670 penderita sakit jiwa di Blitar hidup dipasung
A
A
A
Sindonews.com - Sedikitnya 670 penduduk Kabupaten Blitar, tercatat menderita gangguan jiwa. Dalam program Indonesia bebas pasung 2014, dinas kesehatan setempat mengimbau para keluarga untuk melepaskan anggota keluarganya yang sakit jiwa.
"Sebab bagi pengidap sakit jiwa, pasung bukan bentuk perlakuan yang manusiawi," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Kuspardani, kepada wartawan, Minggu (13/10/2013).
Dari data yang dihimpun, faktanya masih ada anggota masyarakat yang memilih menggunakan metode pasung, daripada menyerahkan pasien ke tangan rumah sakit jiwa. Hal ini dilakukan karena keterbatasan biaya.
Pasung adalah cara kuno masyarakat tradisional dalam menangani penderita sakit jiwa. Dengan batang pohon yang telah dibelah, kedua kaki penderita jiwa diselonjorkan dan dibelenggu. Metode pasung banyak dilakukan keluarga tidak mampu.
Sementara pada sejumlah kasus pasung, tidak sedikit penderita sakit jiwa justru mengalami kelumpuhan raga. Pasung juga terbukti tidak mampu memulihkan penyakit (jiwa) yang diderita.
Menurut Kuspardani, dari 14,6 persen penderita sakit jiwa secara nasional, Kabupaten Blitar tergolong penyumbang tertinggi. Karenanya, Kabupaten Blitar menjadi salah satu daerah yang mendapat kunjungan Direktur Bina Kesehatan Jiwa Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan dan DPR RI.
"Kita juga telah mensosialisasikan kepada masyarakat penderita sakit jiwa mendapat pengobatan gratis melalui program Jamkesmas, "jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nova Rianti menambahkan, saat ini legislatif tengah mengusulkan adanya UU Kesehatan Jiwa yang mengatur khusus perawatan penderita sakit jiwa, terutama larangan pemasungan. "Sebab pada tahun 2014 Indonesia harus bebas dari pasung," ujarnya.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes Eka Viora mengakui, jika anggaran nasional untuk penanganan sakit jiwa relatif minim, yakni hanya Rp4 miliar. "Sehingga agar program ini bisa berjalan maksimal perlu dilakukan kerjasama dengan daerah," tambahnya.
"Sebab bagi pengidap sakit jiwa, pasung bukan bentuk perlakuan yang manusiawi," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Kuspardani, kepada wartawan, Minggu (13/10/2013).
Dari data yang dihimpun, faktanya masih ada anggota masyarakat yang memilih menggunakan metode pasung, daripada menyerahkan pasien ke tangan rumah sakit jiwa. Hal ini dilakukan karena keterbatasan biaya.
Pasung adalah cara kuno masyarakat tradisional dalam menangani penderita sakit jiwa. Dengan batang pohon yang telah dibelah, kedua kaki penderita jiwa diselonjorkan dan dibelenggu. Metode pasung banyak dilakukan keluarga tidak mampu.
Sementara pada sejumlah kasus pasung, tidak sedikit penderita sakit jiwa justru mengalami kelumpuhan raga. Pasung juga terbukti tidak mampu memulihkan penyakit (jiwa) yang diderita.
Menurut Kuspardani, dari 14,6 persen penderita sakit jiwa secara nasional, Kabupaten Blitar tergolong penyumbang tertinggi. Karenanya, Kabupaten Blitar menjadi salah satu daerah yang mendapat kunjungan Direktur Bina Kesehatan Jiwa Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan dan DPR RI.
"Kita juga telah mensosialisasikan kepada masyarakat penderita sakit jiwa mendapat pengobatan gratis melalui program Jamkesmas, "jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nova Rianti menambahkan, saat ini legislatif tengah mengusulkan adanya UU Kesehatan Jiwa yang mengatur khusus perawatan penderita sakit jiwa, terutama larangan pemasungan. "Sebab pada tahun 2014 Indonesia harus bebas dari pasung," ujarnya.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes Eka Viora mengakui, jika anggaran nasional untuk penanganan sakit jiwa relatif minim, yakni hanya Rp4 miliar. "Sehingga agar program ini bisa berjalan maksimal perlu dilakukan kerjasama dengan daerah," tambahnya.
(san)