3 dosen gugat Permen Pendidikan ke MA
A
A
A
Sindonews.com – Tiga dosen di Yogyakarta menggungat Peraturan Menteri Pendidikan nomor 24 tahun 2010 tentang pengangkatan dan pemberhentian rektor, ketua, direktur pada perguruan tinggi ke Mahkamah Agung (MA).
Tiga dosen yakni DR Suharno Msi merupakan dosen Faktultas Ilmu Sosial, DR Samodra Wibawa dosen Fisipol UGM, dan DR Ariswan Msi dosen MIPA UNY menilai permen tersebut tidak fair.
Suharto salah seorang penggugat mengatakan, berdasarkan permen tersebut, seorang menteri memiliki hak pilih hingga 35 persen.
Menurutnya, ketetentuan itu jelas bertentangan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20/2013 khususnya pada pasal 4 ayat 1.
“Dalam undang-undang disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus diselenggarakan secara adil, demokratis, dan otonom. Nah permen itu sendiri kami nilai bertentangan dengan UU. Karena di bawah UU kami ajukan keberatan ke MA,” kata Suharto, Sabtu (2/11/2013).
Dia menjelaskan, menteri merupakan jabatan politik yang diisi orang parpol atau simpatisan parpol. Karena, itu seorang menteri akan memilih kandidat yang memiliki kedekatan atau visi yang sama.
Di sinilah, kandidat lain yang tidak memiliki kedekatan akan dirugikan.
Selain itu, kampus seharusnya tidak dilibatkan ke dalam politik praktis atau setidaknya dihindarkan dari pertarungan politik.
“Pemilihan jadinya akan dipengaruhi dinamika politik pusat, dan membuat kampus tidak demokratis dan tidak otonom,” terangnya.
Dia berharap, MA mengabulkan seluruh permohonan yang di ajukan. Antara lain dengan menyatakan pasal 6 ayat 2 huruf E poin 1 Permen nomor 24/2010 bertentangan dengan UU, menyatakan pasal 6 ayat 2 huruf E poin 1 Permen tidak memiliki kekuatan hukum, memerintahkan pencoretan pasal 6 ayat 2 huruf E poin 1.
“Juga pasal 41 ayat 3 poin A permen nomor 34/ 2011 tentang statuta UNY. Apabila MA berpendapat lain, kami harap dibuat keputusan seadil-adilnya. Kami tidak tahu berapa lama keberatan kami akan diproses,” terangnya.
Tiga dosen yakni DR Suharno Msi merupakan dosen Faktultas Ilmu Sosial, DR Samodra Wibawa dosen Fisipol UGM, dan DR Ariswan Msi dosen MIPA UNY menilai permen tersebut tidak fair.
Suharto salah seorang penggugat mengatakan, berdasarkan permen tersebut, seorang menteri memiliki hak pilih hingga 35 persen.
Menurutnya, ketetentuan itu jelas bertentangan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20/2013 khususnya pada pasal 4 ayat 1.
“Dalam undang-undang disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus diselenggarakan secara adil, demokratis, dan otonom. Nah permen itu sendiri kami nilai bertentangan dengan UU. Karena di bawah UU kami ajukan keberatan ke MA,” kata Suharto, Sabtu (2/11/2013).
Dia menjelaskan, menteri merupakan jabatan politik yang diisi orang parpol atau simpatisan parpol. Karena, itu seorang menteri akan memilih kandidat yang memiliki kedekatan atau visi yang sama.
Di sinilah, kandidat lain yang tidak memiliki kedekatan akan dirugikan.
Selain itu, kampus seharusnya tidak dilibatkan ke dalam politik praktis atau setidaknya dihindarkan dari pertarungan politik.
“Pemilihan jadinya akan dipengaruhi dinamika politik pusat, dan membuat kampus tidak demokratis dan tidak otonom,” terangnya.
Dia berharap, MA mengabulkan seluruh permohonan yang di ajukan. Antara lain dengan menyatakan pasal 6 ayat 2 huruf E poin 1 Permen nomor 24/2010 bertentangan dengan UU, menyatakan pasal 6 ayat 2 huruf E poin 1 Permen tidak memiliki kekuatan hukum, memerintahkan pencoretan pasal 6 ayat 2 huruf E poin 1.
“Juga pasal 41 ayat 3 poin A permen nomor 34/ 2011 tentang statuta UNY. Apabila MA berpendapat lain, kami harap dibuat keputusan seadil-adilnya. Kami tidak tahu berapa lama keberatan kami akan diproses,” terangnya.
(lns)