Warga keluhkan pungli saat razia polisi
A
A
A
Sindonews.com - Polisi lalu lintas diduga melakukan pungutan liar (pungli) bermodus razia kendaraan. Motor–motor yang terjaring razia, diangkut ke Mapolsek, lalu di situlah petugas memungut sejumlah uang sebagai syarat agar motornya bisa diambil.
Informasi yang dihimpun, nominal pungutan itu beragam. Kisaran Rp40ribu hingga Rp100ribu. Warga yang motornya diangkut ke Mapolsek, dipanggil satu per satu ke salah satu ruangan untuk ditawari semacam pilihan. Memilih mengikuti sidang atau membayar sejumlah uang agar kendaraannya bisa diambil.
Abdul (35) warga Ngaliyan Kota Semarang mengatakan, dirinya menemui razia polantas di Jalan Prof Dr Hamka pada Sabtu 21 September 2013 malam. Dia tidak kena tilang, karena memiliki kelengkapan berkendara.
“Ada beberapa yang motornya di bawa ke Polsek. Saya ikut ke sana, karena penasaran. Ternyata warga yang motornya dibawa, antre masuk ruangan. Mereka cerita kalau disuruh membayar, kalau ingin motornya bisa dibawa pulang. Kisaran Rp40ribu sampai Rp60ribu,” katanya, kepada wartawan, Selasa (24/9/2013).
Dewi (27) warga Banyumanik menambahkan, dirinya terpaksa menyodorkan sejumlah uang karena saat ditilang petugas mengatakan motornya harus di sita.
“Saya kena razia di daerah Brumbungan, Semarang Tengah. Itu razia pada Jumat 20 September 2013, pukul 09.00 WIB. Pajak motor memang telat, tapi motor saya malah di tahan. Akhirnya saya bayar Rp60ribu,” timpalnya.
Wiwin (34) warga Ngaliyan, bahkan mengaku pernah dihentikan polantas karena salah jalur di Kedungmundu, Kota Semarang. Dia ditilang. “Surat komplit, tapi katanya motor harus di tahan. Saya akhirnya bayar dan motornya nggak dibawa,” ungkapnya kesal.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Semarang AKBP Windro Akbar mengatakan, pihaknya memberikan blangko peringatan jika ada warga yang melakukan pelanggaran. Itu jika pelanggaran yang tidak berpotensi menyebabkan kecelakaan. Misalnya terkait dokumen berkendara.
“Ada namanya surat peringatan, ini bukan tilang. Kami tegur, tapi catat identitasnya, jika melanggar lagi baru tilang. Kami ingin lebih dekat dengan warga. Kalau pelanggarannya potensi kecelakaan, misalnya tidak pakai helm, bonceng tiga, melawan arus, ya kami langsung tilang,” katanya di ruang kerjanya.
Terkait dugaan anggotanya pungli saat razia, Windro mengaku akan turun langsung ke lapangan. Selain itu, dia juga akan menempatkan perwira pengendali (padal) saat dilakukan razia.
“Nanti akan bisa cek di situ. Kalau anggota tidak ada pimpinan, peluang nakalnya banyak. Saya komitmen, akan lebih banyak di lapangan. Saya sendiri baru beberapa hari menjabat, banyak masyarakat yang mengeluh kenapa tidak ada razia, tapi begitu digelar razia ada yang mengeluh juga,” tutupnya.
Informasi yang dihimpun, nominal pungutan itu beragam. Kisaran Rp40ribu hingga Rp100ribu. Warga yang motornya diangkut ke Mapolsek, dipanggil satu per satu ke salah satu ruangan untuk ditawari semacam pilihan. Memilih mengikuti sidang atau membayar sejumlah uang agar kendaraannya bisa diambil.
Abdul (35) warga Ngaliyan Kota Semarang mengatakan, dirinya menemui razia polantas di Jalan Prof Dr Hamka pada Sabtu 21 September 2013 malam. Dia tidak kena tilang, karena memiliki kelengkapan berkendara.
“Ada beberapa yang motornya di bawa ke Polsek. Saya ikut ke sana, karena penasaran. Ternyata warga yang motornya dibawa, antre masuk ruangan. Mereka cerita kalau disuruh membayar, kalau ingin motornya bisa dibawa pulang. Kisaran Rp40ribu sampai Rp60ribu,” katanya, kepada wartawan, Selasa (24/9/2013).
Dewi (27) warga Banyumanik menambahkan, dirinya terpaksa menyodorkan sejumlah uang karena saat ditilang petugas mengatakan motornya harus di sita.
“Saya kena razia di daerah Brumbungan, Semarang Tengah. Itu razia pada Jumat 20 September 2013, pukul 09.00 WIB. Pajak motor memang telat, tapi motor saya malah di tahan. Akhirnya saya bayar Rp60ribu,” timpalnya.
Wiwin (34) warga Ngaliyan, bahkan mengaku pernah dihentikan polantas karena salah jalur di Kedungmundu, Kota Semarang. Dia ditilang. “Surat komplit, tapi katanya motor harus di tahan. Saya akhirnya bayar dan motornya nggak dibawa,” ungkapnya kesal.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Semarang AKBP Windro Akbar mengatakan, pihaknya memberikan blangko peringatan jika ada warga yang melakukan pelanggaran. Itu jika pelanggaran yang tidak berpotensi menyebabkan kecelakaan. Misalnya terkait dokumen berkendara.
“Ada namanya surat peringatan, ini bukan tilang. Kami tegur, tapi catat identitasnya, jika melanggar lagi baru tilang. Kami ingin lebih dekat dengan warga. Kalau pelanggarannya potensi kecelakaan, misalnya tidak pakai helm, bonceng tiga, melawan arus, ya kami langsung tilang,” katanya di ruang kerjanya.
Terkait dugaan anggotanya pungli saat razia, Windro mengaku akan turun langsung ke lapangan. Selain itu, dia juga akan menempatkan perwira pengendali (padal) saat dilakukan razia.
“Nanti akan bisa cek di situ. Kalau anggota tidak ada pimpinan, peluang nakalnya banyak. Saya komitmen, akan lebih banyak di lapangan. Saya sendiri baru beberapa hari menjabat, banyak masyarakat yang mengeluh kenapa tidak ada razia, tapi begitu digelar razia ada yang mengeluh juga,” tutupnya.
(san)