Ali Masyhar, korupsi bukan suatu tindakan konvensional seperti pencurian atau yang lainnya.
"Korupsi itu kejahatan transaksional. Hitung-hitungan. Jadi kalau diputus ringan, pelakunya masih merasa diuntungkan," kritiknya.
Menurut Nyoman Serikat, korupsi sudah mengalami regenerasi dan penyebarannya ke segala kegiatan yang melibatkan publik.
"Kita hanya bisa bilang cukup memprihatinkan mengingat mahasiswa yang seharusnya memiliki jiwa idealisme yang tinggi malah terlibat korupsi," ujarnya.
Untuk diketahui Mario Zuhri, salah seorang mahasiswa Untag 45 Semarang dibui gara-gara terlibat kasus korupsi. Dia membuat 10 proposal untuk kegiatan olahraga. Namun ketika dana dicairkan, Mario hanya memanfaatkan Rp3,5 juta. Sisanya Rp96 juta dinikmati sendiri.
Ketika kasus ini bergulir, Mario mengembalikan Rp50 juta. Sisa Rp 46,5 juta dianggap sebagai kerugian negara. Majelis dalam putusannya memberi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp46,5 juta. Jika tidak sanggup membayar, maka hukumannya akan bertambah enam bulan penjara.
Mario yang tercatat sebagai mahasiswa semester VI ini diputus bersalah atas kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Jateng, senilai Rp 100 juta.
Ali Masyhar, dari Universitas Negeri ( Unes) Semarang, menyatakan vonis tersebut tidak memberikan efek jera, terhadap pelaku korupsi, termasuk Mario.
Menurut dia, hukuman yang layak untuk koruptor, harus memenuhi dua aspek. Pertama, harus memberikan efek jera bagi pelaku itu sendiri, atau yang dalam hukum pidana disebut special prevention, dan yang kedua menjadi pelajaran bagi orang lain yang memiliki potensi untuk korupsi agar mengurungkan niatnya, atau yang disebut general prevention.
"Saya tidak setuju dia dihukum ringan. Masih mahasiswa saja sudah begitu, apalagi dikemudian hari memegang jabatan," ujarnya kemarin.
Pengamat hukum pidana ini merasa prihatin dengan perilaku korupsi yang kini bagai virus, dan menyerang semua lini, termasuk mahasiswa.
Dijelaskan, mahasiswa itu kekuatan besar yang bisa mengubah bangsa. "Jika mahasiswa juga ikutan korupsi, kita sudah tidak punya harapan lagi,"tandasnya.
Terpisah, Nyoman Serikat mengaku hukuman terhadap Mario dinilai terlalu ringan. Namun pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini bisa memahami, mengingat kewajiban membayar denda serta uang pengganti dinilai sudah memadai.
"Saya pikir ini sudah memadai mengingat dana yang diselewengkan diminta untuk dikembalikan," ucap dia.
Baik Ali, maupun Nyoman merasakan keprihatinan yang sama. Menurut Ali Masyhar, korupsi bukan suatu tindakan konvensional seperti pencurian atau yang lainnya.
"Korupsi itu kejahatan transaksional. Hitung-hitungan. Jadi kalau diputus ringan, pelakunya masih merasa diuntungkan," kritiknya.
Menurut Nyoman Serikat, korupsi sudah mengalami regenerasi dan penyebarannya ke segala kegiatan yang melibatkan publik.
"Kita hanya bisa bilang cukup memprihatinkan mengingat mahasiswa yang seharusnya memiliki jiwa idealisme yang tinggi malah terlibat korupsi," ujarnya.
Untuk diketahui Mario Zuhri, salah seorang mahasiswa Untag 45 Semarang dibui gara-gara terlibat kasus korupsi. Dia membuat 10 proposal untuk kegiatan olahraga. Namun ketika dana dicairkan, Mario hanya memanfaatkan Rp3,5 juta. Sisanya Rp96 juta dinikmati sendiri.
Ketika kasus ini bergulir, Mario mengembalikan Rp50 juta. Sisa Rp 46,5 juta dianggap sebagai kerugian negara. Majelis dalam putusannya memberi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp46,5 juta. Jika tidak sanggup membayar, maka hukumannya akan bertambah enam bulan penjara.
(lns)