Pengawasan indekos lemah, asusila marak
A
A
A
Sindonews.com - Pengendalian perilaku warga Boro di kawasan indekos Jebres, Solo, Jawa Tengah, tampaknya perlu lebih diseriusi. Tindakan asusila yang kian marak tiap tahun telah meresahkan warga sekitar.
Misalnya praktik asusila yang dilakukan warga Boro di RW XXIV Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, yang mencapai 37 kasus sejak 2010. Warga sampai menyidangkan pelaku tindak asusila ke hadapan pemuka masyarakat, usai memergokinya berbuat mesum. Penataan ruang di rumah indekos turut menyuburkan praktik ini.
“Sejak awal dilarang tempat kos bercampur laki-laki dengan perempuan. Sebaiknya, pengelola tempat itu memiliki ruang transit agar tamu yang berkunjung tidak langsung masuk ke kamar penyewa,” ujar Camat Jebres, Sri Wirastri, Rabu (9/10/2013).
Menurutnya, pengawasan rumah kos belum efektif akibat banyaknya warga boro yang tak memproses izin kepindahannya. Surat boro diperlukan untuk mendeteksi keberadaan warga luar kota berikut keperluan tinggal. Sri mengatakan induk semang yang sedianya mengawasi gerak gerik warga boro seakan acuh tak acuh.
“Saat kami mendata, induk semangnya justru tak tinggal di situ. Bagaimana mereka bisa mengawasi. Padahal surat boro harus diperbarui setiap tiga bulan sekali?” kata dia.
Berdasarkan pendataan sementara terdapat 1.700 lebih rumah indekos di wilayah Kecamatan Jebres. Dari jumlah tersebut mayoritas ada di wilayah Kelurahan Jebres dengan jumlah 765 rumah indekos. Keberadaan pusat pendidikan jenjang sekolah sampai kuliah, serta pabrik di Jebres, menjadi magnet menjamurnya pemondokan dan jasa terkait.
Kanit Sabhara Polsek Jebres, AKP Sudarsono, mengatakan tindak kriminal yang melibatkan anak kos bukanlah kasus baru. Aksi pencurian kendaraan bermotor dan perangkat elektronik milik mahasiswa kerap dia tangani.
“Antisipasi tindak kriminalitas lebih ditekankan pada patroli ke kawasan indekos. Dulu sering ada kasus perkelahian dipicu maling helm di kampus. Juga kasus pencurian sepeda motor, laptop, karena orang bebas keluar masuk rumah kos,” kata dia.
Aksi meresahkan ini melatarbelakangi dibuatnya perjanjian tertulis antara Polsek, kecamatan, warga dan komunitas mahasiswa demi menjaga kondusivitas.
Misalnya praktik asusila yang dilakukan warga Boro di RW XXIV Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, yang mencapai 37 kasus sejak 2010. Warga sampai menyidangkan pelaku tindak asusila ke hadapan pemuka masyarakat, usai memergokinya berbuat mesum. Penataan ruang di rumah indekos turut menyuburkan praktik ini.
“Sejak awal dilarang tempat kos bercampur laki-laki dengan perempuan. Sebaiknya, pengelola tempat itu memiliki ruang transit agar tamu yang berkunjung tidak langsung masuk ke kamar penyewa,” ujar Camat Jebres, Sri Wirastri, Rabu (9/10/2013).
Menurutnya, pengawasan rumah kos belum efektif akibat banyaknya warga boro yang tak memproses izin kepindahannya. Surat boro diperlukan untuk mendeteksi keberadaan warga luar kota berikut keperluan tinggal. Sri mengatakan induk semang yang sedianya mengawasi gerak gerik warga boro seakan acuh tak acuh.
“Saat kami mendata, induk semangnya justru tak tinggal di situ. Bagaimana mereka bisa mengawasi. Padahal surat boro harus diperbarui setiap tiga bulan sekali?” kata dia.
Berdasarkan pendataan sementara terdapat 1.700 lebih rumah indekos di wilayah Kecamatan Jebres. Dari jumlah tersebut mayoritas ada di wilayah Kelurahan Jebres dengan jumlah 765 rumah indekos. Keberadaan pusat pendidikan jenjang sekolah sampai kuliah, serta pabrik di Jebres, menjadi magnet menjamurnya pemondokan dan jasa terkait.
Kanit Sabhara Polsek Jebres, AKP Sudarsono, mengatakan tindak kriminal yang melibatkan anak kos bukanlah kasus baru. Aksi pencurian kendaraan bermotor dan perangkat elektronik milik mahasiswa kerap dia tangani.
“Antisipasi tindak kriminalitas lebih ditekankan pada patroli ke kawasan indekos. Dulu sering ada kasus perkelahian dipicu maling helm di kampus. Juga kasus pencurian sepeda motor, laptop, karena orang bebas keluar masuk rumah kos,” kata dia.
Aksi meresahkan ini melatarbelakangi dibuatnya perjanjian tertulis antara Polsek, kecamatan, warga dan komunitas mahasiswa demi menjaga kondusivitas.
(rsa)