51,21% air sumur Sleman tercemar e-coli
A
A
A
Sindonews.com - Air sumur milik warga Kabupaten Sleman 51,21 persen sudah tercemar bakteri e-coli. Hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, dari 5.270 air sumur milik warga, 2.699 air sumur atau 48,79 persen memenuhi syarat bakteorologi.
Karena itu, warga diminta untuk tidak mengkonsumsi air secara langsung dari sumur yang tercemar bakteri e-coli. Sebab jika dikonsumsi akan sangat berbahaya, karena dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, terutama penyakit diare dan typus.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Mafilinda Nuraini mengatakan dari hasil penelitian tersebut, air sumur yang paling banyak tercemar e-coli terdapat di tiga kecamatan, yaitu kecamatan, Moyudan, Minggir dan Seyegan.
Bahkan untuk kecamatan Moyudan dan Minggir untuk prosentase air sumur yang memenuhi syarat kecil, yaitu di bawah 20 persen.
“Untuk Moyudan 16,28 persen dan Minggir 17,93 persen,” papar Mafilinda Nuraini yang akrab disapa Linda ini, di ruang kerjanya, Jumat (8/11/2013)
Selain meneliti syarat bakteorologi, pihaknya juga melakukan penelitian air dari segi kimiawi. Dari pemeriksaan air sumur tersebut juga banyak mengadung zat besi (fe) dan magnesium (mg).
Namun, untuk syarat kimiawi ini, tidak menyebabkan gangguan kesehatan, melainkan hanya akan menyebabkan korusi (karat) pada perkakas yang terkena air ini.
“Sampel yang kami ambil ini, berasal dari seluruh puskesmas yang ada di Sleman, antara bulan Januari hingga September,” terangnya.
Linda menjelaskan penyebab air sumur tercemar e-coli, di antaranya dari segi fisik sumur yang kurang bagus, dekat dengan sumber pembuangan limbah, baik padat maupun cair, mulut sumur belum terlindung atau dalam keadaan terbuka serta bersumber dari air permukaan. Terutama daerah-daerah yang sumber airnya dangkal.
“Sumber air permukaan ini mudah tercemar air sungai, sawah dan kolam,” terangnya.
Menurut Linda penelitian air sumur ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan tiap tahun. Hasil dari penelitian tersebut, akan menjadi acuan dalam mengambil kebijakan terhadap kesehatan masyarakat termasuk rekomendasi untuk perbaikan.
Sedangkan upaya untuk perbaikan kualitas air sumur. Selain dengan melakukan pembinaan, juga meminta warga segera memperbaiki fisik sumur mereka. Termasuk harus menjaga sanitasi lingkungan dan memberikan stimulan untuk perbaikan sumur.
“Prosentase air sumur yang memenuhi syarat ini, masih di bawah standar. Sebab untuk standar MDG’s minimal angka prosentasenya 65 persen. Hanya saja untuk air yang diteliti bukan air sumur melainkan air PDAM,” paparnya.
Karena itu, warga diminta untuk tidak mengkonsumsi air secara langsung dari sumur yang tercemar bakteri e-coli. Sebab jika dikonsumsi akan sangat berbahaya, karena dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, terutama penyakit diare dan typus.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Mafilinda Nuraini mengatakan dari hasil penelitian tersebut, air sumur yang paling banyak tercemar e-coli terdapat di tiga kecamatan, yaitu kecamatan, Moyudan, Minggir dan Seyegan.
Bahkan untuk kecamatan Moyudan dan Minggir untuk prosentase air sumur yang memenuhi syarat kecil, yaitu di bawah 20 persen.
“Untuk Moyudan 16,28 persen dan Minggir 17,93 persen,” papar Mafilinda Nuraini yang akrab disapa Linda ini, di ruang kerjanya, Jumat (8/11/2013)
Selain meneliti syarat bakteorologi, pihaknya juga melakukan penelitian air dari segi kimiawi. Dari pemeriksaan air sumur tersebut juga banyak mengadung zat besi (fe) dan magnesium (mg).
Namun, untuk syarat kimiawi ini, tidak menyebabkan gangguan kesehatan, melainkan hanya akan menyebabkan korusi (karat) pada perkakas yang terkena air ini.
“Sampel yang kami ambil ini, berasal dari seluruh puskesmas yang ada di Sleman, antara bulan Januari hingga September,” terangnya.
Linda menjelaskan penyebab air sumur tercemar e-coli, di antaranya dari segi fisik sumur yang kurang bagus, dekat dengan sumber pembuangan limbah, baik padat maupun cair, mulut sumur belum terlindung atau dalam keadaan terbuka serta bersumber dari air permukaan. Terutama daerah-daerah yang sumber airnya dangkal.
“Sumber air permukaan ini mudah tercemar air sungai, sawah dan kolam,” terangnya.
Menurut Linda penelitian air sumur ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan tiap tahun. Hasil dari penelitian tersebut, akan menjadi acuan dalam mengambil kebijakan terhadap kesehatan masyarakat termasuk rekomendasi untuk perbaikan.
Sedangkan upaya untuk perbaikan kualitas air sumur. Selain dengan melakukan pembinaan, juga meminta warga segera memperbaiki fisik sumur mereka. Termasuk harus menjaga sanitasi lingkungan dan memberikan stimulan untuk perbaikan sumur.
“Prosentase air sumur yang memenuhi syarat ini, masih di bawah standar. Sebab untuk standar MDG’s minimal angka prosentasenya 65 persen. Hanya saja untuk air yang diteliti bukan air sumur melainkan air PDAM,” paparnya.
(lns)