Musim hujan, petani karet kian terjepit

Selasa, 10 September 2013 - 17:40 WIB
Musim hujan, petani...
Musim hujan, petani karet kian terjepit
A A A
Sindonews.com - Belum membaiknya harga getah karet dan masuknya musim hujan membuat petani karet di wilayah Empatlawang kiat terjepit.

Bagaimana tidak, dengan telah masuknya musim hujan apalagi hujan yang turun saat malam hari membuat intensitas penyadapan karet menjadi terganggu bahkan sampai tidak bisa menyadap sama sekali.

Jika sebelumnya, dengan harga karet masih dikisaran Rp4.000-Rp5000 petani masih bisa bernafas lega. Karena mereka masih bisa menyadap karet, meskipun harga getah karet sendiri dininilai tidak sebanding dengan harga kebutuhan pokok saat ini.

Seperti diungkapkan Salim, warga Desa Sugiwaras Kecamatan Tebing Tinggi, dengan masuknya musim hujan semakin memupuskan harapan para petani karet di wilayah tersebut. Apalagi menurutnya menjelang hari raya Idul Adha, harga kebutuhan pokok biasanya mengalami kenaikan.

“Kalau cuaca panas kita masih bisa menyadap tiap hari dan hasilnya masih normal, jadi meskipun harganya murah kita masih ada penghasilan, kalau hujan seperti sekarang ini jelas kita terkendala,” ungkapnya.

Dia mengakui, meskipun kebun karet yang disadap adalah miliknya sendiri, namun dengan harga seperti sekarang ini masih terasa berat. Apalagi menurutnya, untuk perbandingan dua kilogram getah karet baru cukup untuk membeli satu kilogram beras, belum lagi untuk mencukupi kebutuhan lain.

Namun karena tidak ada pilihan lain, menyadap karet dan menjadi petani karet harus tetap dilakoni. "Habis mau bagaimana lagi, kalau kita menyadap karet punya orang lain kita bisa saja berhenti dan cari pekerjaan lain, tapi kalau milik sendiri bagaimana. Orang lain yang biasa upahan menyadap sekarang ini juga sudah banyak yang tidak mau,” ujarnya.

Senada, Arpin petani karet warga Desa Tanjung Ning Kecamatan Saling Empatlawang mengatakan dengan kondisi harga yang belum mengalami kenaikan dan tidak didukung oleh cuaca yang bagus, jelas menyebabkan petani berada pada posisi sulit secara ekonomi.

Karena menurutnya tidak semua warga di desa tersebut yang memiliki kebun karet sendiri, namun menjadi petani upahan. Dimana hasilnya harus dibagi antara pemilik kebun dan penyadap. “Tinggal sabar mas itu saja, berapapun hasil yang dapat harus pandai berhemat," ujarnya singkat.

Karena menurutnya, memang tidak ada pilihan lain, petani karet sangat bergantung dengan cuaca. Karena jika sudah memasuki musim hujan, rata-rata aktivitas penyadapan getah karet menjadi terhambat karena terkendala hujan.

Kalaupun dipaksakan menurutnya hasilnya juga akan percuma. Kondisi demikian menurutnya diperparah dengan mahalnya kebutuhan hidup pasca kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. “Intinya kalau kami sama-sama petani karet dengan rata-rata luas kebun sama, sudah sama taulah dengan kondisi masing-masing,” tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9651 seconds (0.1#10.140)