Gadis penderita tumor otak di Makassar butuh pertolongan
A
A
A
Sindonews.com - Gadis penderita tumor otak di Makassar Reski Yanti (18), sangat layak mendapatkan bantuan dan perhatian khusus. Kedua orangtua gadis manis ini, Muhammad Jafar dan Fatmawati, sangat berharap kepada dermawan untuk memberikan sumbangan guna mendapatkan perawatan medis.
Kebutuhan sehari-hari keluarga miskin ini sangat berat. Apalagi untuk membiayai operasi putri mereka yang kondisinya kini terus memburuk, karena tumor yang dideritanya sudah menjalar dan merusak organ penting yang ada di bagian kepala.
Reski sebenarnya sempat dirawat intensif di dua rumah sakit milik pemerintah, yakni Rumah Sakit Labuang Baji milik Pemprov Sulsel, dan RSUP Wahidin Sudiro Husodo. Dia juga pernah dirawat di salah satu rumah sakit swasta RS Grestelina. Akibat tidak memiliki kartu Jamkesmas, Reski terpaksa dibawa pulang oleh orang tuanya.
Owner warkop 17 Djusman AR mengemukakan, dengan melihat dan mengamati perkembangan penyakit yang diderita Reski, hal itu menurutnya sangat menggugah rasa kemanusian terhadap sesama. Dia mengaku sangat terpanggil untuk berpartisipasi dalam melakukan penggalangan sumbangan lewat komunitas warkop 17.
“Malam ini, kami akan menyiapkan kotak sumbangan, dengan nama peduli Reski, atau warga miskin penderita tumor otak. Jadi komunitas warkop 17, saya kira sangat peka dengan misi-misi kemanusian semacam ini. Ini murni kami lakukan, karena penyakit Reski sangat memantik nurani kita untuk membantu sesama," tuturnya.
Djusman yang juga Direktur Lembaga Peduli Sosial Ekonomi, Budaya hukum dan Politik (LP-SIBUK) Sulsel, meyakini setelah warkop yang dipimpinnya melakukan hal demikian, komunitas warkop di Jalan Toddopuli Kecamatan Panakukang, dan Kota Makassar, bakal ikut melakukan hal serupa.
“Jika sumbangan itu sudah terkumpul, kami bisa mempertanggungjawabkannya, dan membawanya langsung ke Grup MNC dan Sindo Peduli atau kita bawa langsung ke rumah si penderita tumor ini,” tambahnya.
Anggota DPRD Makassar dari komisi D bidang Kesra Swardi Hiong menambahkan, pemerintah harus memberikan dispensasi khusus kepada masyarakat miskin yang menderita penyakit kritis dan membutuhkan biaya operasi.
Di lain pihak, dia mengimbau kepada masyarakat yang berkemampuan lebih agar mengeluarkan sebagian koceknya untuk berbagi kasih alias memberikan sumbangan kepada gadis penderita tumor otak tersebut.
“Pemerintah harus memberikan dispensasi atau perlakuan khusus bagi anak yang bersangkutan, karena porsi anggaran kesehatan dalam APBD itu telah diperuntukkan sesuai spesifikasi masyarakat miskin. Dinas kesehatan dan dinas sosial harus jeli menangkap itu, jangan lagi ada masyarakat tidak tertolong hanya karena faktor biaya," jelasnya.
Menurut Legislator PDI Perjuangan ini, selain itu menjadi tanggung jawab pemerintah, dari segi kemanusiaan, itu juga menjadi tanggungjawab bersama. Olehnya itu, dia mengimbau kepada element penting di tengah-tengah masyarakat agar menggalang bantuan sumbangan lewat dengan membuka kantong-kantong amal di sejumlah tempat.
“DPRD akan mendukung jika ada pihak yang berbaik hati melakukan ini, ini sangat memungkinkan dimulai di kampus-kampus, sekolah, masjid, gereja, dan tempat lainnya. Saya pribadi akan mengunjungi Reski untuk memberikan bantuan ala kadarnya, setidaknya untuk meringankan beban keluarga mereka,” ungkapnya.
