Pengamat ragukan pengakuan Aher tidak dilobi Akil
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Politik Universitas Padjadjaran Muradi meragukan pernyataan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (Aher) yang mengatakan tidak 'dilobi' oleh Ketua MK AKil Mochtar terkait sengketa Pilkada Jabar beberapa waktu lalu.
Dosen Ilmu pemerintahan ini mengaku mengikuti proses Pilgub Jabar dari awal sampai akhir meragukan jika Aher yakin menang dan tidak melakukan hal apapun.
“Jika Aher sudah yakin menang, kenapa dia memilih tokoh sekaliber Deddy Mizwar,” kata dia saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (5/10/13)
Menurut Muradi potensi uang di balik suatu perkara sangat dimungkinkan. Tidak harus ditawari oleh oknum penegakan keadilan namun termohon pun bisa menawarkan diri.
“Sebenarnya ada tiga potensi di setiap perkara. Ditawarkan, menawarkan diri atau ada oknum lain yang ‘menggoreng’ hal itu demi keuntungannya pribadi,” jelas dia.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kata dia, hal pertama yang ditanyakan pihak yang akan menggugat pilkada adalah uang. Dikatakan Muradi, indikasi pihak yang seharusnya menang kemudian di persidangan menjadi kalah itu besar.
Bahkan praktik uang ini tidak hanya dilakukan oleh penggugat namun juga pihak yang digugat. “Jadi indikasi itu ada. Di beberapa daerah yang ingin melancarkan gugatan, pertama kali bertanya kepada saya, ‘berapa uang yang mesti disiapkan?’ Kan itu berarti memang sudah ada permainan,” kata dia.
“Bahkan praktik itu tidak hanya buat yang menggugat. Mereka yang sebenarnya secara hukum benar pun ikut melakukannya. Karena mereka takut, meskipun benar tapi kalau uangnya kalah besar bakal jadi kalah. Indikasi negosiasi politik itu ada,” paparnya.
Ia mengatakan perlu dilakukan kajian ulang terkait gugatan tersebut. Tidak hanya di Pilgub Jabar namun juga di pemilukada lain, khususnya saat Akil menjabat.
“Tidak harus semuanya, minimal review dilakukan satu tahun terakhir ini. Nanti kita lihat gradasi kecurangannya dimana,” pungkasnya.
Dosen Ilmu pemerintahan ini mengaku mengikuti proses Pilgub Jabar dari awal sampai akhir meragukan jika Aher yakin menang dan tidak melakukan hal apapun.
“Jika Aher sudah yakin menang, kenapa dia memilih tokoh sekaliber Deddy Mizwar,” kata dia saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (5/10/13)
Menurut Muradi potensi uang di balik suatu perkara sangat dimungkinkan. Tidak harus ditawari oleh oknum penegakan keadilan namun termohon pun bisa menawarkan diri.
“Sebenarnya ada tiga potensi di setiap perkara. Ditawarkan, menawarkan diri atau ada oknum lain yang ‘menggoreng’ hal itu demi keuntungannya pribadi,” jelas dia.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kata dia, hal pertama yang ditanyakan pihak yang akan menggugat pilkada adalah uang. Dikatakan Muradi, indikasi pihak yang seharusnya menang kemudian di persidangan menjadi kalah itu besar.
Bahkan praktik uang ini tidak hanya dilakukan oleh penggugat namun juga pihak yang digugat. “Jadi indikasi itu ada. Di beberapa daerah yang ingin melancarkan gugatan, pertama kali bertanya kepada saya, ‘berapa uang yang mesti disiapkan?’ Kan itu berarti memang sudah ada permainan,” kata dia.
“Bahkan praktik itu tidak hanya buat yang menggugat. Mereka yang sebenarnya secara hukum benar pun ikut melakukannya. Karena mereka takut, meskipun benar tapi kalau uangnya kalah besar bakal jadi kalah. Indikasi negosiasi politik itu ada,” paparnya.
Ia mengatakan perlu dilakukan kajian ulang terkait gugatan tersebut. Tidak hanya di Pilgub Jabar namun juga di pemilukada lain, khususnya saat Akil menjabat.
“Tidak harus semuanya, minimal review dilakukan satu tahun terakhir ini. Nanti kita lihat gradasi kecurangannya dimana,” pungkasnya.
(lns)