Sempat di penjara 16 bulan, korban salah tangkap dibebaskan
A
A
A
Sindonews.com - Korban penangkapan kasus narkoba di wilayah hukum Polres Majene, akhirnya dinyatakan bebas setelah sebelumnya sempat menjalani penahanan selama 16 bulan, di rumah tahanan (Rutan) kelas II B Majene.
Korban yang diketahui bernama Ramli (38), warga Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), itu dinyatakan bebas setelah Mahkama Agung (MA) Republik Indonesia (RI) mengabulkan kasasi yang diajukan oleh terdakwa beberapa waktu lalu.
Sebagaimana putusan nomor 503/K/PID.US/2013, MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Makassar nomor 413/PID/2012/PT.MKS pertanggal 8 Januari 2013, sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Majene nomor 55/Pid.B/2012/PN.M tanggal 14 November 2012.
Dalam putusan MA, terdakwa Ramli dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan memulihkan haknya dalam kemampuan dan kedudukan harkat dan martabatnya.
Sementara itu, satu unit sepeda motor merk Suzuki Smash warna hitam nomor polisi DC 4923 PC dikembalikan kepada Ramli.
Sebelumnya, Ramli telah dituntut oleh JPU selama 4,3 tahun atas kasus narkoba. Namun, PN Majene memberikan vonis kurungan hanya delapan bulan. Karena, vonis yang dijatuhkan tersebut dinyatakan tidak sebanding dengan tindakan Ramli, JPU melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar dan akhirnya dikabulkan.
Meski demikian, Ramli yang ketika itu dalam status terdakwa tidak tinggal diam. Ramli mengajukan kasasi ke MA. Karena, dia menilai bahwa dirinya telah dijebak dalam kasus penangkapan narkoba tahun lalu.
Kepada wartawan di Majene, Ramli mengaku ditangkap saat akan mengendarai sepeda motor miliknya yang sedang terparkir di pusat pertokoan Majene. Ramli tidak mengira akan ditangkap oleh polisi, karena dirinya merasa tidak punya kasus apalagi yang berkaitan dengan barang haram seperti narkoba.
“Saat itu, saya sedang menjaga toko, tiba-tiba ada seorang teman datang dan mengajak saya keluar. Namun, saat saya baru sampai di motor, tiba-tiba dua orang polisi datang dan menunjukkan bungkusan kecil pada lubang stir motor. Saat itu pun, saya langsung dibawa ke Polres,” cerita Ramli.
Ramli mengaku heran dan tidak mengerti dengan penangkapan dirinya, karena dua orang polisi tiba-tiba datang tanpa melakukan pengeledahan pada dirinya. Kedua polisi tersebut, langsung menunjukkan bungkusan kecil pada kemudi motornya.
“Saat itu saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena polisi langsung membawa ke kantor Polisi dan dimasukkan dalam sel tahanan. Selama di sel, sekira empat bulan, saya hanya menjalani dua kali pemeriksaan. Itu pun hanya lima menit dan terkesan asal-asalan. Apalagi hasil tes urine menunjukkan negatif,” bebernya.
Menurut Ramli, kasus yang menimpanya hanyalah sebuah jebakan dan dirinya pun menjadi korban. Akibatnya, masa depan Ramli hancur. Bahkan selama di tahan, anaknya yang berjumlah lima orang terpencar dan dirawat oleh anggota keluarga yang lain.
Parahnya lagi, ketika kasus tersebut sudah dalam proses sidang di PN Majene, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Majene sempat mengakui jika kasus tersebut direkayasa. Namun, tuntutan yang diajukan JPU mencapai empat tahun tiga bulan subsidair empat bulan.
Terkait dengan kasus tersebut, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mamuju Hatta Kainang mengaku akan mendampingi Ramli agar mendapatkan haknya yang dianggap tidak bersalah oleh MA.
Menurut Hatta Kainang, harkat dan martabat korban harus dipulihkan oleh negara. Jadi harus ada ganti rugi dan rehabilitasi (pemulihan) nama baik sesuai yang diatur melalui KUHP.
Hatta juga menuturkan, jajaran Polres dan Kejari Majene harus melakukan evaluasi internal terhadap pihak-pihak yang terlibat, baik penyidik maupun penuntut umum. Sebab kejadian ini sudah membuat kesan yang tidak baik dimata publik.
“Ini menunjukkan kesan yang tidak baik dimata publik terhadap aparat penegak hukum, sehingga kedua lembaga ini harus melakukan evaluasi internal,” tandas Hatta kepada wartawan.
Hatta menyampaikan, publik harus mendapatkan penjelasan atas kasus tersebut, supaya dikemudian hari tidak terjadi kasus serupa.
Sementara itu, Kapolres Majene, melalui Kasat Reskrim Polres AKP Jubaedi membantah jika kasus tersebut merupakan rekayasa penyidik Polres Majene. Sebab, penangkapan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang ada. “Siapa bilang salah tangkap. Kan prosesnya jelas,” singkat Jubaedi.
Perwira tiga balak itu menuturkan, jika sebelum penangkapan dilakukan, pihaknya mendapat informasi. Dari informasi tersebut, pihaknya melakukan penyelidikan terhadap target. Apalagi ketika ditangkap ada alat bukti yang ditemukan di motor yang bersangkutan.
Lebih lanjut, setelah bukti permulaan dianggap cukup, kasusnya pun ditingkatkan pada tahap penyidikan. Ketika berkas perkaranya diserahkan kepada Kejari Majene, JPU kemudian melakukan penelitian terhadap berksa perkara tersebut dan telah dinyatakan P21.