Terpisah, Ibu Reski, Fatmawati mengutarakan, setelah anaknya tersebut didiagnosa menderita tumor otak oleh dokter, beban hidupnya kini makin bertambah berat. Dia terpaksa harus pontang-panting meminta pinjaman kepada kerabat dan rekan terdekatnya.
Hal itu dia lakukan demi memenuhi biaya berobat anak terkasih yang bercita-cita menjadi pegawai bank, serta menutupi biaya rumah tangga mereka sehari-hari.
“Apapun saya akan lakukan demi kesembuhan Reski, harta benda tidak ada artinya dibanding kesembuhan anak saya. Insya Allah saya akan bayar secepatnya hutang saya kepada keluarga dan teman-teman, saya terpaksa pinjam uang untuk beli obatnya Reski, karena saya tidak tega melihatnya terus mengeram kesakitan," ungkap Fatmawati.
Fatmawati juga mengaku, dia terpaksa tidak bisa lagi membantu suami untuk mencari nafkah. Saat ini, dia hanya fokus untuk merawat anak tunggalnya tersebut siang dan malam, runititas keseharian yang biasanya mengorder barang alat tulis menulis dan mendropnya ke toko buku dan perkantoran, terpaksa hanya dilakukan oleh sang suami seorang diri.
“Pekerjaan saya juga terbengkalai, saya harus menjaga Reski, karena matanya tidak bisa melihat lagi. Sementara obatnya harus diminum dengan teratur siang dan malam. Obat yang dibelikan pun hanya obat alternatif semacam klorofil. Kami berharap pemerintah memperhatikan penanganan Reski, karena kondisinya makin hari makin memburuk,” terangnya sedih.
Fatmawati menambahkan, hari Senin 28 Oktober 2013, pihak dinas kesehatan Makassar, berjanji akan membawa Reski ke rumah Sakit Wahidin Sudiro Husodo untuk dilakukan check-up ulang untuk mengetahui jenis tumor apa yang diderita pelajar kelas II SMAN 22 Makassar tersebut.
“Katanya petugas kesehatan yang datang ke rumah kemarin, hari Senin ini Reski akan dirujuk ke rumah sakit Wahidin dan semua biayanya akan ditanggung. Saya berharap, mudah-mudahan vonis dokter sebelumnya tidak sama dengan yang terakhir nanti,” harapnya.
Kebutuhan sehari-hari keluarga miskin ini sangat berat. Apalagi untuk membiayai operasi putri mereka yang kondisinya kini terus memburuk, karena tumor yang dideritanya sudah menjalar dan merusak organ penting yang ada di bagian kepala.
Reski sebenarnya sempat dirawat intensif di dua rumah sakit milik pemerintah, yakni Rumah Sakit Labuang Baji milik Pemprov Sulsel, dan RSUP Wahidin Sudiro Husodo. Dia juga pernah dirawat di salah satu rumah sakit swasta RS Grestelina. Akibat tidak memiliki kartu Jamkesmas, Reski terpaksa dibawa pulang oleh orang tuanya.
Owner warkop 17 Djusman AR mengemukakan, dengan melihat dan mengamati perkembangan penyakit yang diderita Reski, hal itu menurutnya sangat menggugah rasa kemanusian terhadap sesama. Dia mengaku sangat terpanggil untuk berpartisipasi dalam melakukan penggalangan sumbangan lewat komunitas warkop 17.
“Malam ini, kami akan menyiapkan kotak sumbangan, dengan nama peduli Reski, atau warga miskin penderita tumor otak. Jadi komunitas warkop 17, saya kira sangat peka dengan misi-misi kemanusian semacam ini. Ini murni kami lakukan, karena penyakit Reski sangat memantik nurani kita untuk membantu sesama," tuturnya.
Djusman yang juga Direktur Lembaga Peduli Sosial Ekonomi, Budaya hukum dan Politik (LP-SIBUK) Sulsel, meyakini setelah warkop yang dipimpinnya melakukan hal demikian, komunitas warkop di Jalan Toddopuli Kecamatan Panakukang, dan Kota Makassar, bakal ikut melakukan hal serupa.
