Ini alasan kekalahan Bambang-Said di Blitar
A
A
A
Sindonews.com - Pemaksaan kehendak elit PDI Perjuangan pusat (DPP) dikritik sebagai penyebab terjungkalnya pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Bambang DH-Said Abdullah di kandang banteng Blitar.
Terpilihnya pasangan Bambang-Said dinilai sebagai pengabaian elit DPP PDI Perjuangan atas realitas sosial politik masyarakat Jawa Timur.
"Akibatnya ya seperti ini (kalah)," ujar Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Blitar Samanhudi Anwar yang juga menjabat Wali Kota Blitar, Minggu (1/9/2013).
Sesuai perhitungan cepat, pasangan Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) meraih kemenangan 37 persen di Kota Blitar. Urutan kedua ditempati pasangan Berkah (Khofifah-Herman) dengan perolehan suara 34 persen.
Sementara pasangan Bambang-Said yang seharusnya bisa menjadi tuan di kandang sendiri hanya meraup 25 persen suara, disusul pasangan Eggi-Sihat hanya 2 persen suara
Kondisi tak jauh beda terjadi di Kabupaten Blitar. Pasangan Berkah unggul 28 persen suara. Urutan kedua dipegang pasangan Karsa 23 persen, pasangan Bambang-Said 11 persen dan pasangan Eggi-Sihat 2 persen.
Seperti halnya Solo Jawa Tengah dan Pulau Bali, Kotamadya dan Kabupaten Blitar memiliki sejarah khusus bagi kaum nasionalis, khususnya PDI Perjuangan. Karenanya selain berjuluk kandang banteng, Blitar juga kerap disebut sebagai dapur nasionalisme. Tentunya ironis, jika perolehan suara PDI Perjuangan jeblok di kandang sendiri.
Menurut Samanhudi, kemandirian calon (kader sendiri) tanpa berkoalisi dengan golongan "hijau" menjadi bumerang bagi partai.
Keadaan itu diperparah kurang kesohornya paslon di mata masyarakat Jawa Timur, ditambah mepetnya sosialiasasi yang bila dibandingkan dengan paslon lain, jauh tertinggal.
"Sosialisasi calon minimal satu tahun sebelum pencoblosan,"paparnya. Samanhudi juga berpendapat bahwa kekalahan juga dipengaruhi macetnya mesin politik di lapangan.
Terpilihnya pasangan Bambang-Said dinilai sebagai pengabaian elit DPP PDI Perjuangan atas realitas sosial politik masyarakat Jawa Timur.
"Akibatnya ya seperti ini (kalah)," ujar Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Blitar Samanhudi Anwar yang juga menjabat Wali Kota Blitar, Minggu (1/9/2013).
Sesuai perhitungan cepat, pasangan Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) meraih kemenangan 37 persen di Kota Blitar. Urutan kedua ditempati pasangan Berkah (Khofifah-Herman) dengan perolehan suara 34 persen.
Sementara pasangan Bambang-Said yang seharusnya bisa menjadi tuan di kandang sendiri hanya meraup 25 persen suara, disusul pasangan Eggi-Sihat hanya 2 persen suara
Kondisi tak jauh beda terjadi di Kabupaten Blitar. Pasangan Berkah unggul 28 persen suara. Urutan kedua dipegang pasangan Karsa 23 persen, pasangan Bambang-Said 11 persen dan pasangan Eggi-Sihat 2 persen.
Seperti halnya Solo Jawa Tengah dan Pulau Bali, Kotamadya dan Kabupaten Blitar memiliki sejarah khusus bagi kaum nasionalis, khususnya PDI Perjuangan. Karenanya selain berjuluk kandang banteng, Blitar juga kerap disebut sebagai dapur nasionalisme. Tentunya ironis, jika perolehan suara PDI Perjuangan jeblok di kandang sendiri.
Menurut Samanhudi, kemandirian calon (kader sendiri) tanpa berkoalisi dengan golongan "hijau" menjadi bumerang bagi partai.
Keadaan itu diperparah kurang kesohornya paslon di mata masyarakat Jawa Timur, ditambah mepetnya sosialiasasi yang bila dibandingkan dengan paslon lain, jauh tertinggal.
"Sosialisasi calon minimal satu tahun sebelum pencoblosan,"paparnya. Samanhudi juga berpendapat bahwa kekalahan juga dipengaruhi macetnya mesin politik di lapangan.
(ysw)