Pendidikan harus cetak pemimpin dan pengusaha
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga pendidikan diminta agar tidak hanya mencetak para sarjana, melainkan juga melahirkan pemimpin dan pengusaha.
Hal itu ditegaskan Pengusaha Muslim, Soetrisno Bachir, dalam seminar memperingati 71 tahun Ma’had Islam, Jumat (8/11/2013) di Pekalongan, Jawa Tengah.
Menurutnya, lembaga pendidikan harus membekali kemampuan berpikir menembus jauh ke depan. "Lembaga pendidikan Islam harus menjadi tempat penggemblengan kader umat yang unggul. Umat Islam harus visioner dan menjawab tantangan zaman,” papar Soetrisno.
Soetrisno menambahkan, pendidikan Islam juga harus mampu memberi bekal kepemimpinan dan kewirausahaan kepada para anak didiknya. Belajar dari zaman kejayaan Islam di masa lalu, lanjutnya, umat Islam harus visioner, mampu memimpin, dan mengelola potensi duniawi.
“Pendidikan Islam harus komprehensif dan terintegrasi, jangan sekuler. Jangan mengajak memikirkan akhirat saja, tapi juga bagaimana menguasai urusan dunia. Selain harus cerdas, seorang muslim juga harus kuat dan kaya!,” tegas mantan Ketua Umum Partai Amanat nasional ini.
“Kekayaan adalah sarana ibadah. Dengan menjadi kaya, kita semakin berdaya untuk membangun peradaban umat,” Soetrisno menambahkan.
“Di sektor perekonomian, kita harus mengevaluasi kondisi di negara yang mayoritas muslim ini. Berapa persen pengusaha muslim mampu mengontrol perekonomian?,” cetus Soetrisno sembari mengajak peserta seminar untuk ikut berpikir.
Pengusaha yang juga Ketua Umum Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) ini menceritakan bahwa bangsa Indonesia masih jauh ketinggalan dari negara-negara tetangga.
“Populasi wirausahawan di Indonesia masih sebanyak 1,56 persen, berada jauh di bawah Malaysia yang punya 4 persen, Thailand punya 4,1 persen, apalagi dengan Singapura yang punya 7 persen,” urainya.
Dengan pengalamannya sebagai pengusaha dan tokoh politik nasional, Soetrisno berkomitmen untuk menanamkan pondasi peradaban secara komprehensif.
"Pendidikan kita harus membuka diri, harus hijrah ke pusaran baru dengan mengintegrasikan gerakan wirausaha dalam sistem pendidikan," usulnya.
Soetrisno mengisahkan bahwa sebagai Ketua Umum KB PII periode 2011-2015, ia juga memberikan perhatian besar pada gerakan wirausaha di organisasi yang dipimpinnya.
“PII juga saya dorong untuk tidak hanya mencetak kader cendekiawan dan pemimpin umat, tapi juga kader entrepreneur,” jelasnya.
Antara lain dengan menggerakkan program terkait kewirausahaan seperti mendirikan “imsa-mart” dan program “go-creative-preneur’ yang mejadi gerakan para alumni PII secara nasional.
Sebagaimana diketahui, bahwa KB PII adalah wadah alumni Pelajar Islam Indonesia (PII) yang telah berkiprah sejak tahun 1947.
Sedangkan KB PII didirikan pada 28 Mei 1998 di Masjid Istiqlal di Jakarta. Hingga saat ini KB PII telah memiliki kepengurusan di seluruh provinsi serta hampir keseluruhan Kabupaten dan Kota di Indonesia.
Hal itu ditegaskan Pengusaha Muslim, Soetrisno Bachir, dalam seminar memperingati 71 tahun Ma’had Islam, Jumat (8/11/2013) di Pekalongan, Jawa Tengah.
Menurutnya, lembaga pendidikan harus membekali kemampuan berpikir menembus jauh ke depan. "Lembaga pendidikan Islam harus menjadi tempat penggemblengan kader umat yang unggul. Umat Islam harus visioner dan menjawab tantangan zaman,” papar Soetrisno.
Soetrisno menambahkan, pendidikan Islam juga harus mampu memberi bekal kepemimpinan dan kewirausahaan kepada para anak didiknya. Belajar dari zaman kejayaan Islam di masa lalu, lanjutnya, umat Islam harus visioner, mampu memimpin, dan mengelola potensi duniawi.
“Pendidikan Islam harus komprehensif dan terintegrasi, jangan sekuler. Jangan mengajak memikirkan akhirat saja, tapi juga bagaimana menguasai urusan dunia. Selain harus cerdas, seorang muslim juga harus kuat dan kaya!,” tegas mantan Ketua Umum Partai Amanat nasional ini.
“Kekayaan adalah sarana ibadah. Dengan menjadi kaya, kita semakin berdaya untuk membangun peradaban umat,” Soetrisno menambahkan.
“Di sektor perekonomian, kita harus mengevaluasi kondisi di negara yang mayoritas muslim ini. Berapa persen pengusaha muslim mampu mengontrol perekonomian?,” cetus Soetrisno sembari mengajak peserta seminar untuk ikut berpikir.
Pengusaha yang juga Ketua Umum Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) ini menceritakan bahwa bangsa Indonesia masih jauh ketinggalan dari negara-negara tetangga.
“Populasi wirausahawan di Indonesia masih sebanyak 1,56 persen, berada jauh di bawah Malaysia yang punya 4 persen, Thailand punya 4,1 persen, apalagi dengan Singapura yang punya 7 persen,” urainya.
Dengan pengalamannya sebagai pengusaha dan tokoh politik nasional, Soetrisno berkomitmen untuk menanamkan pondasi peradaban secara komprehensif.
"Pendidikan kita harus membuka diri, harus hijrah ke pusaran baru dengan mengintegrasikan gerakan wirausaha dalam sistem pendidikan," usulnya.
Soetrisno mengisahkan bahwa sebagai Ketua Umum KB PII periode 2011-2015, ia juga memberikan perhatian besar pada gerakan wirausaha di organisasi yang dipimpinnya.
“PII juga saya dorong untuk tidak hanya mencetak kader cendekiawan dan pemimpin umat, tapi juga kader entrepreneur,” jelasnya.
Antara lain dengan menggerakkan program terkait kewirausahaan seperti mendirikan “imsa-mart” dan program “go-creative-preneur’ yang mejadi gerakan para alumni PII secara nasional.
Sebagaimana diketahui, bahwa KB PII adalah wadah alumni Pelajar Islam Indonesia (PII) yang telah berkiprah sejak tahun 1947.
Sedangkan KB PII didirikan pada 28 Mei 1998 di Masjid Istiqlal di Jakarta. Hingga saat ini KB PII telah memiliki kepengurusan di seluruh provinsi serta hampir keseluruhan Kabupaten dan Kota di Indonesia.
(rsa)