Korupsi Alkes, PPK La Suge jadi tersangka
A
A
A
Sindonews.com - Kejati Sulawesi Selatan menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan La Suge, sebagai tersangka dugaaan penggelembungan anggaran dan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun anggaran 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Djemma Masamba.
Kejati juga tengah mendalami kemungkinan ada tersangka lain dari pihak rekanan dari PT Buana Sari.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Chaerul Amir mengatakan, PPK selaku pihak berwenang dalam pengadaan sebelum dilakukan tender telah melakukan survei harga alat kesehatan di Jakarta.
Akan tetapi, pada perkembangan pelaksanaan tender, PPK dalam penentuan harga perkiraan sementara (HPS) justru tidak menggunakan harga satuan berdasarkan survei, akan tetapi menggunakan harga atas rekomendasi rekanan yakni PT Buana Sari.
"Hasilnya, dari tindakan PPK itu terjadi kemahalan harga," terangnya, Rabu (24/7/2013).
Dalam perkara ini, perkiraan awal kerugian negara yang disimpulkan penyidik adalah sebesar Rp2,5 miliar. Diketahui, kesimpulan adanya kerugian negara dalam kasus ini diperoleh penyidik setelah melakukan pemeriksaan fisik alkes di RSUD Andi Djemma Masamba bersama dengan ahli dan komite medik.
Diketahui dalam proyek ini terdapat alokasi anggaran sebesar Rp8,43 miliar untuk pengadaan 18 item barang alat kesehatan, seperti general x-ray, alat USG.
"Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan mengumpulkan data dan bahan keterangan, diketahui kalau alat-alat kesehatan yang didatangkan oleh rekanan tidak sesuai dengan kontrak. Juga terdapat barang dalam kontrak yang seharusnya diadakan, akan tetapi belum disiapkan rekanan dan ada barang alat kesehatan yang didatangkan rekanan (PT Buana Sari) dan PPK tetap menerima alat kesehatan itu dengan klasifikasi baik," jelas Chaerul lebih lanjut.
Terkait dengan sejumlah pelanggaran tersebut, Kejati memastikan bakal ada tersangka baru dalam perkara ini.
Aspidsus Chaerul Amir menegaskan, terjadinya pengadaan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan kontrak atau alat kesehatan yang rusak merupakan tanggungjawab rekanan dan tindakan rekanan pemenang tender pengadaan alat kesehatan di RSUD Masamba itu telah merugikan keuangan negara.
"Rekanan harus juga bertanggungjawab. Masih didalami," ujarnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel Nur Alim Rachim mengatakan, penyidik sudah mendapatkan keterangan ahli dari Dinas Kesehatan Sulsel terkait pengadaan alat kesehatan tersebut.
Akan tetapi, untuk mengetahui kepastian nilai kerugian negara, setelah adanya estimasi dari penyidik sebesar Rp2,5 miliar, penyidik masih akan meminta audit ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sulsel.
"Kami mengusulkan ke BPKP untuk dilakukan audit investigasi, untuk memudahkan penghitungan kerugian negara nantinya. Akan tetapi, penyidik masih menunggu waktu dari BPKP. Karena mungkin peemintaan audit ke BPKP cukup banyak dari Kejari-Kejari se-Sulsel,"terangnya.
Nur Alim menegaskan, sejumlah pelanggaran dalam pengadaan alkes di RSUD Masamba ditemukan, antara lain pada proses penyelidikan kasus ditemukan sejumlah fakta kalau penyusunan harga perkiraan sementara (HPS) yang disusun oleh panitia dibuat berdasarkan arahan dari sebuah perusahaan yakni PT Buana Sari yang belakangan menjadi perusahaan pemenang tender.
Pada penyusunan HPS tersebut mengakibatkan adanya kemahalan harga.
Kasus dugaan korupsi dan mark up pengadaan alkes di RSUD Andi Djemma Masamba ini dilidik dan selanjutnya disidik oleh kejaksaan setelah menerima adanya laporan masyarakat.
