Pawai Muharam berubah pawai anti syiah
A
A
A
Sindonews.com - Ribuan umat muslim menggelar pawai taaruf dalam rangka memperingati 1 Muharam, tahun baru hijriyah di Alun-alun Bangil Kabupaten Pasuruan.
Namun dalam pawai berjalan kaki mengelilingi Kota Bangil ini juga diselipi kampanye menolak aliran syiah yang dianggapnya sesat.
Pawai yang berpotensi menimbulkan konflik antar golongan inipun mendapat pengawalan ketat dari petugas kepolisian.
Sedikitnya 640 personel kepolisian, 300 personel Brimob Polda Jatim di antaranya ditempatkan di sejumlah titik yang dianggap rawan terjadi konflik.
Bahkan Waka Polda Jatim, Brigjend Moechgiyarto turun langsung ke Bangil untuk memantau jalannya pawai taaruf itu.
Ketua Jami'ah Aswaja, KH Nurcholis Mursytari mengungkapkan, pawai taaruf ini merupakan kegiatan rutin yang tujuannya untuk mensyiarkan agama Islam.
Sedikitnya 2.700 peserta dari berbagai wilayah di sekitar Bangil berperan serta dalam pawai menyambut tahun baru hijriyah tersebut.
Menurut KH Nurcholis, pada pawai taaruf tersebut pihaknya juga mengingatkan akan ancaman ajaran syiah yang menyesatkan. Karenanya, pihaknya menyerukan agar umat muslim membentengi diri dari ajaran agama yang telah dinyatakan aliran sesat oleh Gubernur Jatim itu.
"Kota Bangil adalah sentral dari kegiatan ajaran syiah. Kami tidak ingin ajaran sesat ini merasuki kehidupan masyarakat," kata KH Nurcholis, Selasa (5/11/2013).
Dari beberapa kasus konflik antar golongan di beberapa tempat, lanjut KH Nurcholis, diindikasikan bersumber dari kelompok syiah di Kota Bangil. Hal ini terjadi karena Kota Bangil merupakan pusat kegiatan ajaran syiah terbesar se Asia Tenggara.
"Sumber kerusuhan di beberapa tempat berasal dari Bangil. Kami ingin agar pusat kegiatan syiah ini dipindahkan dari Bangil," tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut Waka Polda Jatim Brigjen Moechgiyarto menyempatkan untuk berdialog dengan pimpinan Jami'yah Aswaja. Menurut Waka Polda, sebagai aparat keamanan, polisi tidak boleh bertindak pilih kasih terhadap kegiatan yang dilakukan kelompok minoritas dan mayoritas di masyarakat.
Pihaknya menepis anggapan penjagaan aparat kepolisian yang berlebihan. Karena hal ini sebagai upaya untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
"Kami memiliki protap untuk menempatkan aparat kepolisian. Polisi tidak boleh under estimate, semuanya harus diantisipasi. Apalagi di Bangil memiliki sejarah konflik antar kelompok yang berpotensi kembali terjadi," kata Brigjen Moechgiyarto.
Namun dalam pawai berjalan kaki mengelilingi Kota Bangil ini juga diselipi kampanye menolak aliran syiah yang dianggapnya sesat.
Pawai yang berpotensi menimbulkan konflik antar golongan inipun mendapat pengawalan ketat dari petugas kepolisian.
Sedikitnya 640 personel kepolisian, 300 personel Brimob Polda Jatim di antaranya ditempatkan di sejumlah titik yang dianggap rawan terjadi konflik.
Bahkan Waka Polda Jatim, Brigjend Moechgiyarto turun langsung ke Bangil untuk memantau jalannya pawai taaruf itu.
Ketua Jami'ah Aswaja, KH Nurcholis Mursytari mengungkapkan, pawai taaruf ini merupakan kegiatan rutin yang tujuannya untuk mensyiarkan agama Islam.
Sedikitnya 2.700 peserta dari berbagai wilayah di sekitar Bangil berperan serta dalam pawai menyambut tahun baru hijriyah tersebut.
Menurut KH Nurcholis, pada pawai taaruf tersebut pihaknya juga mengingatkan akan ancaman ajaran syiah yang menyesatkan. Karenanya, pihaknya menyerukan agar umat muslim membentengi diri dari ajaran agama yang telah dinyatakan aliran sesat oleh Gubernur Jatim itu.
"Kota Bangil adalah sentral dari kegiatan ajaran syiah. Kami tidak ingin ajaran sesat ini merasuki kehidupan masyarakat," kata KH Nurcholis, Selasa (5/11/2013).
Dari beberapa kasus konflik antar golongan di beberapa tempat, lanjut KH Nurcholis, diindikasikan bersumber dari kelompok syiah di Kota Bangil. Hal ini terjadi karena Kota Bangil merupakan pusat kegiatan ajaran syiah terbesar se Asia Tenggara.
"Sumber kerusuhan di beberapa tempat berasal dari Bangil. Kami ingin agar pusat kegiatan syiah ini dipindahkan dari Bangil," tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut Waka Polda Jatim Brigjen Moechgiyarto menyempatkan untuk berdialog dengan pimpinan Jami'yah Aswaja. Menurut Waka Polda, sebagai aparat keamanan, polisi tidak boleh bertindak pilih kasih terhadap kegiatan yang dilakukan kelompok minoritas dan mayoritas di masyarakat.
Pihaknya menepis anggapan penjagaan aparat kepolisian yang berlebihan. Karena hal ini sebagai upaya untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
"Kami memiliki protap untuk menempatkan aparat kepolisian. Polisi tidak boleh under estimate, semuanya harus diantisipasi. Apalagi di Bangil memiliki sejarah konflik antar kelompok yang berpotensi kembali terjadi," kata Brigjen Moechgiyarto.
(lns)