Jubaedi mengakui, meski hasil tes urinenya negatif, tapi yang berangkutan terbukti memiliki sabu. Sebagaimana dengan undang-undang, barang siapa yang menyimpan, membawa, serta menguasai sabu maka dapat dituntut. Jadi urinenya tidak mesti menunjukkan positif.
Korban yang diketahui bernama Ramli (38), warga Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), itu dinyatakan bebas setelah Mahkama Agung (MA) Republik Indonesia (RI) mengabulkan kasasi yang diajukan oleh terdakwa beberapa waktu lalu.
Sebagaimana putusan nomor 503/K/PID.US/2013, MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Makassar nomor 413/PID/2012/PT.MKS pertanggal 8 Januari 2013, sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Majene nomor 55/Pid.B/2012/PN.M tanggal 14 November 2012.
Dalam putusan MA, terdakwa Ramli dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan memulihkan haknya dalam kemampuan dan kedudukan harkat dan martabatnya.
Sementara itu, satu unit sepeda motor merk Suzuki Smash warna hitam nomor polisi DC 4923 PC dikembalikan kepada Ramli.
Sebelumnya, Ramli telah dituntut oleh JPU selama 4,3 tahun atas kasus narkoba. Namun, PN Majene memberikan vonis kurungan hanya delapan bulan. Karena, vonis yang dijatuhkan tersebut dinyatakan tidak sebanding dengan tindakan Ramli, JPU melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar dan akhirnya dikabulkan.
Meski demikian, Ramli yang ketika itu dalam status terdakwa tidak tinggal diam. Ramli mengajukan kasasi ke MA. Karena, dia menilai bahwa dirinya telah dijebak dalam kasus penangkapan narkoba tahun lalu.
Kepada wartawan di Majene, Ramli mengaku ditangkap saat akan mengendarai sepeda motor miliknya yang sedang terparkir di pusat pertokoan Majene. Ramli tidak mengira akan ditangkap oleh polisi, karena dirinya merasa tidak punya kasus apalagi yang berkaitan dengan barang haram seperti narkoba.
“Saat itu, saya sedang menjaga toko, tiba-tiba ada seorang teman datang dan mengajak saya keluar. Namun, saat saya baru sampai di motor, tiba-tiba dua orang polisi datang dan menunjukkan bungkusan kecil pada lubang stir motor. Saat itu pun, saya langsung dibawa ke Polres,” cerita Ramli.
Ramli mengaku heran dan tidak mengerti dengan penangkapan dirinya, karena dua orang polisi tiba-tiba datang tanpa melakukan pengeledahan pada dirinya. Kedua polisi tersebut, langsung menunjukkan bungkusan kecil pada kemudi motornya.
“Saat itu saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena polisi langsung membawa ke kantor Polisi dan dimasukkan dalam sel tahanan. Selama di sel, sekira empat bulan, saya hanya menjalani dua kali pemeriksaan. Itu pun hanya lima menit dan terkesan asal-asalan. Apalagi hasil tes urine menunjukkan negatif,” bebernya.
Menurut Ramli, kasus yang menimpanya hanyalah sebuah jebakan dan dirinya pun menjadi korban. Akibatnya, masa depan Ramli hancur. Bahkan selama di tahan, anaknya yang berjumlah lima orang terpencar dan dirawat oleh anggota keluarga yang lain.
Parahnya lagi, ketika kasus tersebut sudah dalam proses sidang di PN Majene, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Majene sempat mengakui jika kasus tersebut direkayasa. Namun, tuntutan yang diajukan JPU mencapai empat tahun tiga bulan subsidair empat bulan.
Terkait dengan kasus tersebut, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mamuju Hatta Kainang mengaku akan mendampingi Ramli agar mendapatkan haknya yang dianggap tidak bersalah oleh MA.
Menurut Hatta Kainang, harkat dan martabat korban harus dipulihkan oleh negara. Jadi harus ada ganti rugi dan rehabilitasi (pemulihan) nama baik sesuai yang diatur melalui KUHP.
Hatta juga menuturkan, jajaran Polres dan Kejari Majene harus melakukan evaluasi internal terhadap pihak-pihak yang terlibat, baik penyidik maupun penuntut umum. Sebab kejadian ini sudah membuat kesan yang tidak baik dimata publik.
“Ini menunjukkan kesan yang tidak baik dimata publik terhadap aparat penegak hukum, sehingga kedua lembaga ini harus melakukan evaluasi internal,” tandas Hatta kepada wartawan.
Hatta menyampaikan, publik harus mendapatkan penjelasan atas kasus tersebut, supaya dikemudian hari tidak terjadi kasus serupa.
Sementara itu, Kapolres Majene, melalui Kasat Reskrim Polres AKP Jubaedi membantah jika kasus tersebut merupakan rekayasa penyidik Polres Majene. Sebab, penangkapan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang ada. “Siapa bilang salah tangkap. Kan prosesnya jelas,” singkat Jubaedi.
Perwira tiga balak itu menuturkan, jika sebelum penangkapan dilakukan, pihaknya mendapat informasi. Dari informasi tersebut, pihaknya melakukan penyelidikan terhadap target. Apalagi ketika ditangkap ada alat bukti yang ditemukan di motor yang bersangkutan.
Lebih lanjut, setelah bukti permulaan dianggap cukup, kasusnya pun ditingkatkan pada tahap penyidikan. Ketika berkas perkaranya diserahkan kepada Kejari Majene, JPU kemudian melakukan penelitian terhadap berksa perkara tersebut dan telah dinyatakan P21.
Jubaedi mengakui, meski hasil tes urinenya negatif, tapi yang berangkutan terbukti memiliki sabu. Sebagaimana dengan undang-undang, barang siapa yang menyimpan, membawa, serta menguasai sabu maka dapat dituntut. Jadi urinenya tidak mesti menunjukkan positif.
(san)