GTT & PTT datangi DPRD tuntut upah setara UMK
A
A
A
Sindonews.com - Sekitar 20 perwakilan guru wiyata bakti dan pegawai honorer sektor pendidikan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) mendatangi kantor DPRD Kabupaten Cilacap untuk beraudeinsi.
“Kami meminta kesejahteraan dengan menaikkan upah setara UMK, kemudian meminta guru honorer yang berada di sekolah negeri untuk diberikan sertifikasi,” ujar Ketua Forum Komunikasi GTT PTT, Sultoni di depan Komisi A DPRD Cilacap, Kamis (7/11/2013).
Audiensi ini, merupakan tindaklanjut dari aksi unjuk rasa yang sebelumnya dilakukan. Namun, setelah tuntutan mereka sudah disampaikan, belum ada tanggapan dari pemkab.
Menurut Sultoni, tanggung jawab guru GTT dan guru tetap lainya sama besarnya.
"Tangungjawab kita sama yakni mencerdaskan dan menyiapkan masa depan bangsa, namun GTT memiliki kesejahteraan yang rendah, karena upah sangat jauh dari layak, antara Rp 300-Rp 350 ribu,"tukasnya.
Karena itu, mereka meminta kepada anggota dewan untuk menghitung kembali anggaran yang dimiliki Cilacap, agar kesejahteraan mereka dapat terangkat.
Terkait tuntutan GTT, Kepala Disdikpora Kabupaten Cilacap, Tulus Wibowo mengatakan dalam saat ini sampai bulan Juni 2013 ada sebanyak 5.907 guru WB dan PTT yang dimiliki oleh Kabupaten Cilacap.
“Untuk tahun ini dianggarkan Rp14 miliar lebih untuk PTT, sedangkan pada tahun 2014 dianggarkan Rp19 miliar lebih. Dengan asumsi mereka mendapatkan kenaikan, dari sebelumnya Rp200 ribu menjadi Rp 250 ribu. Tapi mengalami penurunan orang sesuai aturan minimal sudah mengabdi selama dua tahun,” ujarnya.
Sementara itu, Muslikhin, Ketua Komisi D mengatakan selama ini pemerintah memiliki anggaran sekitar Rp2,1 triliun namun 60 persen di antaranya digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan 40 persen untuk biaya pembangunan.
“Kalau membolehkan bisa misalnya Rp750 ribu perbulan kali setahun, mencapai Rp30 miliar, kira-kira bisa mengurangi biaya pembangunan fisik sebanyak itu juga,” katanya mengusulkan.
Namun hal ini harus diperlukan pembahasan lebih lanjut, terutama harus mendapatkan catatan fatwa dari Badan pemeriksa Keuangan (BPK). Anggota dewan menyayangkan Disdikpora yang enggan meminta fatwa kepada BPK terkait dengan hal tersebut.
“Kami meminta kesejahteraan dengan menaikkan upah setara UMK, kemudian meminta guru honorer yang berada di sekolah negeri untuk diberikan sertifikasi,” ujar Ketua Forum Komunikasi GTT PTT, Sultoni di depan Komisi A DPRD Cilacap, Kamis (7/11/2013).
Audiensi ini, merupakan tindaklanjut dari aksi unjuk rasa yang sebelumnya dilakukan. Namun, setelah tuntutan mereka sudah disampaikan, belum ada tanggapan dari pemkab.
Menurut Sultoni, tanggung jawab guru GTT dan guru tetap lainya sama besarnya.
"Tangungjawab kita sama yakni mencerdaskan dan menyiapkan masa depan bangsa, namun GTT memiliki kesejahteraan yang rendah, karena upah sangat jauh dari layak, antara Rp 300-Rp 350 ribu,"tukasnya.
Karena itu, mereka meminta kepada anggota dewan untuk menghitung kembali anggaran yang dimiliki Cilacap, agar kesejahteraan mereka dapat terangkat.
Terkait tuntutan GTT, Kepala Disdikpora Kabupaten Cilacap, Tulus Wibowo mengatakan dalam saat ini sampai bulan Juni 2013 ada sebanyak 5.907 guru WB dan PTT yang dimiliki oleh Kabupaten Cilacap.
“Untuk tahun ini dianggarkan Rp14 miliar lebih untuk PTT, sedangkan pada tahun 2014 dianggarkan Rp19 miliar lebih. Dengan asumsi mereka mendapatkan kenaikan, dari sebelumnya Rp200 ribu menjadi Rp 250 ribu. Tapi mengalami penurunan orang sesuai aturan minimal sudah mengabdi selama dua tahun,” ujarnya.
Sementara itu, Muslikhin, Ketua Komisi D mengatakan selama ini pemerintah memiliki anggaran sekitar Rp2,1 triliun namun 60 persen di antaranya digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan 40 persen untuk biaya pembangunan.
“Kalau membolehkan bisa misalnya Rp750 ribu perbulan kali setahun, mencapai Rp30 miliar, kira-kira bisa mengurangi biaya pembangunan fisik sebanyak itu juga,” katanya mengusulkan.
Namun hal ini harus diperlukan pembahasan lebih lanjut, terutama harus mendapatkan catatan fatwa dari Badan pemeriksa Keuangan (BPK). Anggota dewan menyayangkan Disdikpora yang enggan meminta fatwa kepada BPK terkait dengan hal tersebut.
(lns)