Tunggu persetujuan, Batan persiapkan PLTN
A
A
A
Sindonews.com - Meski keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) masih mendapat penolakan dari sebagian besar rakyat Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) telah memulai persiapan pendirian PLTN.
"Persiapan PLTN itu membutuhkan waktu 10 tahun sebelum benar-benar berdiri sebuah PLTN. Padahal, diperkirakan tahun 2025 kebutuhan masyarakat akan listrik sangat tinggi namun bahan baku penghasil listrik seperti batubara dan geothermal jelas tidak mungkin meningkat. Karenanya persiapan sudah mulai kami lakukan," ujar Peneliti Batan Muhamad Subekti di UIN Sunan Kalijaga, Selasa (24/9/2013)
Ditemui di sela-sela seminar Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Energi Nuklir Nasional Berdasarkan Kearifal Lokal, Subekti menuturkan, persiapan awal yang dilakukan Batan untuk mendirikan PLTN mencakup tiga hal yakni lokasi pembangunan, sumber daya manusia dan regulasi.
Persiapan awal terus dilakukan untuk mempersingkat waktu pendirian sebuah PLTN jika nanti masyarakat mulai sadar akan kebutuhan sumber energi alternatif tersebut.
"Untuk persiapan lokasi pembangunan, kami telah menyiapkan beberapa tapak. Namun tak hanya sekedar mempersiapkan lahan, perlu pula dilakukan analisa terhadap besarnya pengaruh bencana alam terhadap tapak yang ada. Analisa kebencanaan ini bahkan harus melihat semua kejadian dalam kurun waktu 1.000 tahun ke belakang," jelasnya.
Menurut Subekti, hasil analisa kebencanaan nantinya menjadi dasar pembangunan infrastuktur PLTN di lokasi tapak. Infrastuktur yang dibangun jelas harus tahan akan kebencanaan untuk menjamin keamanan PLTN sendiri.
Selain itu, Batan juga mulai mempersiapkan SDM yang terdiri dari berbagai ahli, termasuk dari bidang di luar nuklir.
"Kami berharap paling tidak SDM yang sudah siap mencapai 50% dari kebutuhan yang ada nantinya. Dari sisi regulasi pun sudah mulai siap. Saat ini cukup banyak regulasi mengenai PLTN yang sudah dibuat oleh pemerintah," imbuhnya.
Mengenai tugas promosi dan sosialisasi sendiri, dikatakan Subekti, Batan terus menjalankannya. Agar mampu makin meyakinkan masyarakat akan pentingnya nuklir, pendekatan melalui kearifan lokal pun dipilih.
Kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi yang juga mengembangkan nuklir pun dilakukan untuk mendapat masukan terkait promosi nuklir dengan kearifan lokal.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Batan Jarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, nuklir telah menjadi opsi energi alternatif masa depan.
Namun sayangnya penerapannya selalu berbenturan dengan masyarakat. Karenaanya Batan sendiri sampai saat ini belum bisa berbuat banyak.
"PLTN bukanlah program jangka pendek. Bahkan perlu dilakukan persiapan bagi generasi muda untuk mampu mengembangkan nuklir itu sendiri. Hal ini dikarenakan banyaknya tantangan pengembangan nuklir ke depan. Meski telah memiliki 3.000 karyawan, Batan sendiri tidak mudah mengimplikasikannya," ujarnya.
Mengenai sosialisasi nuklir dengan kearifan lokal, dikatakan Jarot hal tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak tiga dekkade yang lalu. Hanya saja masih ditemui banyak kendala seperti penyamaan bahasa.
Dalam sosialisasi, perlu digunakan bahasa yang mudah dimengerti semua pihak dan semua generasi.
"Persiapan PLTN itu membutuhkan waktu 10 tahun sebelum benar-benar berdiri sebuah PLTN. Padahal, diperkirakan tahun 2025 kebutuhan masyarakat akan listrik sangat tinggi namun bahan baku penghasil listrik seperti batubara dan geothermal jelas tidak mungkin meningkat. Karenanya persiapan sudah mulai kami lakukan," ujar Peneliti Batan Muhamad Subekti di UIN Sunan Kalijaga, Selasa (24/9/2013)
Ditemui di sela-sela seminar Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Energi Nuklir Nasional Berdasarkan Kearifal Lokal, Subekti menuturkan, persiapan awal yang dilakukan Batan untuk mendirikan PLTN mencakup tiga hal yakni lokasi pembangunan, sumber daya manusia dan regulasi.
Persiapan awal terus dilakukan untuk mempersingkat waktu pendirian sebuah PLTN jika nanti masyarakat mulai sadar akan kebutuhan sumber energi alternatif tersebut.
"Untuk persiapan lokasi pembangunan, kami telah menyiapkan beberapa tapak. Namun tak hanya sekedar mempersiapkan lahan, perlu pula dilakukan analisa terhadap besarnya pengaruh bencana alam terhadap tapak yang ada. Analisa kebencanaan ini bahkan harus melihat semua kejadian dalam kurun waktu 1.000 tahun ke belakang," jelasnya.
Menurut Subekti, hasil analisa kebencanaan nantinya menjadi dasar pembangunan infrastuktur PLTN di lokasi tapak. Infrastuktur yang dibangun jelas harus tahan akan kebencanaan untuk menjamin keamanan PLTN sendiri.
Selain itu, Batan juga mulai mempersiapkan SDM yang terdiri dari berbagai ahli, termasuk dari bidang di luar nuklir.
"Kami berharap paling tidak SDM yang sudah siap mencapai 50% dari kebutuhan yang ada nantinya. Dari sisi regulasi pun sudah mulai siap. Saat ini cukup banyak regulasi mengenai PLTN yang sudah dibuat oleh pemerintah," imbuhnya.
Mengenai tugas promosi dan sosialisasi sendiri, dikatakan Subekti, Batan terus menjalankannya. Agar mampu makin meyakinkan masyarakat akan pentingnya nuklir, pendekatan melalui kearifan lokal pun dipilih.
Kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi yang juga mengembangkan nuklir pun dilakukan untuk mendapat masukan terkait promosi nuklir dengan kearifan lokal.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Batan Jarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, nuklir telah menjadi opsi energi alternatif masa depan.
Namun sayangnya penerapannya selalu berbenturan dengan masyarakat. Karenaanya Batan sendiri sampai saat ini belum bisa berbuat banyak.
"PLTN bukanlah program jangka pendek. Bahkan perlu dilakukan persiapan bagi generasi muda untuk mampu mengembangkan nuklir itu sendiri. Hal ini dikarenakan banyaknya tantangan pengembangan nuklir ke depan. Meski telah memiliki 3.000 karyawan, Batan sendiri tidak mudah mengimplikasikannya," ujarnya.
Mengenai sosialisasi nuklir dengan kearifan lokal, dikatakan Jarot hal tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak tiga dekkade yang lalu. Hanya saja masih ditemui banyak kendala seperti penyamaan bahasa.
Dalam sosialisasi, perlu digunakan bahasa yang mudah dimengerti semua pihak dan semua generasi.
(lns)