“Jika sumbangan itu sudah terkumpul, kami bisa mempertanggungjawabkannya, dan membawanya langsung ke Grup MNC dan Sindo Peduli atau kita bawa langsung ke rumah si penderita tumor ini,” tambahnya.
Anggota DPRD Makassar dari komisi D bidang Kesra Swardi Hiong menambahkan, pemerintah harus memberikan dispensasi khusus kepada masyarakat miskin yang menderita penyakit kritis dan membutuhkan biaya operasi.
Di lain pihak, dia mengimbau kepada masyarakat yang berkemampuan lebih agar mengeluarkan sebagian koceknya untuk berbagi kasih alias memberikan sumbangan kepada gadis penderita tumor otak tersebut.
“Pemerintah harus memberikan dispensasi atau perlakuan khusus bagi anak yang bersangkutan, karena porsi anggaran kesehatan dalam APBD itu telah diperuntukkan sesuai spesifikasi masyarakat miskin. Dinas kesehatan dan dinas sosial harus jeli menangkap itu, jangan lagi ada masyarakat tidak tertolong hanya karena faktor biaya," jelasnya.
Menurut Legislator PDI Perjuangan ini, selain itu menjadi tanggung jawab pemerintah, dari segi kemanusiaan, itu juga menjadi tanggungjawab bersama. Olehnya itu, dia mengimbau kepada element penting di tengah-tengah masyarakat agar menggalang bantuan sumbangan lewat dengan membuka kantong-kantong amal di sejumlah tempat.
“DPRD akan mendukung jika ada pihak yang berbaik hati melakukan ini, ini sangat memungkinkan dimulai di kampus-kampus, sekolah, masjid, gereja, dan tempat lainnya. Saya pribadi akan mengunjungi Reski untuk memberikan bantuan ala kadarnya, setidaknya untuk meringankan beban keluarga mereka,” ungkapnya.
Terpisah, Ibu Reski, Fatmawati mengutarakan, setelah anaknya tersebut didiagnosa menderita tumor otak oleh dokter, beban hidupnya kini makin bertambah berat. Dia terpaksa harus pontang-panting meminta pinjaman kepada kerabat dan rekan terdekatnya.
Hal itu dia lakukan demi memenuhi biaya berobat anak terkasih yang bercita-cita menjadi pegawai bank, serta menutupi biaya rumah tangga mereka sehari-hari.
“Apapun saya akan lakukan demi kesembuhan Reski, harta benda tidak ada artinya dibanding kesembuhan anak saya. Insya Allah saya akan bayar secepatnya hutang saya kepada keluarga dan teman-teman, saya terpaksa pinjam uang untuk beli obatnya Reski, karena saya tidak tega melihatnya terus mengeram kesakitan," ungkap Fatmawati.
Fatmawati juga mengaku, dia terpaksa tidak bisa lagi membantu suami untuk mencari nafkah. Saat ini, dia hanya fokus untuk merawat anak tunggalnya tersebut siang dan malam, runititas keseharian yang biasanya mengorder barang alat tulis menulis dan mendropnya ke toko buku dan perkantoran, terpaksa hanya dilakukan oleh sang suami seorang diri.
“Pekerjaan saya juga terbengkalai, saya harus menjaga Reski, karena matanya tidak bisa melihat lagi. Sementara obatnya harus diminum dengan teratur siang dan malam. Obat yang dibelikan pun hanya obat alternatif semacam klorofil. Kami berharap pemerintah memperhatikan penanganan Reski, karena kondisinya makin hari makin memburuk,” terangnya sedih.
Fatmawati menambahkan, hari Senin 28 Oktober 2013, pihak dinas kesehatan Makassar, berjanji akan membawa Reski ke rumah Sakit Wahidin Sudiro Husodo untuk dilakukan check-up ulang untuk mengetahui jenis tumor apa yang diderita pelajar kelas II SMAN 22 Makassar tersebut.
“Katanya petugas kesehatan yang datang ke rumah kemarin, hari Senin ini Reski akan dirujuk ke rumah sakit Wahidin dan semua biayanya akan ditanggung. Saya berharap, mudah-mudahan vonis dokter sebelumnya tidak sama dengan yang terakhir nanti,” harapnya.
(san)