Solo ujicoba kampung deret
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 36 keluarga di RT 03/RW VII Kampung Pringgading, Kelurahan Setabelan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah resmi mengantongi sertifikat hak milik atas tanah dan bangunan di eks aset Pura Mangkunegaran.
Bantuan hunian dari pemkot kepada 36 keluarga ini dikonsep kampung deret.
Tercatat, 36 keluarga menempati lahan milik keluarga Pura Mangkunegaran seluas 1.083 meter persegi di Pringgading selama turun temurun. Sejak dua tahun lalu, mereka memohon kepemilikan tanah adat ini dari penguasa Mangkunegaran, yang akhirnya diteruskan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kampung deret ini dibangun melalui bantuan program rehab rumah tidak layak huni (RTLH) dari pemkot dan kredit perbankan di lahan Hak Pakai (HP) nomor 38 seluas 370 meter persegi dan HP nomor 39 seluas 945 meter persegi.
“Butuh waktu dua tahun untuk menjajaki kesediaan Pura Mangkunegaran terkait permohonan tanah adat. Sedangkan proses penerimaan sertifikat sejak masuk ke BPN, memakan waktu sampai sembilan bulan,” kata Lurah Setabelan, Sudadi, Jumat (20/09/2013).
Adapun konsep kampung deret dilatarbelakangi tingginya kebutuhan hunian rakyat di tengah-tengah keterbatasan lahan. Hunian berkonsep kampung deret bagi 36 keluarga ini dijadikan percontohan di Kota Solo dan menjadi awal penerapan program serupa di lokasi lain.
Menurut Wali Kota FX Hadi Rudyatmo, model hunian ini dijamin memenuhi aspek sanitasi komunal dan tidak kumuh. Dijamin pula standardisasi ruang bagi keluarga.
“Konsep ini diujicoba dulu. Lebih berdampak positif bagi warga, karena mereka memegang sertifikat kepemilikan. Berbeda dengan rusunawa dengan konsep sewa tanpa hak kepemilikan,” kata dia.
Rudy, sapaan akrabnya, memproyeksikan model kampung deret akan dikembangkan ke wilayah-wilayah lain sebagai upaya penanganan masalah hunian kumuh. Kerjasama dengan perbankan akan dijalin lebih luas guna menjembatani pembuatan kampung deret.
Bantuan hunian dari pemkot kepada 36 keluarga ini dikonsep kampung deret.
Tercatat, 36 keluarga menempati lahan milik keluarga Pura Mangkunegaran seluas 1.083 meter persegi di Pringgading selama turun temurun. Sejak dua tahun lalu, mereka memohon kepemilikan tanah adat ini dari penguasa Mangkunegaran, yang akhirnya diteruskan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kampung deret ini dibangun melalui bantuan program rehab rumah tidak layak huni (RTLH) dari pemkot dan kredit perbankan di lahan Hak Pakai (HP) nomor 38 seluas 370 meter persegi dan HP nomor 39 seluas 945 meter persegi.
“Butuh waktu dua tahun untuk menjajaki kesediaan Pura Mangkunegaran terkait permohonan tanah adat. Sedangkan proses penerimaan sertifikat sejak masuk ke BPN, memakan waktu sampai sembilan bulan,” kata Lurah Setabelan, Sudadi, Jumat (20/09/2013).
Adapun konsep kampung deret dilatarbelakangi tingginya kebutuhan hunian rakyat di tengah-tengah keterbatasan lahan. Hunian berkonsep kampung deret bagi 36 keluarga ini dijadikan percontohan di Kota Solo dan menjadi awal penerapan program serupa di lokasi lain.
Menurut Wali Kota FX Hadi Rudyatmo, model hunian ini dijamin memenuhi aspek sanitasi komunal dan tidak kumuh. Dijamin pula standardisasi ruang bagi keluarga.
“Konsep ini diujicoba dulu. Lebih berdampak positif bagi warga, karena mereka memegang sertifikat kepemilikan. Berbeda dengan rusunawa dengan konsep sewa tanpa hak kepemilikan,” kata dia.
Rudy, sapaan akrabnya, memproyeksikan model kampung deret akan dikembangkan ke wilayah-wilayah lain sebagai upaya penanganan masalah hunian kumuh. Kerjasama dengan perbankan akan dijalin lebih luas guna menjembatani pembuatan kampung deret.
(lns)