Kasus laporan fiktif banyak bermotif minta perhatian
A
A
A
Sindonews.com - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof Nyoman Serikat Putrajaya mengatakan, perkara penipuan yang dilakukan wanita selingkuhan di Semarang, merupakan peristiwa biasa yang biasa berakibat fatal. Namun begitu, langkah polisi tidak mengambil pemidanaan pada perkara ini dianggap bijaksana.
“Jika betul seperti itu, saya kira polisi bijaksana. Pada kasus seperti ini, yang direpotkan hanya kepolisian. Kecuali misalnya ada pelapor betul membawa uang perusahaan, menyatakan telah dirampok, dan uang digunakan sendiri,” katanya, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Kamis (24/10/2013).
Langkah penyidik seperti itu, dalam hal ini Polri, dikatakan Nyoman sebagai salah satu wewenang mereka. “Itu diskresi kepolisian. Saya kira hal–hal seperti itu bisa dilakukan penyidik,” tambahnya.
Berdasarkan catatan wartawan, kejadian pelaporan palsu di Semarang, pernah terjadi pada Januari 2012. Saat itu, Sarubi Niati Cholisoh (28) warga asli Munung, RT1/RW17, Surodadi, Candi Mulyo, Magelang, memberikan keterangan palsu kepada polisi.
Dia bersama suaminya Sardi (34), tinggal di daerah Karangtempel, Kecamatan Semarang Timur, dan mengaku telah diculik sekelompok orang. Sarubi saat itu mengaku sedang hamil delapan bulan, diculik, dan disekap sekelompok orang di Semarang.
Bayinya diambil paksa para penculik dengan memaksa menelan obat untuk bisa melahirkan. Sardi yang berprofesi sebagai pedagang, sempat melapor polisi kalau istrinya hilang. Ternyata terungkap, istrinya kabur ke Magelang, ke rumah orang tuanya.
Pengakuan hamil dan bayinya diculik diakui Sarubi, karena terpaksa. Sarubi takut diceraikan suaminya, karena tak kunjung hamil. Saat itu polisi mengatakan ada akibat hukum. Sarubi akan diproses sesuai hukum yang berlaku, karena memberikan keterangan palsu. Saat itu, Sarubi juga sempat diekspos di hadapan awak media.
“Jika betul seperti itu, saya kira polisi bijaksana. Pada kasus seperti ini, yang direpotkan hanya kepolisian. Kecuali misalnya ada pelapor betul membawa uang perusahaan, menyatakan telah dirampok, dan uang digunakan sendiri,” katanya, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Kamis (24/10/2013).
Langkah penyidik seperti itu, dalam hal ini Polri, dikatakan Nyoman sebagai salah satu wewenang mereka. “Itu diskresi kepolisian. Saya kira hal–hal seperti itu bisa dilakukan penyidik,” tambahnya.
Berdasarkan catatan wartawan, kejadian pelaporan palsu di Semarang, pernah terjadi pada Januari 2012. Saat itu, Sarubi Niati Cholisoh (28) warga asli Munung, RT1/RW17, Surodadi, Candi Mulyo, Magelang, memberikan keterangan palsu kepada polisi.
Dia bersama suaminya Sardi (34), tinggal di daerah Karangtempel, Kecamatan Semarang Timur, dan mengaku telah diculik sekelompok orang. Sarubi saat itu mengaku sedang hamil delapan bulan, diculik, dan disekap sekelompok orang di Semarang.
Bayinya diambil paksa para penculik dengan memaksa menelan obat untuk bisa melahirkan. Sardi yang berprofesi sebagai pedagang, sempat melapor polisi kalau istrinya hilang. Ternyata terungkap, istrinya kabur ke Magelang, ke rumah orang tuanya.
Pengakuan hamil dan bayinya diculik diakui Sarubi, karena terpaksa. Sarubi takut diceraikan suaminya, karena tak kunjung hamil. Saat itu polisi mengatakan ada akibat hukum. Sarubi akan diproses sesuai hukum yang berlaku, karena memberikan keterangan palsu. Saat itu, Sarubi juga sempat diekspos di hadapan awak media.
(san)