Laporan yang diterima kejaksaan adalah pengadaan sejumlah peralatan medis dan diduga adanya ketidaksesuaian spesifikasi barang seperti dalam kontrak baik itu kualitas dan harga barang.
Kejati juga tengah mendalami kemungkinan ada tersangka lain dari pihak rekanan dari PT Buana Sari.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Chaerul Amir mengatakan, PPK selaku pihak berwenang dalam pengadaan sebelum dilakukan tender telah melakukan survei harga alat kesehatan di Jakarta.
Akan tetapi, pada perkembangan pelaksanaan tender, PPK dalam penentuan harga perkiraan sementara (HPS) justru tidak menggunakan harga satuan berdasarkan survei, akan tetapi menggunakan harga atas rekomendasi rekanan yakni PT Buana Sari.
"Hasilnya, dari tindakan PPK itu terjadi kemahalan harga," terangnya, Rabu (24/7/2013).
Dalam perkara ini, perkiraan awal kerugian negara yang disimpulkan penyidik adalah sebesar Rp2,5 miliar. Diketahui, kesimpulan adanya kerugian negara dalam kasus ini diperoleh penyidik setelah melakukan pemeriksaan fisik alkes di RSUD Andi Djemma Masamba bersama dengan ahli dan komite medik.
Diketahui dalam proyek ini terdapat alokasi anggaran sebesar Rp8,43 miliar untuk pengadaan 18 item barang alat kesehatan, seperti general x-ray, alat USG.
"Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan mengumpulkan data dan bahan keterangan, diketahui kalau alat-alat kesehatan yang didatangkan oleh rekanan tidak sesuai dengan kontrak. Juga terdapat barang dalam kontrak yang seharusnya diadakan, akan tetapi belum disiapkan rekanan dan ada barang alat kesehatan yang didatangkan rekanan (PT Buana Sari) dan PPK tetap menerima alat kesehatan itu dengan klasifikasi baik," jelas Chaerul lebih lanjut.
Terkait dengan sejumlah pelanggaran tersebut, Kejati memastikan bakal ada tersangka baru dalam perkara ini.
Aspidsus Chaerul Amir menegaskan, terjadinya pengadaan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan kontrak atau alat kesehatan yang rusak merupakan tanggungjawab rekanan dan tindakan rekanan pemenang tender pengadaan alat kesehatan di RSUD Masamba itu telah merugikan keuangan negara.
"Rekanan harus juga bertanggungjawab. Masih didalami," ujarnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel Nur Alim Rachim mengatakan, penyidik sudah mendapatkan keterangan ahli dari Dinas Kesehatan Sulsel terkait pengadaan alat kesehatan tersebut.
Akan tetapi, untuk mengetahui kepastian nilai kerugian negara, setelah adanya estimasi dari penyidik sebesar Rp2,5 miliar, penyidik masih akan meminta audit ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sulsel.
"Kami mengusulkan ke BPKP untuk dilakukan audit investigasi, untuk memudahkan penghitungan kerugian negara nantinya. Akan tetapi, penyidik masih menunggu waktu dari BPKP. Karena mungkin peemintaan audit ke BPKP cukup banyak dari Kejari-Kejari se-Sulsel,"terangnya.
Nur Alim menegaskan, sejumlah pelanggaran dalam pengadaan alkes di RSUD Masamba ditemukan, antara lain pada proses penyelidikan kasus ditemukan sejumlah fakta kalau penyusunan harga perkiraan sementara (HPS) yang disusun oleh panitia dibuat berdasarkan arahan dari sebuah perusahaan yakni PT Buana Sari yang belakangan menjadi perusahaan pemenang tender.
Pada penyusunan HPS tersebut mengakibatkan adanya kemahalan harga.
Kasus dugaan korupsi dan mark up pengadaan alkes di RSUD Andi Djemma Masamba ini dilidik dan selanjutnya disidik oleh kejaksaan setelah menerima adanya laporan masyarakat.
Laporan yang diterima kejaksaan adalah pengadaan sejumlah peralatan medis dan diduga adanya ketidaksesuaian spesifikasi barang seperti dalam kontrak baik itu kualitas dan harga barang.
(lns)