Upacara siraman putri Raja Yogyakarta

Selasa, 22 Oktober 2013 - 01:01 WIB
Upacara siraman putri Raja Yogyakarta
Upacara siraman putri Raja Yogyakarta
A A A
Sindonews.com - Prosesi siraman pernikahan agung putri keempat Sultan HB X, GKR Hayu dengan KPH Notonegoro berlangsung khidmat. Prosesi sempat mengalami keterlambatan sekira 50 menit. Namun, kedua mempelai berhasil menjalani ritual itu.

Air yang digunakan untuk siraman, berasal dari tujuh mata air yang ada di dalam Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Ketujuh sumber mata air itu adalah Dalem Bangsal sekar Kedhaton, Dalem Regol Manikhantoyo, Dalem Bangsal Manis, Dalem Regol Gapura, Dalem Regol Kasatriyan, Dalem Kasatriyan Kilen, dan Gadri Kagungan Dalem Kasatriyan.

Ketua Panitia Penyelenggara Prosesi Pernikahan di Keraton Yogyakarta KRT Yuda Hadiningrat mengatakan, tujuh sumber mata air melambangkan petunjuk. "Para calon pengantin dalam menjalani kehidupan kelak mendapatkan petunjuk dan pertolongan dari Tuhan," kata dia, kepada wartawan, Senin (21/10/2013).

Tujuh sumber mata air sebelum diguyurkan kepada mempelai ditaburi kembang setaman. Adalah GKR Hemas yang mengguyur pertama kepada mempelai perempuan. Setelah mengguyurkan air, GKR Hemas menorehkan mangir ke tubuh GKR Hayu dengan beragam warna.

Warna kuning melambangkan kemuliaan, biru melambangkan kekuatan jiwa, putih melambangkan suci lahir dan batin. Siraman selanjutnya dilakukan sesepuh keraton yang juga merupakan kakak Sultan HB X, BGRAy Murdokusumo. Adik Sultan HB X, BRAy Purboyo juga melakukan siraman kepada GKR Hayu. Orang yang melakukan siraman selalu berjumlah ganjil.

Yudho Hadiningrat menambahkan, orang yang melakukan siraman selalu berjumlah ganjil sebagai wujud dan tanda pengakuan segala kekurangan. "Itu lambang bahwa kita mengakui segala kekurangan," imbuhnya.

Prosesi terakhir siraman adalah pemberian air dari klenthing. Air untuk berwudu dari Nyai Kangjeng Raden Penghulu Dipodinigrat kepada GKR Hayu. Klenthing lalu dipecahkan oleh GKR Hemas agar pamor atau pesona keluar dari mempelai.

GBRAy Murdokusumo mengatakan, pecah klenthing sebagai simbol pecah pamor, yakni keluarnya pesona dari calon mempelai. Calon mempelai diharapkan semakin cantik dan manglingi. "Agar semakin cantik dan membuat setiap orang tidak mengenalnya karena saking cantiknya," ujarnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6438 seconds (0.1#10.140)