Dakwaan Letkol Robert Simanjuntak dinilai terlalu ringan

Selasa, 17 September 2013 - 19:33 WIB
Dakwaan Letkol Robert...
Dakwaan Letkol Robert Simanjuntak dinilai terlalu ringan
A A A
Sindonews.com - Persidangan atas terdakwa Letkol Robert Sumanjuntak terkait dengan tindak pidana penganiayaan, pengrusakan kamera dan menghalang-halangi wartawan dalam melakukan peliputan jatuhnya pesawat tempur TNI AU jenis Hawk 200 di Jalan Amal Kecamatan Pasir Putih Kabupaten Kampar, Selasa (16/10/12), dinilai sangat tidak memenuhi rasa keadilan publik.

"Robert hanya didakwa menggunakan Pasal 351 Ayat 1 KUHP dan dituntut dengan penjara 3 bulan kurungan oleh Oditur Militer Kolonel CHK Rizaldi. Dakwaan tersebut, jelas semakin memperburuk citra penegakan hukum di peradilan militer," kata Direktur LBH Pers Padang, Rony Saputra pada wartawan di Kantor LBH Pers Padang, Jalan Andalas, Selasa (17/9/2013).

Menurut Rony, seharusnya Oditur Militer juga menjerat Robert Sumanjuntak menggunakan pasal 18 Ayat (1) UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, karena tindakannya tidak saja melakukan penganiayaan tetapi juga dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghalang-halangi atau menghambat wartawan/pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluarkan gagasan dan informasi.

"Robert Simanjuntak juga harus dikenakan ketentuan Pasal 52 KUHP tentang pemberatan pidana karena ia telah melanggar suatu kewajiban dari jabatannya dan telah melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya," ujarnya.

Kata Rony, Peradilan Militer harusnya memahami setiap tindakan penghalang-halangan terhadap jurnalis dalam melakukan peliputan adalah tindak pidana dan harusnya menggunakan ketentuan yang terdapat di dalam UU Pers.

LBH Pers menilai proses peradilan Letkol Robert Simanjuntak tidak independen dan tidak transparan. Hal ini dapat dilihat dari proses penegakan hukumnya berjalan sangat lama sekali yaitu 11 bulan, dari waktu yang begitu lama, Oditur Militer hanya menggunakan pasal 351 ayat 1 KUHP dengan tuntutan hanya 3 bulan penjara dari ancaman maksimal 2 tahun 8 bulan, selain itu oditur juga tidak menggunakan pasal 18 ayat (1) UU Pers Jo Pasal 52 KUHP.

"Oditur sebagai alat negara, yang dipercaya untuk memperjuangkan hak-hak korban ternyata telah mengabaikan rasa keadilan korban. Sangat berbanding terbalik dengan kasus kekerasan terhadap wartawan oleh Marinir yang terjadi di Padang beberapa waktu lalu," terang Rony.

Para terdakwa didakwa oditur menggunakan Pasal pidana dalam KUHP dan juga menggunakan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Pers. "Padahal kasus pidananya tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Pekanbaru Riau tersebut," ucap Rony.

Seharusnya kata Rony, proses peradilan marinir di Padang dijadikan yurisprudensi oleh Oditur Militer dalam mengadili perkara kasus kekerasan wartawan Riau pos tersebut. Yang lebih disayangkan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara Letkol Robert Simanjuntak yang terdiri dari Kolonel CHK Dr Djodi Suranto, Kolonel CHK TR Samosir dan Kolonel CHK Hariadi Eko Purnomo.

"Mereka tidak berani melakukan terobosan hukum dengan memutus di luar tuntutan Oditor Militer, dan tidak belajar dan memanfaatkan putusan hakim sebelumnya seperti di Padang," katanya.

Majelis Hakim malah hanya mengamini dakwaan dan tuntutan Oditur Militer dengan memutus sesuai dengan tuntutan Oditur Militer

Berdasarkan masalah tersebut, LBH Pers Padang meminta kepada Panglima TNI Republik Indonesia memeriksa Oditur Kolonel CHK Rizaldi.

"Ini patut diduga telah dengan sengaja mengkerdilkan kasus tersebut di atas dan telah salah menerapkan hukum dengan tidak menggunakan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Pers Jo Pasal 52 KUHP dalam dakwaannya," ujarnya.

Selain itu LBH Pers, meminta kepada Mahkamah Agung untuk melakukan pemeriksaan terhadap Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut yang terdiri dari Kolonel CHK Dr Djodi Suranto, Kolonel CHK TR Samosir dan Kolonel CHK Hariadi Eko Purnomo, karena patut diduga majelis hakim tidak berpihak kepada rasa keadilan publik.

Untuk mencegah hal serupa dikemudian hari, dalam hal terjadinya Tindak Pidana yang dilakukan pihak militer terhadap sipil, maka LBH Pers Padang mendesak agar DPR RI dan Pemerintah segera melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, dengan memberlakukan peradilan umum sebagai locus untuk menyidangkan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap sipil.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3044 seconds (0.1#10.140)